Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Temui Presiden Jokowi, DPR Ajukan Revisi UU Pilkada

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi II dan pimpinan DPR bertemu Presiden Joko Widodo di kantor presiden, Senin (18/5/2015) siang. Dalam pertemuan itu, mereka kembali mengajukan usulan revisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Kami mengajukan agar pilkada ini efisien dan efektif. Jadi asas pilkada serentak ini kita harus dimasukkan di dalam revisi undang-undang yang baru," ujar Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman saat tiba di Istana Kepresidenan, Senin.

Rambe memastikan bahwa revisi yang diusulkan DPR bersifat terbatas sehingga waktu yang diperlukan untuk revisi tidak akan mengganggu tahapan pemilu. Selain itu, DPR juga akan membahas soal pendanaan pilkada serentak yang masih terkendala di sejumlah daerah.

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menambahkan, poin perubahan yang dianggap penting untuk dibahas bersama presiden adalah soal syarat peserta pilkada. Saat ini, ada dua partai yang mengalami dualisme kepengurusan, yakni Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan. Kedua partai itu masih mengajukan gugatan hukum. Menurut Fahri, UU Pilkada tidak memberikan aturan yang tegas soal partai yang bersengketa. Oleh karena itu, klausul soal itu harus dimasukkan ke dalam revisi.

"Jangan sampai dikemudian hari menimbulkan polemik," ujar dia.

Dalam pertemuan dengan pimpinan DPR itu, Presiden Jokowi didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno; Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo; Menteri Sekretaris Negara Pratikno; dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.

Persoalan revisi UU Pilkada ini muncul setelah keputusan Komisi Pemilihan Umum telah menyetujui draf peraturan KPU mengenai parpol yang bersengketa. KPU memberikan syarat bahwa parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.

Pada rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kemendagri, Senin (4/5/2015) lalu, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Namun, KPU menolaknya karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.