Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Terancam Stagnan

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan di daerah-daerah yang menggelar pemilu kepala daerah serentak 2015 terancam stagnan. Pasalnya, anggaran pembangunan tersedot untuk pilkada. Namun, Kementerian Dalam Negeri meyakinkan bahwa pembangunan tidak akan terhambat.

Menurut Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), ruang fiskal dari sedikitnya 143 dari total 269 daerah yang menggelar pilkada tahun ini tidak sampai 35 persen dari total APBD atau Rp 100 miliar hingga Rp 300 miliar.

Ini terlihat dari data APBD 2013 dan 2014. Sementara postur APBD 2015, diyakini Seknas Fitra, tidak akan berbeda jauh dengan kedua APBD tersebut.

Padahal, kebutuhan pilkada bisa menghabiskan anggaran hingga Rp 50 miliar-Rp 100 miliar. Kebutuhan pilkada itu bakal lebih besar pada pilkada kali ini menyusul dibiayainya sebagian metode kampanye dari APBD.

”Ruang fiskal biasa digunakan pemda (pemerintah daerah) untuk berinovasi membuat program-program kebutuhan daerah. Program itu sering terkait pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Artinya, dengan ruang fiskal dipakai untuk pilkada, pembangunan di daerah bisa terhambat, bahkan stagnan,” kata Sekjen Fitra Yenny Sucipto saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (21/5).

Menurut Yenny, tersedotnya anggaran untuk pembangunan, baik itu pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur, sering terjadi menjelang pilkada. Kondisi ini berpotensi terulang pada 2015. Terkait hal itu, Seknas Fitra berharap mayoritas dana pilkada setelah 2015 diambil dari APBN.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yakin anggaran pilkada tak akan membuat pembangunan di daerah stagnan. Pasalnya, sudah berulang kali ia mengingatkan pemda agar tidak menggunakan anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Anggaran pilkada bisa dipenuhi dengan mengefisienkan anggaran di luar tiga prioritas tersebut. ”Masyarakat juga bisa melapor jika memang ada anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang digunakan untuk pilkada,” katanya.

Mengenai harapan agar APBN membiayai sebagian besar kebutuhan pilkada pasca Pilkada 2015, Tjahjo mengatakan usul itu juga mengemuka saat Kemendagri rapat dengan Komisi II DPR. Namun, terkait hal ini, pemerintah masih membahasnya.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan, dari 269 daerah, tinggal 69 KPU di daerah yang belum menerima anggaran untuk pilkada dari pemda setempat.

Dua di antaranya, yaitu di Kabupaten Barru serta Pangkajene dan Kepulauan di Sulawesi Selatan, belum ada kesepakatan antara pemda dan penyelenggara pilkada soal besaran anggaran. Adapun di 67 daerah lainnya sudah ada kesepakatan, tetapi belum ada penandatanganan nota perjanjian hibah daerah sehingga anggaran belum cair.

Dilaporkan wartawan Kompas,Anita Yossihara, dari Tashkent, Uzbekistan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman berharap parpol, terutama yang tengah bersengketa, berjiwa besar, mendahulukan kepentingan bangsa. ”Jangan sampai sengketa di Partai Golkar dan PPP menghambat pilkada serentak 2015 ini,” kata Irman di sela-sela kunjungan ke Tashkent, Uzbekistan, Kamis.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra mengungkapkan, larangan bagi keluarga petahana untuk mengikuti kontestasi pilkada tidak proporsional dan berlebihan. Pembatasan seharusnya berlaku hanya pada kekuasaan petahana agar tak disalahgunakan, bukan pada keluarganya.

Hal itu diungkapkan Saldi saat menjadi ahli dalam sidang pengujian konstitusionalitas Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015, Kamis. Kemarin, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian larangan politik dinasti dengan agenda keterangan DPR dan ahli pemohon. (APA/NTA/ANA/AGE/WHO/FLO)

Foto dari: jokowinomics.com