Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas.com) Karpet Merah di DPR Itu untuk Siapa?

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS.com — Karpet merah biasanya identik dengan penyambutan tamu penting. Jika ada pemasangan karpet merah, bisa jadi itu pertanda akan ada tamu penting yang akan datang ke DPR. 

Sejak Ketua DPR RI periode 2014-2019 Setya Novanto dilantik, karpet merah selalu terbentang di selasar Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta. Keberadaannya tepat di tengah gedung yang merupakan kantor Setya dan empat pimpinan DPR lainnya. (Baca: Oesman Sapta Risih Ada Karpet Merah di Pintu Masuk Gedung DPR)

Karpet itu dipasang mulai dari lobi luar menuju lift khusus Ketua DPR. Keberadaan karpet tersebut sempat dipertanyakan Wakil Ketua DPD Oesman Sapta Odang.

"Lo pikir orang dihormati gara-gara karpet? Orang dihormati itu karena isi manusianya," kata Oesman Sapta di Kompleks Parlemen, Senin (31/8/2015). 

Karpet merah itu tak boleh dilintasi oleh sembarang orang. Hanya pimpinan DPR, MPR, DPD, serta tamu yang masuk kategori VIP yang diperbolehkan menginjaknya. Yang lainnya hanya boleh melintas di sisi kiri dan kanan karpet yang diberi garis pembatas itu. Jika ada yang nekat melintas di atas karpet merah, pihak pengamanan dalam (pamdal) Gedung Nusantara III DPR pasti akan mengingatkannya. Keberadaan karpet merah juga dianggap menghambat mereka yang beraktivitas di gedung itu. 

Koordinator Formappi Lucius Karus mengatakan, jabatan pimpinan DPR bukan jabatan hierarkis sehingga menempatkan mereka menjadi pimpinan para anggota DPR. Semua anggota DPR memiliki kekuasaan yang setara. Jabatan pimpinan itu hanya bersifat fungsional. 

"Jadi, gagah-gagahan pimpinan DPR dengan fasilitas khusus karpet merah bisa dianggap sebagai bentuk arogansi terhadap anggota DPR lain," kata Lucius dalam pesan singkat kepadaKompas.com, Selasa (1/9/2015). 

Sejak awal, Setya Novanto ingin menjadikan DPR di bawah kepemimpinannya sebagai DPR yang modern. Namun, keberadaan karpet merah yang "eksklusif" dianggap bertentangan dengan keinginannya itu.

"Karpet merah simbol keeksklusifan. DPR yang eksklusif pasti tidak menghayati fungsi pokoknya sebagai bagian dari rakyat kebanyakan. Dengan kata lain, karpet merah adalah simbol kegagalan DPR menjadi wakil rakyat sesungguhnya," kata Lucius.