Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Koran Jakarta) Kunker DPR Sering Tanpa Perencanaan yang Matang

12/12/2018



Kunjungan kerja (kunker) ke daerah seringkali hanya menjadi lahan anggota DPR untuk mencari proyek.

JAKARTA — Kunjungan kerja (kunker) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seringkali dilakukan tanpa perencanaan matang. Akibatnya, hasil yang didapat setelah kunjungan tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah pemilihan.

“Padahal, ada tugas lain yang semestinya bisa dilakukan anggota DPR pada saat kunker. Tugas itu, misalnya, memantau pelaksanaan undang- undang, sosialisasi undang- undang, atau memberikan pendidikan politik,” tegas Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, di Jakarta, Minggu (15/5).

Pernyataan itu diungkapkan Lucius merespon temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang dugaan kunjungan kerja fiktif anggota DPR. BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar 945.465.000.000 rupiah dalam kunjungan kerja perseorangan yang dilakukan oleh anggota DPR RI. Laporan ini sudah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR dan diteruskan ke 10 fraksi di DPR.

Selain itu, banyak anggota DPR selama ini kurang serius membuat laporan pertanggungjawaban kunjungan kerjanya ke daerah pemilihannya masing–masing. Penyebabnya adalah anggota DPR sering mempercayakan kegiatan kunker ke tenaga ahli.

Kunjungan kerja yang dilakukan anggota DPR RI saat ini masih banyak belum efektif. Bahkan, menurut Lucius, kunjungan kerja (kunker) ke daerah seringkali hanya menjadi lahan anggota DPR untuk mencari proyek.

“Kunker DPR lebih banyak dilakukan untuk meninjau proyek- proyek yang dikerjakan pemerintah. Kunker juga dilakukan untuk melihatnya potensi- potensi yang bisa “digarap” untuk dieksekusi dalam proyek berikutnya,” tegas Lucius.

Seharusnya, pada saat kunker anggota dewan juga bisa melakukan pengawasan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Jadi tidak melulu mengunjungi lokasi proyek atau calon lokasi proyek,” kata Lucius.

Menurut Lucius, banyaknya proyek yang diusulkan anggota DPR, seringkali menimbulkan celah korupsi. Sebagai contoh, penyalahgunaan anggaran negara dalam proyek yang diusulkan melalui kementerian.

Kurang Inisiatif

Sementara itu, Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai, partai politik tidak memiliki inisiatif membantu kadernya yang duduk di parlemen untuk meningkatkan kapasitas dalam membuat laporan pertanggungjawaban.

“Fraksi kurang inisiatif membantu bagaimana cara meningkatkan kapasitas staf anggotanya dalam membuat isi laporan pertanggungjawaban kunjungan kerja,” kata Roy.

Ia mengatakan, peningkatan kapasitas pembuatan laporan seharusnya dimasukan dalam proses kaderisasi. Partai dapat membuat pelatihan khusus bagi kader parpol yang tidak memiliki kemampuan membuat laporan.

“Seharusnya ada pelatihan khusus kalau kadernya tidak mengerti. Pembuatan laporan kunker juga kan membawa misi partai,” ujar dia.

Namun, tidak sedikit anggota DPR yang hanya menyiapkan laporan kunjungan kerja ‘ala kadarnya’. Mereka hanya menempelkan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan foto. Padahal, laporan tersebut merupakan panduan kerja DPR dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.

“Laporan itu tentang siapa warga yang menyampaikan aspirasi dan apa tindaklanjutnya. Dipegang untuk diperjuangkan,” ujar dia.