Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Koran Tempo) Editorial: Menanti Gebrakan HM Prasetyo

12/12/2018



Menghadapi keraguan publik, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo seharusnya langsung menggebrak. Paling tidak, ia segera membeberkan program konkret untuk membenahi kejaksaan. Tapi, hampir sepekan setelah dilantik, ia belum juga unjuk gigi.

Prasetyo mengatakan kejaksaan akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia juga siap menghadapi publik yang ragu akan integritas dan kemampuannya. Jaksa Agung lalu meminta masyarakat bersabar. Di antara semua pernyataan itu, tak ada yang mengesankan dan meyakinkan. Soalnya, ia tidak menjelaskan sasaran kerja dan bagaimana melakukannya.

Sungguh keliru bila ia meminta publik bersabar lagi. Soalnya, masyarakat sudah menunggu selama 15 tahun lebih sejak reformasi bergulir, mengharapkan perbaikan penegakan hukum. Prasetyo seharusnya sudah memiliki gambaran, misalnya korupsi mana yang akan ia selidiki: apakah di sektor minyak dan gas, perpajakan, atau korupsi anggaran negara? Publik juga ingin tahu apa saja yang akan ia benahi di lingkup internal kejaksaan.

Program konkret itu perlu disampaikan karena ia jelas disepelekan oleh publik. Kinerja Prasetyo hanya berkategori biasa saja saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Jaksa Agung Muda. Tak ada gebrakan istimewa dalam mengusut kejahatan. Sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Joko Widodo, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai NasDem. Latar belakang ini menimbulkan keraguan soal independensinya. Ia dianggap sebagai titipan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh .

Keraguan itu perlu ditepis dengan kinerja. Kendati tak termasuk anggota Kabinet Kerja Jokowi, Jaksa Agung semestinya mengikuti irama para menteri yang langsung tancap gas. Ada ratusan kasus korupsi yang masih macet di kejaksaan. Beberapa kasus itu melibatkan orang-orang politik, yang seharusnya segera dituntaskan.

Perkara yang sedang ditangani kejaksaan antara lain korupsi empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang batal dilantik. Mereka adalah Iqbal Wibisono (Partai Golkar), Idham Samawi (PDIP), Jimmy D. Ijie (PDIP), dan Herdian Koosnadi (PDIP). Iqbal ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial. Idham terjerat kasus dana hibah untuk klub sepak bola di Bantul. Adapun Jimmy terlibat korupsi anggaran daerah Papua, dan Herdian terjaring korupsi pembangunan puskesmas di Tangerang Selatan.

Sejauh ini, baru kasus Iqbal yang sudah dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa Agung harus membuktikan bahwa ia cukup serius menyidik korupsi yang lain. Tiga politikus partai penyokong Jokowi itu harus segera dibawa ke pengadilan. Ia juga harus segera membongkar banyak korupsi lain yang besar. Tanpa gebrakan, Kejaksaan Agung akan semakin tertinggal oleh KPK dalam memerangi korupsi. Padahal kejaksaan memiliki jaringan lebih luas dan penyidik jauh lebih banyak.