Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Koran Tempo) [interview Menkopohukam] Wakil Rakyat Koq Seperti Preman

12/12/2018



SEPULUH menit selepas pukul tujuh pagi, Laksamana (Purnawirawan) Tedjo Edhy Purdijatno tiba di kantor sisi barat Monumen Nasional, Jakarta, kemarin. Empat staf kantor menyambutnya saat Tedjo keluar dari sedan hitam Toyota Royal Saloon berpelat RH5. Ini hari ketiganya ia bekerja sebagai bagian dari Kabinet Kerja. "Saya tak pernah berpikir suatu saat menjadi menteri koordinator," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut itu dalam perbincangannya dengan Prihandoko dari Tempo. Berikut ini petikan wawancara dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu.

Apa program lima tahun ke depan?

Kementerian bertugas menjabarkan visi-misi Presiden. Yang Presiden rasakan, koordinasi tingkat kementerian stuck. Banyak kementerian mengedepankan ego sektoral. Beliau tak mau seperti itu, harus ada terobosan sehingga sekat-sekat sebagai hambatan koordinasi diputus.

Berarti koordinasi antar-kementerian selama ini tak berjalan?

Bukan berarti waktu zaman Pak Djoko Suyanto tak berjalan. Pada tataran menteri, jalan. Dapi di tataran bawah kadang tidak jalan. Nah, itu hambatan. Ini yang Presiden tidak mau.

Sudah ada kesepakatanakan dibuat berapa kali rapat antar-mentcri koordinator?

Sesuai kebutuhan saja. Nanti, setelah itu, akan dibuat beberapa bulan sekali.

Prioritas lain?

Hubungan pemerintah dan parlemen. Contohnya, Selasa kemarin, ada yang membalikkan meja di paripurna DPR. Itu yang saya katakan sekat tadi, dan ini harus tembus. Beda pendapat biasa, tapi jangan sampai mengarah fisik. Jangan berpikir kepentingan kelompok dan partai saja, tapi rakyat.

Cara menjaga stabilitas politik?

Sebetulnya kan ada masalah ego di parlemen.

Parlemen kan munculnya dari partai-partai. Nanti mungkin secara berkala saya bertemu dengan pimpinan partai. Kami bicara supaya mereka bisa menyampaikan kepada fraksinya, agar ketua fraksi menyampaikan ke bawah. Bisa ketua umum, bisa sekjen yang kami undang. Arahan kepada anggota DPR kan selalu ada, ini harus mereka tepati. Terkadang koordinasi terhambat ketidakpatuhan jajaran bawah.

Pertemuan berkala?

Seperlunya, tapi semua partai, sehingga kami bisa menyampaikan "sudahlah, di DPR kita boleh beda pendapat, tapi jangan hanya untuk kepentingan kelompok". Lebih baik ini kamikerjakan. Kenapa? Kalau pemerintah selalu diganggu oleh DPR, ya, pemerintah tak bisa bekerja optimal Siapa yang dirugikan? Rakyat lagi. Padahal DPR wakil rakyat kan, bukan wakil golongan. Jadi, kami sadarkan mereka, Anda wakilnya rakyat, bukan wakilnya partai. Coba Anda pikirkan, Anda ditonton oleh rakyat sedemikian banyak, wakil kok seperti itu, seperti anak-anak, seperti preman. Kami akan jelaskan pula kepada ormas yang biasa mengganggu situasi.

Adn program 100 hari?

Memang kalau 100 hari sudah mencerminkan sesuatu? Bekerja sajalah. Kita lihat ada atau tidak hasilnya untuk rakyat. Begitu saja.