Berita Terkait
- Anggaran DPR RI Tahun 2016-2018
- Kehadiran Anggota DPR Pada Masa Sidang Ke-2 Tahun 2017-2018
- Review Kinerja DPR-RI Masa Sidang ke-2 Tahun 2017-2018
- Fokus DPR Masa Sidang ke-3 Thn 2017-2018
- Konsentrasi DPR Terhadap Fungsinya Pada Masa Sidang ke - 3 Tahun 2017 – 2018
- Kehadiran Anggota DPR RI Masa Sidang ke-3 Tahun 2017-2018
- Review Kinerja Masa Sidang Ke-3 Tahun 2017-2018
- Konsentrasi DPR Terhadap Fungsinya Pada Masa Sidang ke - 4 Tahun 2017– 2018
- Peristiwa Menarik Masa Sidang ke-4 Tahun 2017-2018 (Bidang Legislasi)
- Peristiwa Menarik Masa Sidang ke-4 Tahun 2017-2018 (Bidang Pengawasan)
- Peristiwa Menarik Masa Sidang ke-4 Tahun 2017-2018 (Bidang Keuangan, Lainnya)
- Review Kinerja DPR-RI Masa Sidang ke-4 Tahun 2017-2018
- (Tempo.co) Kasus Patrialis Akbar, KPPU: UU Peternakan Sarat Kepentingan
- (Tempo.co) Ini Proyek-proyek yang Disepakati Jokowi-PM Shinzo Abe
- (Tempo.co) RUU Pemilu, Ambang Batas Capres Dinilai Inkonstitusional
- (Media Indonesia) Peniadaan Ambang Batas Paling Adil
- (DetikNews) Besok Dirjen Pajak Panggil Google
- (Tempo.co) Aturan Komite Sekolah, Menteri Pendidikan: Bukan Mewajibkan Pungutan
- (Rakyat Merdeka) DPR BOLEH INTERVENSI KASUS HUKUM
- (Aktual.com) Sodorkan 4.000 Pulau ke Asing, Kenapa Pemerintah Tidak Menjaga Kedaulatan NKRI?
- (RimaNews) Pimpinan MPR dan DPR akan bertambah dua orang
- (Warta Ekonomi) Jonan Usulkan Kepada Kemenkeu Bea Ekspor Konsentrat 10 Persen
- (Tempo.co) Eko Patrio Dipanggil Polisi, Sebut Bom Panci Pengalihan Isu?
- (TigaPilarNews) DPR Harap Pemerintah Ajukan Banyak Obyek Baru untuk Cukai
- (Tempo.co) Menteri Nasir: Jumlah Jurnal Ilmiah Internasional Kita Meningkat
Kategori Berita
- News
- RUU Pilkada 2014
- MPR
- FollowDPR
- AirAsia QZ8501
- BBM & ESDM
- Polri-KPK
- APBN
- Freeport
- Prolegnas
- Konflik Golkar Kubu Ical-Agung Laksono
- ISIS
- Rangkuman
- TVRI-RRI
- RUU Tembakau
- PSSI
- Luar Negeri
- Olah Raga
- Keuangan & Perbankan
- Sosial
- Teknologi
- Desa
- Otonomi Daerah
- Paripurna
- Kode Etik & Kehormatan
- Budaya Film Seni
- BUMN
- Pendidikan
- Hukum
- Kesehatan
- RUU Larangan Minuman Beralkohol
- Pilkada Serentak
- Lingkungan Hidup
- Pangan
- Infrastruktur
- Kehutanan
- Pemerintah
- Ekonomi
- Pertanian & Perkebunan
- Transportasi & Perhubungan
- Pariwisata
- Agraria & Tata Ruang
- Reformasi Birokrasi
- RUU Prolegnas Prioritas 2015
- Tenaga Kerja
- Perikanan & Kelautan
- Investasi
- Pertahanan & Ketahanan
- Intelijen
- Komunikasi & Informatika
- Kepemiluan
- Kepolisian & Keamanan
- Kejaksaan & Pengadilan
- Pekerjaan Umum
- Perumahan Rakyat
- Meteorologi
- Perdagangan
- Perindustrian & Standarisasi Nasional
- Koperasi & UKM
- Agama
- Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak
- Kependudukan & Demografi
- Ekonomi Kreatif
- Perpustakaan
- Kinerja DPR
- Infografis
(Koran Tempo) Opini: Presiden Peragu, oleh Firdaus Cahyadi
Sial benar menjadi warga negara Indonesia. Bagaimana tidak, puluhan tahun hidup di bawah kekuasaan seorang presiden otoriter. Setelah sang presiden otoriter jatuh, muncul presiden pencitraan. Sesudah presiden pencitraan berlalu, kini warga negara Indonesia harus dipimpin oleh seorang presiden peragu.
Presiden peragu, mungkin itu predikat yang pas dilekatkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Polemik KPK dan Polri yang sekarang terjadi seharusnya tidak akan berkepanjangan bila Presiden tegas menolak tekanan untuk mencalonkan Kapolri yang telah mendapat Stabilo merah dari KPK. Seperti diungkapkan oleh Ketua Tim 9 bahwa inisiatif pencalonan Kapolri yang jadi tersangka KPK bukan berasal dari Jokowi.
Akibat keraguan Presiden untuk menolak tekanan itu, muncullah polemik KPK versus Polri secara berkepanjangan. Meskipun polemiknya sudah berkepanjangan, Presiden masih tampak ragu dalam mengambil keputusan. Akibatnya, serangan bertubi-tubi diarahkan ke KPK. Semakin lama Presiden dalam keraguan, semakin masif pula serangan ke KPK. Dan jika itu terjadi, cepat atau lambat KPK benar-benar akan hancur.
Komitmen Presiden pada awal masa pemerintahannya yang akan menciptakan pemerintahan yang bersih pun akan terbang melayang akibat keraguan Jokowi. Kepentingan segelintir elite yang menyebabkan sang presiden menjadi sosok peragu. Padahal harapan rakyat begitu kuat disandarkan kepadanya.
Sebaliknya, sosok peragu tidak melekat pada Presiden Jokowi ketika mengambil keputusan yang tidak merugikan kepentingan segelintir elite politik. Salah satu keputusan Presiden Jokowi yang cepat itu adalah menaikkan harga bahan bakar minyak di tengah menurunnya harga BBM di dunia. Kebijakan menaikkan harga BBM itu menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat. Beberapa hari kemudian harga BBM itu kembali diturunkan. Namun sayang, harga kebutuhan masyarakat tidak ikut turun, meskipun harga BBM sudah beberapa kali diturunkan.
Ketidakraguan Presiden Jokowi juga tampak ketika memutuskan untuk menyelamatkan Lapindo dari tanggung jawabnya dalam menyelesaikan korban lumpur. Tidak ada kepentingan elite politik yang terganggu oleh upaya penyelamatan Lapindo ini, meskipun itu akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan lingkungan hidup ke depannya.
Presiden Jokowi juga tidak ragu-ragu ketika memutuskan bahwa Dewan Nasional Perubahan Iklim, yang semula berada langsung di bawah presiden, dilebur di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tidak ada kepentingan elite politik yang terganggu oleh kebijakan ini, meskipun itu berarti akan melemahkan upaya pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Namun, dalam kasus konflik KPK dan Polri ini, Presiden benar-benar menjadi sosok yang peragu. Berbagai kewenangan Presiden Jokowi yang sebenarnya bisa digunakan untuk mencegah terjadinya konflik menjadi lebih runyam tidak dilakukan.
Kepentingan elite benar-benar telah membuat Presiden Jokowi menjadi sosok peragu. Upaya pemberantasan korupsi benar-benar dalam ancaman akibat keraguan Presiden Jokowi. Kita harus terus-menerus meyakinkan presiden kita bahwa ia bukan lagi petugas partai politik, sehingga tidak perlu ragu untuk melawan segala tekanan dari segelintir elite politik itu.