Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Litbang Kompas) Dinamika Konsumsi Pasca Kenaikan Harga BBM

12/12/2018



Maman Suparna tampak ragu ketika hendak memasuki sebuah minimarket di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Langkah lelaki berusia 37 tahun itu terhenti sejenak, tertahan ingatan baru tiga hari sebelumnya Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak. Ada kekhawatiran harga isi ulang pulsa yang akan dilakukannya naik. Padahal, pendapatan dari pekerjaan ”ngojek” tidak seberapa.

Selang beberapa detik, Maman memantapkan langkah masuk minimarket dan mengisi ulang pulsa. ”Kalau memang rezeki, enggak ke mana-mana, kok. Besok, kan, bisa cari duit lagi”, pikirnya ringan.

Perilaku Maman dalam mengonsumsi pulsa menjadi cermin sederhana kondisi masyarakat pasca kenaikan harga BBM, beberapa pekan lalu, yang terekam dalam jajak pendapat Kompas. Tanpa mengecilkan dampak dari kenaikan harga salah satu komoditas yang menjadi kebutuhan penting itu, publik jajak pendapat ini secara umum tampak tak serta-merta meninggalkan kebiasaan mengonsumsi barang-barang yang tidak termasuk kategori barang primer atau utama pasca kenaikan harga BBM.

Sebelum kenaikan harga BBM, konsumsi sejumlah barang yang menjadi pelengkap kehidupan sehari-hari cenderung cukup tinggi. Konsumsi buah-buahan terbilang paling tinggi, demikian pula konsumsi camilan dan jajanan. Hal itu masuk akal apabila kedua barang tersebut masuk dalam kategori makanan sehingga pemenuhan kebutuhannya lebih utama.

Buah-buahan dipahami banyak orang sebagai pelengkap dari makanan utama, di samping itu juga membawa kebaikan bagi kesehatan tubuh. Adapun camilan dan jajanan merupakan bagian dari kebiasaan sebagian orang, yaitu ngemil atau mengudap makanan kecil di luar waktu makan besar atau utama. Sementara itu, kebiasaan mengonsumsi minuman kemasan, antara lain minuman ringan bersoda dan ekstrak buah-buahan dalam bentuk cair, cenderung lebih rendah.

Salah satu barang yang juga termasuk kebutuhan yang melekat dalam keseharian publik adalah pulsa. Temuan dalam jajak pendapat ini menarik karena ternyata kebiasaan mengonsumsi pulsa mengungguli kebutuhan terhadap beberapa jenis barang pelengkap kebutuhan sehari-hari, seperti rokok dan kosmetik.

Beberapa waktu pasca kenaikan harga BBM, publik mulai berpikir ulang dalam mengonsumsi sejumlah barang tersebut. Para penikmat rokok mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok mereka. Sebagian publik yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi minuman kemasan juga berniat meninggalkan kebiasaan tersebut setelah harga BBM naik. Hal serupa terjadi pada konsumsi terhadap camilan dan jajanan. Publik penggemar ngemil tinggal separuhnya yang bermaksud mempertahankan kebiasaan membeli makanan kecil kegemaran mereka.

Sebaliknya, publik pengguna kosmetik masih mempertahankan kebiasaan mengonsumsi barang tersebut setelah kenaikan harga BBM. Sebanyak tiga dari empat responden menyatakan tetap akan membeli kebutuhan kosmetik yang melengkapi penampilan sehari-hari. Pemakai kosmetik bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki, sebab sejumlah barang kosmetik, seperti sampo, deodoran, dan minyak wangi, juga dikonsumsi oleh kaum pria.

Yang menarik, mayoritas publik lebih mempertahankan kebiasaan dalam mengonsumsi pulsa ketimbang mengonsumsi buah-buahan. Pulsa dianggap lebih penting daripada barang kebutuhan sehari-hari lainnya.

Hal itu, secara tidak langsung, menggambarkan kenyataan bahwa budaya touch screen atau layar sentuh telah merasuk hingga ke relung kebutuhan mendasar. Bisa menjadi periksa, barangkali satu periode kelak pulsa meningkat menjadi kebutuhan primer sebagian masyarakat.

Gaya hidup

Selain konsumsi barang, beberapa kebiasaan atau hobi yang terkait dengan gaya hidup masyarakat turut terpengaruh kenaikan harga BBM. Namun, jika dicermati, perubahan pola konsumsi terhadap perilaku yang berkaitan dengan gaya hidup tidak terlalu drastis.

Pada kebiasaan orang yang berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan, misalnya, tidak sampai separuh publik yang berencana mengurangi hobi itu. Sebanyak satu dari tiga responden yang berada dalam rentang usia belia (17-25 tahun) dan muda (26-35 tahun) tetap akan melakukan kebiasaan window shopping di mal meskipun harga BBM naik. Hal serupa berlaku pula pada kebiasaan orang membeli buku.

Publik yang memiliki hobi membeli buku malah lebih besar jumlahnya yang enggan meninggalkan kebiasaan itu. Mereka yang berada di lapis umur belia, muda, dewasa (36-45 tahun), matang (46-55 tahun), dan tua (56 tahun ke atas) sama-sama lebih banyak yang memilih tetap mempertahankan hobi membeli buku seperti sebelum kenaikan harga BBM.

Kebiasaan konsumsi yang mengacu pada gaya hidup yang paling dipertahankan publik adalah nongkrong atau kumpul bersama kerabat dan teman tanpa maksud tertentu. Hampir separuh publik meyakini akan tetap melakoni hobi yang satu ini walaupun kenaikan harga BBM mungkin berdampak pada makanan atau minuman yang mereka konsumsi saat nongkrong. Sikap ini tak mengherankan sebab mengacu pada jajak pendapat Kompas satu tahun silam, nongkrong dianggap publik sebagai semacam media relaksasi untuk melepaskan diri sejenak dari ritme keseharian.

Dengan tidak bermaksud menggeneralisasi, sebagian publik tampak tidak terlampau galau dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM. Pasca kebijakan tersebut, kebiasaan dalam mengonsumsi barang kebutuhan pelengkap kehidupan sehari-hari tidak berubah drastis. Bahkan, konsumsi pada kebiasaan yang menyangkut gaya hidup pun relatif sedikit.