Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(MI/Metro) Undang-undang Pemberantasan Perusakan Hutan Dinilai Kontraproduktif dengan Upaya Pelestarian Hutan

12/12/2018



Koalisi Anti Mafia Hukum mengajukan uji materi Undang-undang Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H), 10 September 2014 lalu. Pasalnya, UU P3H inkonsisten dan kontraproduktif dengan niat awal sebagai payung hukum pelestarian hutan.

"UU P3H, niatnya melestarikan hutan dan menghindari kerusakan hutan. Tapi pasal 46 soal barang bukti, dijelaskan kalau ada perkebunan atau tambang di kawasan hutan dan dinyatakan bersalah, BUMN bisa memanfaatkan sampai satu kali daur," kata peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Andi Muttaqin, di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu (16/11/2014).

Parahnya lagi, kata Andi, perusahaan tambang yang dinyatakan bersalah bisa diberikan izin kembali. Dengan maksud, perusahaan bisa menanggulangi ongkos yang digunakan untuk penghijauan. "Jadi hal itu inkosnsiten dan kontraproduktif kalau niatnya pelestarian hutan," sambung Andi.

Semestinya, kata dia, dana pelestarian hutan yang telah dikeruk korporasi bisa diambil dari denda. "Bukan diambil dari pengelolaan lebih lanjut," ujar Andi.

Selain mempermasalahkan konsistensi UU P3H, kepastian hukum penunjukan kawasan hutan juga belum jelas. Andi mengungkapan empat proses yang harus dilalui dalam menentukan kawasan hutan. Yakni, penunjukan, pemetaan, batasan, terakhir pengukuhan kawasan hutan.

Sementara itu, Erwin Dwi Kristianto, mengungkapkan, hingga kini pengukuhan kawasan hutan di Indonesia baru 50 persen. "Itu juga belum jelas batasannya."

Lanjut Andi, UU P3H dianggap mengkriminalisasi warga yang hidup di kawasan hutan dan bergantung hidup pada hasil hutan, termasuk warga adat. "Ada 14 yang sudah dipidana berdasarkan UU ini dan mereka individu. Niat awalnya yang menjerat korporasi dipertanyakan," jelas Andi.