Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Penanggulangan Bencana - Rapat Dengar Pendapat Komisi 8 dan Dirjen Linjamsos, Dirjen P2PL dan BNPB

12/12/2018



Pada Rabu, 8 April 2015 telah dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Panitia Kerja (Panja) Komisi 8 DPR-RI dengan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Dirjen Linjamsos Kemensos),  Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Dirjen P2PL Kemenkes) dan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Rapat ini membahas tentang koordinasi pihak-pihak yang terkait mengenai kesiapan dalam menanggulangi bencana di Indonesia.

Ironisnya, rapat ini hanya dihadiri oleh 4 anggota dewan dengan dalih 50% anggota sedang berada di Timur Tengah, sisanya mengikuti kongres dan mempunyai undangan lain.

Dirjen Linjamsos Kemensos:

Setelah mengenalkan jajarannya kepada anggota Panja Penanggulangan Bencana, pihak Dirjen Linjamsos memaparkan bahwa saat ini upaya pengurangan risiko bencana menjadi prioritas dengan meluncurkan program Kampung Siaga Bencana. Dasar hukum dan alur regulasi Kemensos yang menjadi basis untuk penanggulangan bencana menggunakan UU Nomor 24 Tahun 2007.

Tentang trauma healing, Dirjen Linjamsos berbagi tugas dengan Dinas Kesehatan. Dirjen Linjamsos akan bertindak sebagai penanggulangan psikososial.

Mengenai penanggulangan bencana lewat kearifan lokal yaitu dengan cara menghidupkan tokoh di tiap daerah sebagai penengah. Setiap daerah memiliki tokoh yang berbeda, dan diharapkan terdapat tokoh-tokoh yang netral jika terjadi bencana, misalnya saja pemangku adat atau bahkan pemuda setempat.

Dirjen P2PL Kemenkes:

Pihak Dirjen P2PL Kemenkes memaparkan bahwa sistem penanggulangan bencana melibatkan seluruh fungsi kementrian dan Kemenkes menjadi pemimpin pada kluster kesehatan. Nantinya akan dibentuk sub-klaster seperti gizi, DVI, logistik, KIA, kesehatan reproduksi, dan lain-lain. Aktifasi sub-klaster ini tergantung dari bencana yg terjadi.

Dirjen P2PL Kemenkes juga menjelaskan bahwa saat ini masih terjadi disparitas antar daerah mengenai kesehatan jika terjadi bencana. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yg layanan kesehatan yang bergerak cepat ketika terjadi bencana, namun di beberapa daerah lain justru sebaliknya.

Untuk mempermudah pengelolaan data, korban meninggal karena bencana dan non-bencana akan dibedakan dalam pendataan di pusat krisis.

BNPB:

Merujuk kepada UU Nomor 24 Tahun 2007, BNPB berpendapat bahwa bencana terjadi sebagian besar karena ulah manusia. Oleh karena itu BNPB mengemukakan pentingnya Early Warning System (EWS) sebagai prioritas dalam penanggulangan bencana. Dan hal ini hanya dapat dicapai apabila tercipta komunikasi yang bagus antara para pihak yang berwenang.

BNPB dan BRI telah melaksanakan penandatanganan MOU, dan dana siap pakai tahun ini saja mencapai 2 Triliun. Sayangnya anggaran untuk tingkat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sangat rendah, hanya berkisar 0.05%. Menurut BNPB idealnya setiap daerah harus mengalokasikan 1% khusus untuk BPBD di daerahnya masing-masing.

Selama ini uang BNPB ini disimpan di Biro Keuangan, tetapi jika terjadi bencana biasanya susah sekali diambil. Oleh karena itu wajib adanya pendampingan pada proses budget (penganggaran).

BNPB juga akan meninjau kembali mengenai penambahan pelatihan terhadap relawan bencana.

Pemantauan Rapat

Berikut adalah respon dari Fraksi-Fraksi terhadap pemaparan dari Dirjen Linjamsos, Dirjen P2PL dan BNPB:

Fraksi Demokrat: oleh Khatibul Umam Wiranu dari Jateng 8.  Umam mempertanyakan kenapa hingga saat ini stakeholder belum mampu merelokasi masyarakat dalam radius bahaya.  Umam menyarankan agar penanggulangan bencana juga dilakukan dengan cara memperbanyak pelatihan untuk para relawan bencana.

Fraksi PAN: oleh Desy Ratnasari dari Jabar 4. Desy banyak mempertanyakan proses kerja penanggulangan bencana. Pada Kemenkes, dirinya meminta penjelasan apakah terdapat program untuk penyakit baru dan bagaimanakah mekanisme dalam menanggulanginya. Desy pada BNPB juga mempertanyakan mengenai pencegahan bencana yang berbasis kearifan lokal dan menyinggung traumatic healing pada korban yang menurutnya selama ini belum pernah terjadi.

Fraksi PKB: Oleh An’im F. Mahrus dari Jatim 6. An’im menanyakan tentang pengelompokan korban langsung dan tidak langsung. Dirinya juga meminta penjelasan mengenai cara penyaluran bantuan di daerah yang terjadi bencana. Menurutnya, beberapa bencana bencana dapat dikontrol oleh manusia, oleh karena itu An’im juga menyinggung tentang perlu adannya divisi penyadaran.

Fraksi PKS: Oleh Hidayat Nur Wahid dari DKI 2. Hidayat mempertanyakan bagaimana cara yang tepat untuk memberdayakan penanggulangan bencana tiap daerah di era otonomi seperti sekarang ini. Hidayat menilai pemerintah daerah tidak siap dalam menanggulangi banjir di Jakarta yang terjadi setiap tahun, khususnya dalam penampungan korban bencana.  Hidayat berpendapat bahwa dari tahun ke tahun tidak terdapat peningkatan tentang kualitas penampungan. Selain itu Hidayat juga menyarankan agar penanggulangan bencana tidak boleh fokus dalam negeri saja tapi juga turut aktif di dunia internasional.

Pada RDP ini Komisi 8 menyimpulkan sbb:

  1. Mendukung sistem cluster oleh BNPB, Kemensos, Kemenkes dalam hal penanggulangan bencana.
  2. Menyarankan penambahan kapasitas relawan dan taruna bencana.
  3. Mendorong penyusunan kesiapsiagaan untuk Kemenkes dalam menanggulangi penyakit baru.
  4. Mengapresiasi rencana alokasi anggaran 1% di tiap daerah untuk bencana.
  5. Komisi 8 juga menyoroti satu hal, yaitu tentang tata cara pemberian bantuan ketika terjadi bencana.

Untuk membaca rangkaian livetweet RDP dengan Dirjen Linjamsos, Dirjen P2PL dan BNPB kunjungi http://chirpstory.com/li/260860.

 

wikidpr/qo