Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Republika) Wakil Ketua DPR Fadli Zon: Pemerintah terlalu lamban dalam eksekusi mati

12/12/2018



DPR RI mengkritik sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penundaan hukuman mati para terpidana narkotika. Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai tertundanya eksekusi terpidana mati warga negara asing tersebut adalah sikap ragu-ragu pemerintah.

"Karena pemerintah ini mau memutuskan apa pun sangat lamban. Mau eksekusi tapi lamban. Tidak eksekusi pun juga tidak jelas," kata Fadli saat ditemui di Gedung MPR/DPR RI, Rabu (11/3).

Padahal, dikatakan olehnya, sikap pemerintah itu bakal membawa citra buruk Indonesia di arena politik global. Dikatakan Fadli, rencana eksekusi tahap dua para terpidana mati narkotika sudah menjadi sorotan internasional.

Bahkan, Ketua Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, dikatakan Fadli, sempat menyorot tajam rencana eksekusi mati di Indonesia. Pun, kata dia, rencana tersebut sudah mengancam hubungan diplomatik Indonesia dengan beberapa negara asal para terpidana.

Menurut Fadli, kondisi tersebut harus dijawab pemerintah dengan memastikan eksekusi tersebut. Sebab, dinilai olehnya, penundaan tersebut punya ekses politik luar negeri yang negatif bagi Indonesia. "Mungkin presiden tidak mengerti implikasi hubungan luar negeri atas kelambanan ini," ujarnya.

Kejaksaan Agung sudah merilis 10 nama terpidana mati. Kebanyakan di antaranya adalah warga negara asing yang ditolak pengampunan oleh Presiden Jokowi lantaran terlibat bisnis narkotika. Mereka antara lain, Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), dan Zainal Abidin (Indonesia).

Termasuk Serge Areski Atlaoui (Perancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).Akan tetapi, sampai hari ini, rencana eksekusi urung dilakukan.

Presiden Jokowi meminta agar eksekusi tersebut ditunda. Padahal, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Kejaksaan Agung telah meyakini, pelaksanaan teknis serta lokasi eksekusi sudah disiapkan.