Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(RimaNews.com) Tenaga Ahli Fraksi PAN Akui Bagikan Uang Suap ke Anggota DPR

12/12/2018



Rimanews - Jailani yang merupakan tenaga ahli anggota DPR Komisi V dari fraksi PAN Yasti Soepredjo Mokoagow mengaku memberikan uang total Rp8 miliar kepada Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN Komisi V Andi Taufan Tiro dan Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin yang berasal dari pengusaha.

"Sekitar bulan November saya dihubungi Pak Abdul via BBM yang mengatakan ada pekerjaan 3 paket senilai Rp150 miliar yang kalau dari kodenya dari PKB, punya pak Musa. Pak Abdul prinsipnya minta dibantu agar paket itu untuk pak Abdul tapi dalam pembicaraannya bukan hanya Pak Abdul tapi dibagi-bagi. Saya dimintai tolong untuk bagaimana menghubungi Pak Musa, saya menjaga hubungan baik dengan Pak Abdul sebagai mantan aktivis mahasiswa dan saya pikir mungkin ke depannya ada manfaat untuk saya," kata Jaelani dalam sidang sidang saat menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (18/04/2016).

Jaelani menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang didakwa memberikan uang sejumlah Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolas Singapura dan 72.727 dolar AS kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary, Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin, anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.

"Pak Abdul menjelaskan dengan Pak Musa sudah pernah bicara, jadi saya sifatnya hanya mem-follow-up apa yang mereka bicarakan dan bagaimana Pak Musa menyerahkan ke mereka. Saya mengejar Pak Musa agar Pak Musa mau menerima dia yang diserahkan Pak Abdul ke saya," tambah Jaelani.

Menurut Jaelani, uang diserahkan oleh Abdul melalui staf Abdul bernama Irwantoro sebanyak 5-6 kali sepanjang bulan November hingga mencapai Rp8 miliar.

"Semuanya 'cash' dalam rupiah dan dolar. Pak Irwantoro berikan catatan kecil untuk diserahkan ke Pak Musa. Totalnya sebenarnya Rp12 miliar untuk Pak Musa dan Pak Andi Taufan Tiro," ungkap Jaelani.

Menuru Jaelani, dana aspirasi tersebut untuk proyek di Maluku.

"Penyerahan untuk Pak Musa hanya Rp7 miliar karena waktu ketemu Pak Abdul, dia mengatakan Rp1 miliar untuk saya dan Rp7 miliar untuk Pak Musa. Saya serahkan ke pak musa lewat orangnya Pak Musa di Jalan Duren Tiga Timur di depan STEKPI, lalu saya serahkan duit itu di dua tas, satu tas punggung, satu ditaruh di motor," jelas Jaelani.

Uang Rp1 miliar untuk Jaelani itu kemudian dibagi dua dengan Henock Setiawan alias Rino kontraktor PT Papua Putra Mandiri.

"Yang Rp1 miliar karena saya pernah cerita ke Rino kalau Abdul minta tolong untuk 3 lokasi dana aspirasi itu, dia bercanda 'ingin dong sekali-kali ketemu Abdul', Saya waktu itu bilang 'Ya sudah kalau mau ambil saja (uangnya). Pertimabangannya kalau saya sudah pakai tapi tidak bisa kembalikan jadi saya bagi dan kalau ada masalah bisa dibalikin karena Rino pengusaha," ungkap Jaelani.

Sedangkan uang untuk Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN Andi Taufan Tiro yang berasal dari dapil Sulawesi Selatan, Jaelani mengaku bahwa ia dimintai tolong oleh Abdul Khoir berdasarkan pembicaraan Abdul dengan Kepala Satuan kerja di Maluku bernama Quraish Luthfi.

"Untuk Pak Taufan itu proyeknya saya tidak tahu persis, itu pembicaraan Pak Abdul dan Pak Quraish. Saya dihubungi Pak Abdul untuk Pak Taufan lewat Pak Jae, total proyek Rp60 miliar. Tahap 1 diserahkan Rp2 miliar langsung ke Pak taufan di depan Sekolah Tinggi Alia Jakarta Timur dekat perumahan DPR, tanggal 10 November jam 2 malam. Itu adalah bagian dari 6,5 persen dari nilai proyek. Selanjutnya saya serahkan Rp1,9 miliar jadi total Rp3,9 miliar; yang 0,5 persennya Rp300 juta, Rp150 juta ke saya dan Rp150 juta untuk pak Quraish," jelas Jaelani.

Atas uang yang diterimanya, Jaelani baru mengembalikan Rp20 juta ke KPK.

Dalam perkara ini, Abdul Khoir didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.