Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

RUU Penyandang Disabilitas – Rapat Komisi 8 dengan Himpunan Penyandang Disabilitas Indonesia & Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia

12/12/2018



Agenda Komisi 8 DPR-RI Tanggal 1 Juni pukul 15.00 WIB  membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyandang Disabilitas sebagai RUU prolegnas prioritas tahun 2015 dengan Himpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (HPDI) dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI).

Ledia Hanifa Amaliah dari Jabar 1 Fraksi PKS selaku pemimpin rapat meminta masukan kepada HPDI dan HWDI untuk memberi masukan terkait apa yang perlu diatur, apa yang belum diatur, masalah apa yang akan muncul dan mungkin ada catatan-catatan dari himpunan dalam draft yang telah dibuat Komisi 8 DPR-RI kemudian apabila dibutuhkan lembaga, maka lembaga seperti apa yang diinginkan untuk melengkapi UU Penyandang Disabilitas.

Pemaparan Mitra

Himpunan yang datang diwakili oleh Himpunan Penyandang Disabilitas Indonesia sebagai juru bicara menyampaikan bahwa pada tahun 2011, DPR telah mengesahkan konvensi hak penyandang disabilitas dan mereka berharap pada tahun 2015, UU tentang penyandang disabilitas sudah bisa diterbitkan. Mereka mengaku bahwa sampai saat ini diskriminasi masih ada, padahal yang paling penting adalah bagaimana sikap masyarakat terhadap penyadang disabilitas. Pengertian tentang disabilitas juga semakin berkembang yang dulunya hanya fisik, sekarang meliputi mental, intelektual dan juga sensorik. Menurut mereka, ketika masyarakat bisa memahami penyandang disabilitas, maka mereka merasa tidak memiliki keterbatasan. Ketika lingkungan bersahabat, maka keterbatasan tidak ada. Oleh karena itu, para penyandang disabilitas merasa perlu ada UU yang menjamin hak para difabel karena mereka merasa terdiskriminasi.

Dari draft yang diserahkan Komisi 8 DPR-RI kepada HPDI, terdapat 251 pasal yang dihasilkan dari berbagai macam Focus Group Discussion(FGD). Draft tersebut sudah cukup lengkap, mereka berharap tidak ada pengurangan namun ada beberapa hal yang perlu ditambah seperti pasal terkait ekonomi dan kewirausahaan. Sebagian penyandang disabilitas merupakan masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah sehingga perlu perhatian khusus. Di negara lain, perusahaan yang merekrut penyandang disabilitas mendapatkan insentif dari pemerintah. Namun, disabilitas di sini harus hidup mandiri karena tidak semuanya mampu diserap lapangan pekerjaan. Disitulah diperlukan aturan tentang kewirausahaan.

Selain itu, perlu juga pasal terkait dengan transportasi untuk penyandang disabilitas seperti kursi prioritas dan ruang khusus. Sampai saat ini, masih sedikit sekali penyandang disabilitas yang bisa menikmati transportasi publik, padahal mereka juga memerlukan fasilitas yang murah dan nyaman.

Kemudian Ketua Umum HWDI menambahkan prinsip-prinsip yang luput dari RUU Penyandang disabilitas seperti implementasi UU yang menggunakan model sosial yang mengharuskan untuk ramah terhadap penyandang disabilitas dan menjadikan penyandang disabilitas sebagai subjek pembangunan. Mereka berharap RUU Penyandang Disabilitas tidak lagi hanya menjadi isu kesejahteraan sosial. HWDI juga mengusulkan dibentuk sebuah lembaga sebagai mekanisme komplain terkait implementasi UU. Harus ada pasal terkait perlindungan perempuan dan anak penyandang disabilitas terkait dengan kejahatan seksual. Mereka berharap UU tersebut sifatnya kuat dan ada sanksi minimal. Penyandang disabilitas juga memerlukan reasonable adjustment dan kompensasi dalam bentuk konsesi dikarenakan biaya hidup mereka yang tinggi namun sulit untuk mencari pekerjaan.

Pemantauan Rapat

Fraksi Gerindra: Oleh Rahayu Saraswati dari Jateng 4 : Rahayu menyatakan bahwa Komisi 8 tidak bermaksud untuk mengurangi tetapi banyak terjadi pengulangan pasal sehingga harus ada yang di cut supaya lebih efektif. Terkait dengan reasonable adjustment, itu yang bagaimana? Kalimat tersebut dinilai terlalu terbuka untuk interpretasi. Lalu, ketika para penyandang disabilitas berharap dihapuskannya tes psikologi maka akan muncul tekanan dari perusahaan, bagaimana kemudian perusahaan tidak merekrut orang yang salah. Sarah kemarin sempat mengumpulkan kepala sekolah di daerah Sragen membahas tentang sekolah inklusi, namun yang ditakutkan adalah semangatnya ada tetapi kemudian tidak ada persiapan. Sarah juga sempat mendapat masukan dari tim ahlinya bagaimana kalau Kartu Tanda Penyandang Disabel dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disatukan saja supaya tidak terlalu banyak kartu.

Sodik Mudjahid dari Jabar 1: Sodik menyampaikan ada yang bertanya bagaimana dengan pasal yang mengatur kewajiban penyandang disabilitas.

Fraksi PKS: Oleh Ledia Hanifa Amaliah dari Jabar 1 : Ledia menilai sehubungan dengan Kartu Tanda Penyandang Disabilitas apakah tidak akan ada masalah dari keluarga karena beberapa keluarga mungkin ingin menutupi keterbatasan anggota keluarganya, karena dengan adanya kartu penyandang disabilitas maka akan memaksa keluarga untuk mendata anggotanya yang difabel, maka apakah tidak akan timbul hambatan. Kemudian dalam hal pendidikan dasar dan menengah sepertinya tidak ada masalah, namun pada pendidikan tinggi dan SMA akan sulit menetapkan persamaan bagi penyandang difabel. Kemudian, regulasi seperti apa yang tidak mendiskriminasi tetapi tidak membahayakan juga. Lalu Ledia menanyakan haruskah ada pemberatan sanksi bagi pelanggar yang seharusnya melindungi penyandang difabel.

Abdul Fikri dari Jateng 9: Abdul meminta masukan bagian mana dari draft yang ingin dijadikan peraturan pemerintah karena dengan adanya RUU penyandang disabilitas ini pemerintah pusat dan daerah akan ngeri karena dapat memberikan sanksi pada mereka.

Iqbal Romzi dari Sumsel 2 : Iqbal menilai masih ada masyarakat yang mempunyai stigma negatif terhadap penyandang disabilitas, tetapi kepedulian terhadap mereka juga semakin tinggi.

Tanggapan Mitra

Reasonable Adjustment itu adalah akomodasi atau penyesuaian yang dibutuhkan oleh difabel untuk mampu beraktivitas dimana tanpa hal itu dia tidak mampu membantu dirinya dan orang lain. Misalnya pertambahan waktu ketika ujian bagi mereka yang bersekolah dan komputer bicara bagi yang tuna netra. Intinya apapun yang mampu membantu penyandang disabilitas untuk melakukan aktivitas. UU harus dibuat sedetail mungkin dikarenakan negara ini terlalu terpaku pada hukum tertulis. Sehubungan dengan kewajiban penyandang disabilitas, tidak ada urgensinya kewajiban dicantumkan dalam UU. Kewajiban penyandang disabilitas sama dengan warga negara lain. UU ini ada karena hak penyandang disabilitas tidak terpenuhi, padahal yang membuat disabel adalah sikap mendiskriminasi dan lingkungan yang tidak ramah. Maka yang seharusnya diperbaiki adalah masyarakatnya, bukan penyandang disabilitasnya. Masalah pendidikan, mereka hanya meminta dibukakan kesempatan, mereka cukup tahu diri untuk tidak mengambil jurusan yang akan membahayakan. Penyandang disabel tidak boleh dibatasi dan itu diawali dari segi pendidikan.

Alasan dari keinginan dihapuskannya tes psikologi adalah tes psikologi menolak orang-orang difabel untuk dapat bekerja, tes psikologi jelas-jelas mendiskriminasi. Orang-orang difabel hanya perlu obat dan dukungan sosial. Ada stigma bahwa penyandang disabilitas mental akan membahayakan orang lain, tetapi hal itu tidak pernah terbukti karena sebagian besar mereka adalah korban kekerasan bukan pelaku. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kemudian menambahkan bahwa memang harus ada sanksi minimal dan sanksi pemberat bagi orang-orang yang seharusnya melindungi tapi justru melanggar, walaupun pelaku merupakan orang-orang dengan disabilitas. Sebagai tambahan, mereka menolak untuk menggabungkan Kartu Tanda Penyandang Disabilitas dengan BPJS Kesehatan karena fungsinya yang berbeda.

Kedua Himpunan pernah melakukan audiensi dengan Menteri Tenaga Kerja dan hasilnya baik sekali. Menteri BUMN juga menyuruh untuk mempekerjakan orang-orang dengan disabilitas, yang penting ada good will, understanding dan sikap.

Untuk melihat rangkaian livetweet silakan kunjungi: http://chirpstory.com/li/269563

Sumber gambar: http://inzpirasikuw.blogspot.com/2015/03/diskriminasi-penyandang-disabilitas.html

wikidpr/nm