Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(tempo) Hari Ini Pramono Anung Temui Juru Runding Pihak KMP

12/12/2018



Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung, siang ini menemui juru runding koalisi Prabowo. Namun, Pramono enggan menyebut tempat negoisasi berlansung. Mereka bakal membahas kesepakatan koalisi Jokowi yang dibahas di rumah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar Menteng, Selasa, 11 November 2014, dengan kubu partai pendukung Prabowo-Hatta dalam pemilihan presiden Juli lalu.

"Ada empat poin utama yang disepakati para ketua umum partai pemerintah," kata Pramono di Kompleks Parlemen, Rabu, 12 November 2014.

Kesepakatan itu antara lain, pertama, persetujuan antarjuru runding--Pramono dan Olly Dondokambey dari koalisi Jokowi, serta Hatta Rajasa dan Setya Novanto dari koalisi Prabowo--mengenai jumlah alat kelengkapan dewan. Yang kedua, mengenai pintu masuk untuk menyelesaikan seluruh persoalan keruwetan di DPR. "Akan masuk lewat Badan Legislasi.

Ketiga berkaitan dengan waktu. Pramono mengatakan sebelum 5 Desember segala polemik di DPR harus rampung. "Karena itu adalah berakhirnya masa reses," kata Pram.

Terakhir berkaitan dengan adanya beberapa pasal dalam UU MD3 yang dianggap bisa membahayakan sistem presidensial. Para ketua umum partai pendukung Jokowi meminta Pramono membicarakan dengan temen-temen di Koalisi Merah Putih. "Pasalnya rahasia," kata dia.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat Johnny G. Plate mengatakan Undang-Undang tentang DPR, DPD, DPRD, dan MPR, serta Tata Tertib DPR memuat skenario menerapkan prinsip pemerintahan parlementer. Yang kami bahas, kata dia, bukan hanya pada pembagian alat kelengkapan dewan. "Tapi mengembalikan pemerintahan dengan sistem presidensial," kata Johnny di Senayan, Rabu, 12 November 2014.

Johnny mencontohkan, misalnya, Pasal 98 UU MD3 ayat 6, disebutkan keputusan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah. Keputusan itu wajib dilaksanakan oleh pemerintah.

Pasal 7 mengatakan apabila pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 6, komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan.

Pasal 8 menyebutkan DPR dapat meminta presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 6.

Ia menyebut Pasal 98 ini meletakkan komisi setingkat dengan pemerintah. Padahal, kata dia, komisi adalah sub dari institusi DPR. Menurut dia, pasal ini juga bisa sebagai pintu masuk Dewan melakukan impeachment. "Ketua Umum pendukung Jokowi sepakat pasal ini dihapus."