Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Tempo.co) Menangkan MEA, Jokowi: RI Perlu 5,8 Juta Pengusaha Muda Baru

12/12/2018



TEMPO.COJakarta - Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia membutuhkan 5,8 juta pengusaha muda baru apabila ingin memenangkan kompetisi di era pasar tunggal Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Pasalnya, jumlah pengusaha yang ada saat ini jumlahnya baru mencapai 1,56 persen padahal standari bank dunia menyaratkan 4 persen. Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat membuka Jambore Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Perguruan Tinggi Se-ASEAN 2016 di Kampus Telkom University, Bandung, Senin, 23 Mei 2016.

Hadir pada kesempatan itu sejumlah pimpinan negara seperti Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. "Menuju 2 persen kita masih butuh 1,7 juta pengusaha. Menuju 4 persen kita butuh 5,8 juta pengusaha muda," kata Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu juga menyampaikan mengenai Index Daya Saing Global di 10 negara Asean yang mencatat bahwa Singapura berada di peringkat pertama dengan 5,68 persen, Malaysia 5,23 persen, Thailand 4,64 persen, dan Indonesia 4,52 persen. Artinya, menurut Presiden Jokowi, masih banyak yang perlu diperbaiki di negeri ini.

Adapun yang paling dianggap membebaninya adalah peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) yang menempatkan Singapura diurutan pertama. Pada tahun sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 120 dan tahun ini naik menjadi 109. Tahun depan ditargetkan agar bisa masuk peringkat 40. "Jangan ditepuk tangani dulu. Masih 109. Malaysia sudah nomor 18. Thailand 49, Vietnam 90. Karena keruwetan ngurus izin bagi pengushaa pemula dan saya sudah perintahkan kepada menteri tahun depan harus capai ke 40," ujarnya.

Lebih lanjut dia pun memberikan wejangan kepada para calon pengusaha untuk tidak banyak pertimbangan ketika memutuskan berusaha karena yang lebih penting adalah punya keberanian dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Karena banyak ketakutan itulah yang menyebabkan kenapa di Indonesia baru 1,6 persen. "Tapi, modal semangat saja tidak cukup. Sekarang ini dunia cepat berubah dalam hitungan detik. Kemajuan teknologi seolah tanpa batas. Kita tahu sekarang berjualan sudah tidak langsung di pasar atau di mall tapi e-commerce. Dari yang mulai internasional sampai yang domestik," ujarnya.

Selain kemajuan teknologi, juga rantai pasok bahan baku yang tidak bisa ditahan. Apalagi dengan media sosial menjadi sangat terbuka dan cepat tersajikan. Dalam situasi seperti ini pilihannya hanya ada dua terbuka atau menutup diri.

Negara lain pun sama pilihannya. Baginya, pilihannya hanya satu harus berani terbuka dan harus yakin bahwa dengan terbuka itu menjadi lebih baik. Artinya, pengusaha harus berani berkompetisi. Para pengusaha muda Indonesia bukan gampang menyerah dan jago kandang. "Petarung tangguh dan siap pemenang bukan pecundang. Ditingkat Asia, kita lihat setiap dua bulan ketemu baru dua hari ketemu di Rusia selalu bergandengan tangan sebagai kawan di Asean. Tapi, meskipun bergandengan saya ingatkan bahwa mereka adalah pesaing kita," kata Presiden Jokowi.

Sementara itu, Ketua Hipmi Bahlil Lahadalia menyarankan, agar perguruan tinggi tidak terlalu fokus dengan output pada ijazah dan menjadikan mereka sebagai pekerja. Seharusnya, perguruan tinggi mampu melahirkan banyak kaum intelektual yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan.

Berdasarkan survei yang dilakukan dari total mahasiswa dari Aceh sampai Papua yang mencapai 5 juta orang. Diketahui bahwa 83 persen dari mereka ingin menjadi karyawan, 4 persen berwirausaha, dan selebihnya LSM dan politisi. Berdasarkan survei yang dilakukannya, jumlah pengusaha Indonesia baru mencapai 1,56 persen. Padahal Singapura sudah 7 persen, Malaysia 5 persen, Thailand 4,5 persen Vietnam 3,6 persen. Untuk memenuhi angka minimal 2 persen Indonesia butuh 1,7 juta pengusaha muda.

"Bayangkan bangsa ini mau jadi apa ke depan. Kesadaran nasional bahwa bangsa Indonesia butuh entrepreneur yang cerdas. Tentunya harus ada sinergi antara kampus dan perguruan tinggi," tutur Presiden Jokowi.