Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Rencana Perubahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia - Rapat Pleno Baleg dengan Ombudsman RI

Tanggal Rapat: 30 May 2023, Ditulis Tanggal: 9 Jun 2023,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Ombudsman RI (ORI)

Pada 30 Mei 2023, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI melaksanakan Rapat Pleno dengan Ombudsman RI tentang Rencana Perubahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Abdul Wahid dari Fraksi PKB dapil Riau 2 pada pukul 13.50 WIB. (Ilustrasi: Panrita news)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ombudsman RI (ORI)
  • Pengalaman perjalanan Ombudsman sudah masuk tahun ke-23 dan memberikan pengalaman pimpinan telah berganti empat kali.
  • Berkenaan dengan itu, sebenarnya kami Pimpinan generasi ke-empat ini meneruskan ide mengenai usulan perubahan UU dari pimpinan periode 2016-2021 yang di bawah koordinasi Bapak Amzulian Rifai.
  • Pada tahun 2019, draft RUU Ombudsman sudah masuk di Badan Legislasi atau lewat Badan Keahlian DPR-RI dan kami juga mengucapkan terima kasih bahwa RUU Ombudsman ini menjadi salah satu RUU prioritas. Oleh karena itu, kami berharap bahwa RUU ini bisa segera kita bahas dan bisa menjadi satu hasil yang optimal sehingga peranan di masa mendatang semakin baik.
  • Pertanyaan pertama, apakah ada tugas/kewenangan yang belum diatur atau perlu dikuatkan pada UU di dalam mendukung peningkatan kinerja Ombudsman:
    • Investigasi atas Prakarsa Sendiri (IAPS) pada Pasal 7 huruf d lebih tepat ditempatkan sebagai wewenang dan bukan tugas untuk menindaklanjuti maladministrasi.
    • Pemanggilan seringkali terlapor yang dilaporkan masyarakat terkait dengan pengaduan mengenai penyelenggaraan pelayanan publik kurang memperhatikan atau tidak mengindahkan apa yang menjadi pemanggilan yang dilakukan oleh Ombudsman untuk kepentingan penyelesaian laporan maupun klarifikasi maupun mediasi misalnya. Ada pengalaman bahwa ketidakhadiran ini memang oleh UU telah difasilitasi berupa kewenangan untuk melakukan pemanggilan secara paksa tetapi kewenangan ini perlu didukung oleh instrumen penegakan yang lebih kuat karena di dalam UU, Ombudsman boleh memanggil secara paksa apabila telah 3 kali dipanggil oleh Ombudsman dan tidak hadir maka dilakukan pemanggilan secara paksa melalui bantuan pihak Kepolisian. Kewenangan ini jarang kita gunakan tetapi karena ada kendala meskipun kita telah membuat satu MoU dengan Kepolisian tetapi kalau yang dipanggil dari pihak kepolisian seringkali juga tidak bisa dipenuhi dan justru kemudian ada persoalan ego sektoral mengenai kewenangan Ombudsman dalam memanggil orang secara paksa.
    • Dalam Pasal 8, perlu ditambahkan tiga kewenangan baru Ombudsman yaitu memberikan opini pengawasan dan tindakan korektif terhadap instansi terlapor; meminta laporan terkait laporan hasil pemeriksaan; dan mempublikasikan tindakan korektif yang tidak dilaksanakan dalam waktu yang cukup.
  • Kita berharap bahwa produk Ombudsman diakui atau disebutkan di dalam UU tidak hanya rekomendasi tetapi termasuk tindakan korektif itu di dalam penyelesaian laporan masyarakat.
  • Dalam konteks pencegahan maladministrasi, selain melakukan pendampingan, pelatihan, workshop, dan sebagainya kita juga melakukan penilaian terhadap pemenuhan standar pelayanan publik yang kita terbitkan dalam bentuk opini pengawasan.
  • Opini pengawasan memang belum menjadi produk yang diterima dan kita harapkan bahwa opini pengawasan nanti menjadi salah satu pertimbangan misalnya seperti produk dari BPK yang setiap tahun menerbitkan WTP atau disclaimer.
  • Ombudsman juga diharapkan ke depan untuk aspek pencegahan maladministrasi melakukan penilaian terhadap standar pelayanan publik, dimana sejak tahun 2014 sampai tahun yang sedang berjalan, kita melakukan Survei Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik yang setiap tahun kita informasikan dan publikasikan kepada penyelenggara pelayanan publik untuk menerima hasil penilaian tentang penilaian standar ini. Ini juga masuk prioritas nasional dimana Ombudsman ditugaskan untuk memberikan penilaian tentang standar.
  • Ke depan, Ombudsman ingin meningkatkan survei kepatuhan ini menjadi opini pengawasan sehingga hasil dari penilaian kami tentang pemenuhan standar ini tidak hanya bisa memperbaiki birokrasi dan perilaku tetapi memperbaiki juga kualitas pelayanan di pemerintahan baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
  • Mengenai syarat Pasal 18 huruf a, kami usulkan diubah menjadi berusia paling rendah 45 tahun dan paling tinggi 65 tahun. Pasal 19 huruf d diubah menjadi "memiliki pengetahuan tentang Ombudsman dan pelayanan publik".
  • Terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota Ombudsman yang meninggal dunia atau berhalangan tetap belum terdapat ketentuannya dalam UU Ombudsman eksisting.
  • Calon anggota Ombudsman yang semula adalah Aparat Sipil Negara (ASN) perlu Pemberhentian Sementara sebelum diangkat menjadi Anggota Ombudsman, hal ini belum ada ketentuan dalam UU Ombudsman.
  • Ombudsman memiliki 2 jenis kepegawaian yaitu pegawai tetap Ombudsman (PP 64/2012) dan ASN untuk dukungan manajemen (aturan Sekjen). Terjadi dualisme jenis kepegawaian karena ada 2 aturan maka perlakuannya berbeda.
  • Persoalannya adalah jaminan mengenai status kepegawaian dan kesejahteraan dari Asisten Ombudsman. Dimana pola rekrutmennya mirip dengan ASN lewat bantuan dari BKN dan KemenpanRB, mulai dari perencanaan jumlah pegawai yang boleh direkrut, pembinaan, dan penjenjangan. Sampai saat ini, jaminan kesejahteraan Asisten Ombudsman masih dibawah ketentuan ASN, baik gaji pokok maupun tunjangan.
  • Kita belum memiliki jabatan fungsional jika dijadikan ASN karena jenis jabatan fungsional yang sedang disusun di Ombudsman sekarang itu adalah sebagai pengawas pelayanan publik, auditor pelayanan publik, mediator sengketa pelayanan publik dan ajudikator sengketa pelayanan publik.
  • Kita sedang menyusun tetapi untuk mengajukan itu perlu waktu yang lama karena perlu persetujuan dari pihak Menpan RB. Jika nanti disetujui sebagai ASN tentu kita berharap bahwa itu tidak seperti yang terjadi di KPK yang kemudian menimbulkan polemik dan banyak beberapa pegawai yang tidak bisa dilanjutkan sebagai pegawai Ombudsman.
  • Opsi yang kedua adalah dijadikan jenis pegawai PNS khusus seperti misalnya Kejaksaan atau pengadilan atau BPK dimana status kepegawaiannya adalah pegawai khusus.
  • Opsi yang ketiga adalah pegawai tetap non ASN. Kalau disebut pegawai tetap non ASN berarti nanti ada dua jenis kepegawaian yaitu ASN dan pegawai tetap non ASN.
  • Dalam pelaksanaan pelaporan menurut undang-undang kami diberikan mandat untuk memberikan laporan yaitu laporan untuk laporan triwulan kemudian laporan tahunan dan laporan khusus itu kepada Presiden dan kepada DPR.
  • Berkaitan dengan laporan ini, karena begitu luas dari kewenangan Ombudsman ini sebenarnya ada harapan bahwa hasil-hasil yang ditemukan oleh Ombudsman itu bisa disampaikan kepada tidak hanya komisi dua sebagai mitra tetapi kepada seluruh komisi yang ada di DPR-RI.
  • Berkaitan dengan jenis laporan yang di tugaskan kepada Ombudsman itu memang masih ada tiga jenis laporan, selain juga kadang kita memberi laporan khusus atau menyampaikan pemberian saran kepada Presiden/Gubernur/Menteri.
  • Di dalam sistem mekanisme penyelesaian laporan masyarakat, di Ombudsman telah memiliki pola yang sudah sudah mulai tertata antara jenis laporan. Kita bedakan antara laporan jenis ringan, sedang dan berat.
  • Berkaitan penataan kelembagaan Ombudsman di daerah. Penataan kelembagaan Ombudsman di daerah ini masih bersifat mutatis mutandis tetapi sudah kita bentuk di setiap tingkat provinsi.
  • Di sana kita tugaskan namanya kepala perwakilan dan juga keasistenan dan pemeriksaan, keasistenan pencegahan maladministrasi dan keasistenan bidang supervisi laporan.
  • Jumlahnya masih sangat terbatas karena tiap provinsi kita memiliki SDM maksimal itu 25 orang untuk provinsi yang padat seperti di Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa timur, Sumatera Utara. Di daerah yang provinsinya kecil itu 12 -15 orang. Oleh karena itu memang ini perlu penegasan karena di dalam undang-undang misalnya Pasal 43 ayat 1 UU nomor 38, Ombudsman dapat dibentuk di daerah apabila dipandang perlu.
  • Mohon nanti diharmonisasikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dimana di dalam pasal 46 disebutkan bahwa perwakilan wajib dibentuk.
  • Berkaitan dengan keorganisasian kita harapkan adanya dukungan kelembagaan di mana tidak hanya di tingkat perwakilan tetapi juga di tingkat pusat. Sementara ini kami tidak memiliki pejabat Eselon 1 itu lebih 1. Hanya Sekjen yang Eselon 1. Kemudian belum memadai untuk dukungan anggaran sehingga optimalisasi kerja kita juga masih sangat terbatas.
  • Tentang pelaksanaan kode etik. Sudah ada aturan di internal kami di dalam PO Nomor 40 Tahun 2019. Secara pelaksanaan, kami ini sudah berjalan dengan baik meskipun sifatnya ad hoc. Kendalanya adalah susunan kelembagaan ad hoc, tidak tersedia anggaran dan SDM penegakan integritas. Untuk itu, perlu pengaturan mengenai Majelis Kehormatan Ombudsman yang berfungsi terkait penegakan kode etik dan kode perilaku.
  • Terkait dengan status hasil pengawasan Ombudsman. Hasil pengawasan Ombudsman itu banyak produk yang kita keluarkan adalah laporan hasil pemeriksaan berupa tindakan korektif. Terkait dengan laporan penyelesaian Laporan masyarakat dan pencegahan administrasi yang kita harapkan tidak hanya yang mengikat tapi termasuk tindakan korektif.
  • Mengenai pola kerja kami tentang komunikasi koordinasi dan kolaborasi. Lembaga lain ini terus kita lakukan lewat pola-pola yang tadi sudah kami singgung misalnya dengan Kementerian/lembaga dan daerah itu melalui mekanisme pendampingan dan juga kerjasama lewat MOU.
  • Termasuk juga ketika adanya penilaian kepatuhan kita juga dilibatkan di dalam pengaduan yang diselenggarakan oleh Kemenpan RB, Menkominfo, dan KSP tentang SPAN-LAPOR. Kemudian dengan seluruh pemerintah daerah di kabupaten kota maupun provinsi kita juga membuat satu kerja sama melalui Kerangka kerja pencegahan mal administrasi dan Pendampingan untuk penguatan peningkatan kualitas pelayanan publik.
  • Hal-hal apa saja yang dikehendaki lembaga lain untuk dilakukan oleh Ombudsman dalam meningkatkan kinerja. Ombudsman membantu memperkuat sistem penanganan pengaduan masyarakat di internal Kementerian lembaga dan daerah. Kemudian berdasarkan temuan lembaga administrasi negara sebagai masukan perbaikan struktur organisasi, hasilnya kita realisasikan dalam bentuk pembidangan di internal kami melalui keasisten non-keasistenan bidang. Kemudian permintaan dari Kementerian lembaga dan daerah terkait dengan rekam jejak pejabat publik dalam pelayanan publik. Kemudian beberapa perguruan tinggi menghendaki Ombudsman untuk memiliki kewenangan eksekutorial. Kemudian pembentukan perwakilan Ombudsman sampai kab-kota. Sosialisasi meluas dan menjangkau seluruh masyarakat.























Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan