Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan terhadap Penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), dan Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI)

Tanggal Rapat: 14 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 18 Nov 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), dan Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI)

Pada 14 November 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), dan Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI) dalam rangka Masukan dan Pandangan terhadap Penyusunan RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law). RDPU ini dibuka oleh M. Nurdin dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) dapil Jawa Barat 10 pada pukul 13:21 WIB. (Ilustrasi: hukumonline.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), dan Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI)

Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI):

  • Tiga masalah klasik yang ada di dunia pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini yang pertama adalah masalah produksi atau kuantitas, yang kedua adalah maldistribusi, dan yang ketiga adalah kualitas dokter dan dokter spesialis.
  • Terkait dengan masalah ini bukan saja masalah dari dunia pendidikan. Sebab, kalau kita berbicara maldistribusi artinya distribusinya itu hanya di kota-kota besar.
  • Ini tentu terkait dengan bidang-bidang lain yang terkait dengan Kemenkes dan Kemendagri yang akan menjadi pengguna dari lulusan-lusan yang kami hasilkan baik itu dokter maupun dokter spesialis bahkan dokter sub spesialis untuk bisa bekerja sama di dalam proses distribusinya.
  • Oleh karena itu, AIPKI menyampaikan multisektor. AIPKI saat ini sedang melaksanakan bersama-sama dengan Kemenkes yaitu dengan konsep Academic Health System (AHS).
  • Sebuah kerjasama antara Fakultas Kedokteran dalam hal ini universitasnya sekaligus juga bersama-sama dengan rumah sakit pendidikan dalam hal ini adalah milik Kemenkes, Pemprov, Pemda, maupun swasta.
  • AIPKI menghasilkan lulusan pendidikan dokter maupun dokter spesialis yang memang betul-betul sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat.
  • Pertanyaannya apakah Indonesia ini kekurangan dokter. Ini tergantung rasio yg dipakai. Kalau bicara dokter umum, jumlah populasi penduduk di Indonesia 270 juta, kalau memakai rasio 1 dokter untuk 1.000 penduduk, maka Indonesia memerlukan 270 ribu dokter.
  • Lalu, berapa jumlah dokter Indonesia. IDI mengatakan sekitar 170.000 dokter, maka Indonesia kekurangan 100.000 dokter, tetapi kalau AIPKI memakai data yang teregistrasi di KKI sekitar 140.000, maka kita akan kekurangan 130.000 dokter umum.
  • Pertanyaan selanjutnya adalah berapa rasio yang AIPKI pakai. Malaysia memakai sekitar 2,3 dokter di antara 1.000 penduduk, Filipina 1,3, dan Thailand 0,8 kurang dari 1. Jika Indonesia jumlah dokternya 140.000, maka kira-kira 0,5.
  • Yang sebenarnya menjadi problem utama adalah maldistribusi. Oleh karena itu, melakukan upaya peningkatan produksi jangan dilupakan tentang distribusi yang harus dikerjakan.
  • Jika menoleh pada tahun 1990 pada waktu itu lulus langsung diangkat sebagai ASN. Bekerja di daerah-daerah terpencil hanya 1 tahun. Lulus spesialis pun tetap mengabadikan diri di daerah.
  • Pertanyaannya, apakah bentuk-bentuk yang demikian masih cocok. Tentu ini harus mengalami kajian, karena data yang ada sampai sekarang ini dokter-dokter banyak berkumpul di kota-kota besar.
  • SKB 2 menteri yang ditandatangani pada 12 Juli kemarin itu lebih ke arah produksi. Oleh karena itu, kami mengusulkan sebenarnya kalau bisa ada SKB 3 menteri dengan Kemendagri agar lulusan ini bisa dimanfaatkan walaupun tidak seperti dulu harus diangkat sebagai dokter ASN, tetapi mungkin sebagai bentuk dari pengabdian seorang dokter yang sudah disekolahkan oleh negara mereka harus mengabdi di masyarakat.
  • Kondisi yang terkait dari produksi dokter spesialis yang kita masih mengacu 1:100.000. Di Indonesia kira-kira ada sekitar 40.000 dokter spesialis, namun belum terdistribusi merata, masih banyak di kota-kota besar saja.
  • Indonesia pun juga harus memikirkan dengan adanya kemungkinan masuknya dokter asing di Indonesia pada tahun 2025.
  • Data menunjukkan bahwa dokter spesialis itu hanya terdistribusi di kota-kota besar. Di daerah yang kelebihan 26-47% itu adalah Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Yogyakarta, Bali, dan DKI Jakarta. Sementara, NTT, Maluku, Lampung, dan sebagainya kekurangan dan berada di bawah garis merah.
  • Jadi, ini bukan produksinya saja, tetapi distribusinya. Hal ini perlu keberpihakan kita agar daerah-daerah yang kurang dokter spesialis harus terdistribusi.
  • AIPKI mengusulkan dokter2 spesialis diberikan beasiswa dan setelah itu mereka hrs mengabdi sekian tahun di daerah-daerah yang kekurangan dokter spesialis. Itu adalah sebuah solusi yang menunjukkan keberpihakan kita di dalam distribusi dokter spesialis.
  • Dari 92 Fakultas Kedokteran yg memproduksi Program Dikdok Spesialis itu hanya 20. 92 Fakultas Kedokteran ini tidak semuanya siap untuk memproduksi dokter spesialis. Mereka mungkin hanya siap untuk mendidik atau memproduksi dokter umum saja.
  • Data di tahun 2022, jumlah Fakultas Kedokteran di Indonesia sudah 92. Di India itu ada 382, tapi ternyata banyak dokter di sana yang bekerja bukan sebagai dokter. Justru malah menjadi sopir taksi dan lain sebagainya.
  • Brazil yang jumlah penduduknya 209 juta, sudah ada 211. China yang jumlah penduduknya milyaran, jumlah fakultas kedokterannya hanya dua kali lipat dari kita. Padahal, jumlah penduduknya itu mungkin empat kali lipat dari kita.
  • Jumlah Fakultas Kedokteran di Indonesia rasanya tidak terlalu kurang. Mungkin juga distribusi dari Fakultas Kedokteran banyak di Jawa. Ada beberapa provinsi yang tidak ada Fakultas Kedokteran.
  • Hal ini yang mungkin menjadi prioritas kita untuk pendirian Fakultas Kedokteran di daerah-daerah atau provinsi-provinsi yang memang kekurangan atau belum ada fakultas kedokterannya.
  • Kualitas dari 92 Fakultas Kedokteran ini tentu ada yang terakreditasi a, b, dan c. Hal ini menunjukkan bahwa kita masih banyak retaker. Retaker itu adalah mereka yang belum lulus ujian kompetensi pendidikan dokter atau ujian nasional.
  • Indonesia masih mempunyai PR masih 3.000-an yang retaker. First taker adalah yang pertama kali mengikuti ujian negara sekitar 2000-an, retaker ujian ke-2 dan yang lebih dari 3 kali itu kira-kira 1.000.
  • Jadi, kalau 3.000 yang mau ujian, yang 1.000 itu adalah yang retaker atau mengulang. Bahkan, ada yang mengulang sampai 28 kali. Jika 1 tahun ada 4 kali ujian, mereka itu sudah mengulang 7 tahun belum lulus.
  • Hal ini menunjukkan memang masih ada beberapa Fakultas Kedokteran yang mungkin perlu pembenahan lebih jauh, sehingga kualitas proses pendidikannya tidak berbeda dengan yang lainnya.
  • AIPKI terus merangkul dan berusaha agar fakultas-fakultas kedokteran memiliki kualitas yang beragam. Menjawab pertanyaan kenapa 92 Fakultas Kedokteran hanya 20 yang mendidik Pendidikan Dokter Spesialis, karena sebagian masih belum siap untuk melaksanakan proses pendidikan spesialis. Jika dipaksakan tentu akan mengkhawatirkan prosesnya maupun kelulusannya.
  • Hal yang harus dilakukan di dalam satu proses pendidikan. Seleksi masuk Fakultas Kedokteran itu sangat penting. Jika inputnya kurang atau secara akademik tidak cukup untuk proses pendidikan, maka akhirnya prosesnya akan lama.
  • Saat mereka ujian negara banyak yang retaker. Kita harus jujur di dalam proses inputnya. Pengembangan Fakultas Kedokteran harus menjadi prioritas. Teknologi terus berkembang.
  • Salah satu pengurus yang ada di AIPKI datang di Fakultas Kedokteran yang ada di Papua. Ternyata, fasilitas untuk ujian CBT-nya itu peralatan komputer yang tahun 2010. Ini harus terus kita perbaiki kondisi-kondisi yang jauh dari pusat.
  • Kurikulum harus berkembang dan kita harus mengikuti perkembangan kurikulum. Teknologi kita manfaatkan. Kita sudah banyak belajar dari Covid-19 banyak yang kita lakukan dengan telemedicine.
  • Suasana pendidikan harus kita tingkatkan agar terjadi proses pendidikan yang semakin lama semakin baik.
  • Kekurangan produksi perlu disikapi dengan tepat melalui program yang sudah ada tanpa mengurangi kualitas dari produksi. Kami sudah bekerja sama dengan Kemenkes untuk membahas penambahan produksi melalui Academic Health System.
  • Di Indonesia ini ada 6 wilayah Health System, mulai dari wilayah Sumatera Selatan, Papua, Kalimantan, Makassar, Maluku, dan Sulawesi Selatan. Kita sdh melakukan suatu rapat untuk bisa melaksanakan peningkatan produksi Academic Health System.
  • Perlunya menambah rumah sakit pendidikan dengan kolaborasi universitas dan rumah sakit yang telah teruji. Belum semua rumah sakit pendidikan ini betul-betul siap dengan SDM-nya sebagai pengajar.
  • Mereka lebih banyak ke arah pelayanannya. Padahal, yang namanya rumah sakit pendidikan selain pelayanan mereka juga harus pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
  • Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus masuk di dalam rumah sakit pendidikan yang jumlahnya sekitar 3.000-an.
  • Kami sudah bekerja sama dgn Panglima TNI utk melaksanakan Program Spesialis Hybrid yaitu dgn UI & UNAIR. Kami melihat rumah sakit AD, AL, dan AU milik TNI ini scr fasilitas, peralatan, dan SDM sdh memadai sehingga kami memakai sistem hybrid.
  • Mereka masuknya melalui FK UNAIR. Di awal2 diajari utk pendahuluan. Kemudian, ditempatkan lebih lama kira-kira 80% waktunya itu di RSPAD Gatot Subroto dan RSPAL Ramelan Surabaya. Setelah mau lulus kembali lagi untuk penelitian dan ujiannya.
  • Ini sebenarnya hospital based, tetapi karena aturan regulasi di Indonesia bahwa pelaksanaan proses pendidikan harus di institusi pendidikan. Oleh karena itu, jalan yg kami tempuh adalah kombinasi. Hal ini agar produksi kita bisa lebih banyak.
  • Mutu RS tidak dapat berdiri sendiri mengampu pendidikan Profesi Kedokteran. Jadi, modul pendidikan & kurikulum diampu oleh kolegium dokter. Kolegium ini mrpkn kumpulan dari ketua prodi sebagi penjaga mutu, menentukan kurikulum, dan model ujiannya.
  • Perlu kita sampaikan bahwa proses pendidikan dokter ini bukan saja hanya mampu mengetahui tentang teknik-teknik mendiagnosa dan mengobati, tetapi masalah etika juga tidak kalah pentingnya.
  • Inilah yang tentu proses pendidikan dokter ataupun dokter spesialis, dokter gigi, maupun dokter gigi spesialis tidaklah sederhana. Jadi, yang kita ajarkan selain yang berkaitan dengan keterampilan medis, tapi hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah etika dan kemauan untuk bisa berbuat lebih banyak kepada negara juga perlu kita ajarkan.
  • AIPKI sering menyampaikan kepada anak didik kami bahwa proses pendidikan dokter itu bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi tanggung jawab memajukan negara. Itu merupakan salah satu tugas bagi seorang dokter.
  • Diperlukan duduk bersama Kemendikbud sebagai pengampu pendidikan SDM kesehatan, Kemenkes menggunakan SDM kesehatan, dan masyarakat kolegium serta organisasi profesi harus bersama-sama melakukan penjagaan mutu terhadap lulusan yang dihasilkan oleh FK.
  • Di Indonesia ini memiliki kira-kira 3.115 rumah sakit, 61,6% diantaranya adalah rumah sakit swasta dan 38% Pemerintah. Sebanyak 422 rumah sakit sudah menjadi rumah sakit pendidikan, tetapi yang sudah dilakukan visitasi masih sekitar 150-160.
  • Hal ini yang menjadi pertanyaan kita untuk menjadi rumah sakit pendidikan berarti bukan hanya memberikan suatu pelayanan, tetapi mampu mendidik.
  • Jika mampu mendidik, harus ada dokter-dokter yang mampu atau bersertifikasi sebagai pendidik, bukan saja sebagai pemberi pelayanan untuk pengabdian masyarakat dan penelitian.
  • Jalan keluarnya adalah mengangkat mereka sebagai dosen dengan nomor induk khusus atau yang kita kenal dengan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK). Namun, NIDK bukan saja hanya memberi pelayanan, tapi mereka harus mampu untuk mendidik, meneliti, dan memberikan pengabdian masyarakat.
  • Kriteria rumah sakit pendidikan:
    • tercapainya tujuan pendidikan;
    • tersedianya berbagai bentuk pengalaman belajar;
    • iklim kondusif untuk proses pembelajaran;
    • rasio staff dan pasien yang cukup; .
    • sikap positif pimpinan dan staf rumah sakit;
    • RS bersedia menerima perkembangan baru dan maju;
    • terdapat fasilitas penelitian medik; dan
    • tersedia perpustakaan yang profesional.
  • Hal ini menjadi pendukung bagi rumah sakit untuk produksi dokter maupun dokter spesialis. Agar maldistribusi ini terselesaikan, tugas Kemendikbud sebagai produsen menguatkan kapasitas universitas dan rumah sakit pendidikan di seluruh wilayah Indonesia terutama untuk daerah yang tampak secara nyata masih kekurangan. Ini sudah banyak kita bahas di Academic Health System.
  • Tugas Kemenkes sebagai pengguna adalah memastikan kesejahteraan dari dokter spesialis yang ditugaskan, karena ketimpangan kesejahteraan adalah faktor utama dari maldistribusi tersebut.
  • AIPKI memahami bahwa mereka tidak mungkin sampai bertahun-tahun bahkan sampai pensiun berada di daerah terpencil. Mereka juga memerlukan pendidikan bagi putra-putrinya. Hal ini mungkin menjadi suatu solusi.
  • Kemendagri sebagai pengampu Pemda membantu untuk distribusinya. Jadi, di awal AIPKI mengusulkan adanya SKB 3 Menteri.
  • Usulan AIPKI untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis. Skema 1 seperti UI, UNPAD, UGM UNAIR, UNHAS, dan USU bisa ditingkatkan jumlah produksinya. Skema 2 kita mengampu beberapa rumah sakit dan fakultas yang sudah mempunyai jumlah prodi spesialis, tapi kurang banyak. Semakin banyak jenis spesialisnya bisa ditambah, maka produksinya akan semakin banyak.
  • Skema 3 mereka-mereka yang belum mempunyai produk spesialis untuk kita ampu memiliki prodi spesialis. Skema 4 seperti yang kami lakukan dengan TNI AD dan AL.
  • Sampai tahun 2024-2025, Fakultas Kedokteran baik negeri maupun swasta sudah ter-skema untuk mendirikan prodi spesialis. Kami perlu dukungan agar Health System bisa kita laksanakan sehingga cakupan dari produksi untuk jumlah dokter spesialis bisa teratasi dengan konsep Health System.
  • Selain mereka diproduksi oleh fakultas kedokteran yang ada di wilayah-wilayah Health System, mereka jug akan bekerja di wilayah-wilayah tersebut. Ada 6 wilayah yang tadi sudah disampaikan.
  • Masalah krusial yang di depan mata dan berlarut-larut karena kurang mendapatkan perhatian adalah maldistribusi dokter spesialis.
  • Meningkatkan produksi dokter spesialis dapat dilalui melalui penerapan AHS. Peran kolegium harus diperkuat dan tidak boleh diambil oleh pihak manapun. Dukungan beasiswa atau penambahan BOPTN untuk mereka-mereka yg sekolah pendidikan spesialis.
  • Mereka begitu selesai harus mengabdi kepada negara pada daerah-daerah terpencil yang sudah diatur oleh Kemenkes dan Kemendagri.
  • Kesimpulan paparan AIPKI:
    • Distribusi lebih urgent. Hrs mendapatkan porsi penyelesaian yang lebih diprioritaskan minimal bersamaan dengan produksi.
    • Kondisi saat ini produksi dokter dan dokter spesialis msh blm terpisahkan dengan universitas.
    • Kondisi fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan belum semuanya siap menjadi rumah sakit pendidikan dokter spesialis.
    • Jalan terbaik meningkatkan produksi dokter spesialis dengan hybrid.
    • Beasiswa calon spesialis ditegaskan harus mengabdi di daerah
    • Memproduksi dokter dan dokter spesialis merupakan tanggung jawab semua pihak
    • Mengingat begitu kompleksnya, selayaknya RUU Pendidikan dikeluarkan dari RUU Kesehatan.

Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI):

  • Yang saat ini urgent adalah mengenai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat baik itu secara promotif, preventif, kuratif, paliatif, atau rehabilitatif.
  • Untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat tentu diperlukan seseorang yang mengerti tentang kesehatan. Salah satunya adalah tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah dokter.
  • ARSPI melihat bagaimana suatu rumah sakit yang dipakai untuk mendidik para calon dokter baik itu dokter umum, dokter spesialis, atau dokter sub spesialis. ARSPI selalu berkolaborasi dengan AIPKI dalam hal tentu Academic Health System (AHS).
  • Saat ini, jumlah RS di seluruh Indonesia baik umum maupun khusus sampai hari ini sekitar 3.117 RS.
  • Dari 3.117 rumah sakit yang dipakai pendidikan ada sekitar 420 rumah sakit. Itu ada rumah sakit kelas A, B, C, dan D di seluruh Indonesia.
  • Dari 420 itu yang sudah ditetapkan sebanyak 207 rumah sakit. Untuk menjadi rumah sakit pendidikan itu harus ditetapkan. Dalam penetapan itu harus divisitasi kemudian dilihat apakah layak menjadi rumah sakit pendidikan atau tidak.
  • ARSPI bekerja sama dengan Kemenkes dan AIPKI untuk melihat rumah sakit tersebut, sehingga yang belum ditetapkan ini sebanyak 213.
  • ARSPI sedang berusaha untuk yang 213 ini segera ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan, karena untuk menghasilkan dokter yang berkualitas dan dapat menjaga mutu serta keselamatan pasiennya tentu harus berada di rumah sakit pendidikan dengan ada dosennya yang mumpuni yang tentu tadi kita bekerja sama dengan AIPKI. Jadi, 1 FK itu harus mempunyai 1 rumah sakit pendidikan utama.
  • Seperti diketahui menurut UU Rumah Sakit atau UU Rumah Sakit Pendidikan bahwa yang dimaksud dengan Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang harus melakukan pendidikan, pelayanan, dan juga penelitian. Jadi, tidak pelayanan saja.
  • Sekarang ini yang sedang digalakkan mengenai fellowship. Itu pasti hospital based di mana pendidikannya hanya 6 bulan.
  • Mengenai distribusi dokter spesialis, di daerah masih banyak sekali dokter-dokter spesialis yang kekurangan.
  • Sekarang sedang dibuka yang namanya adaptasi dokter dari Warga Negara Indonesia yang ada di luar kemudian ditetapkan oleh Menkes dan kemarin baru mulai adaptasi, yaitu dokter spesialis ortopedi sebanyak 3 orang.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan