Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap RUU TPKS - RDPU Baleg dengan Ketua LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Ketua Internasional NGO Forum on Indonesia Development (INFID), dan Ketua Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)

Tanggal Rapat: 24 Mar 2022, Ditulis Tanggal: 28 Feb 2024,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Perwakilan SAFEnet

Pada 24 Maret 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketua LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Ketua Internasional NGO Forum on Indonesia Development (INFID), dan Ketua Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) tentang masukan terhadap RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Rapat dipimpin dan dibuka oleh A. Wahid dari Fraksi PKB dapil Riau 2 pada pukul 13.22 WIB. (Ilustrasi: Jawa Pos)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

NGO INFID
  • INFID melakukan studi penelitian kualitatif dan kuantitatif mengenai persepsi masyarakat terhadap RUU PKS pada tahun 2020. Dari studi tersebut ada beberapa poin bahwa pertama, upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual harus dilakukan secara komprehensif dan holistik. Kedua, memastikan adanya pengaturan RUU TPKS yang mengatur pemulihan bagi korban, terutama pemulihan fisik, psikis dan sosial di dalam pengaturan penaganan kekerasan seksual kedepannya. Ketiga, perbaikan layanan pemulihan korban yang terintegrasi dan terpadu dalam satu atap. mengedepankan upaya pencegahan dan pendekatan restorative justice dalam penanganan pelecehan seksual non fisik dengan memperhatikan Hak korban. Keempat, tidak lagi menunda lagi penyelenggaraan pendidikan hak kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif di semua tingkatan pendidikan. Kelima, Optimalisasi peran pemerintah dengan memperkuat kerja


Perwakilan SAFEnet
  • Kalau misalkan terkait kekerasan seksual berbasis gender online sendiri angkanya selalu meningkat. Baik laporan dari komnas perempuan, LBH APIK Jakarta maupun oleh Safenet terutama sejak tahun 2019 ke 2020 itu peningkatannya sangat signifikan karena kita tahu ada situasi pandemi Covid 19 yang membuat frekuensi dan insensitas penggunaan teknologi semakin meningkat. Khusus di tahun 2021 kami menerima 677 aduan dimana 508 aduan langsung dari korbannya.
  • 75% aduan yang kami terima memang berupa ancaman ataupun penyebaran konten intim non kensensual. Dan dari 508 kasus ancaman / penyebaran konten non kensensual sebenarnya sudah terakomodasi kalau dilihat dari pasal 5 di dalam RUU TPKS.
  • Tetapi kami ingin juga menyoroti bahwa yang namanya kekerasan seksual berbasis online tidak terbatas penyebaran konten intim non konsensual saja. Dia juga dalam bentuk lain. Misalnya bentuk pengawasan, fishing, cyber flashing.
  • Situasi selanjutnya adalah pengancaman. Saat ini yang kita punya UU ITE. Dimana UU ini kalau terkait kekerasan berbasis gender online aparat penegak hukum masih perpegangan kepada pasal 27 ayat 2. Tetapi pasal tersebut tidak memuat ancaman sehingga kerap kali aparat penegak hukum menyampaikan bahwa "tunggu disebar dulu, kalau sudah disebar" kita ngomongin kenten digital jejak digital itu abadi jadi stakenya itu terlalu besar untuk korban kalau dia kontennya harus disebar terlebih dahulu dan ini saya rasa belum terlihat di RUU TPKS.
  • Fokus pada pasal 27 itu bukan pada kontennya tetapi transmisinya, distribusi, akses kepada publiknya. Tetapi aparat penegak hukum masih belum memahami hal tersebut. Karena penekanannya pasa kesusilaan. Kesusilaan itu sudah ada bias gender.



Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan