Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Lanjutan Pembahasan DIM 133, 134, 135, 139, 140, 145, dan 147 RUU tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg dan Tim Pemerintah

Tanggal Rapat: 29 Jun 2020, Ditulis Tanggal: 7 Jul 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Ahli Baleg

Pada 29 Juni 2020, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg dan Tim Pemerintah mengenai Lanjutan Pembahasan DIM 133, 134, 135, 139, 140, 145, dan 147 RUU tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Rapat Panja ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Sulawesi Tengah pada pukul 14:10 WIB. (ilustrasi: kabarjatim.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Ahli Baleg
  • DIM 133 Pasal 6 ayat 1 berbunyi, Koperasi Primer dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) orang. Usulan dari F-PDIP,  F-PKB, dan F-PPP, Koperasi Primer dibentuk oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang, sedangkan usulan dari FP-Golkar dan FP-Gerindra paling sedikit 9 (sembilan) orang.
  • DIM 134, Pasal 6 Ayat 2, berbunyi Koperasi Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi.
    •  Tanggapan Fraksi
      • PDI-P : Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi
      • Partai Golkar : Tidak memberikan tanggapan
      • Partai Gerindra : Koperasi Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 5 (lima) Koperasi.
      • Partai Nasdem : Tetap
      • PKB : Tetap
      • Partai Demokrat : -
      • PKS : Tetap
      • PAN : Tetap
      • PPP : Tetap
  • DIM 135, Penjelasan Pasal 17 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
    • Tanggapan Fraksi
      • PDI-P : Tetap
      • Partai Golkar : Buku daftar anggota koperasi dapat berbentuk dokumen tertulis atau dokumen elektronik.
        • Keterangan (Argumentasi) : proses dokumentasi administrasi dapat lebih teratur dan tersimpan dalam dokumen elektronik yang tidak terdepresiasi dan manajemen koperasi menjadi lebih modern mengikuti era globalisasi
      • Partai Gerindra : Tetap
      • Partai Nasdem : Tetap
      • PKB : Tetap
      • Partai Demokrat : -
      • PKS : Tetap, Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi: (2) perangkat organisasi Koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. (3) selain memiliki perangkat organisasi koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koperasi yang menjalankan usaha dengan prinsip Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.
        • Keterangan (Argumentasi): konsekuensi dari diakomodasikannya prinsip Syariah dalam koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), maka perangkat organisasi perlu disesuaikan dengan menambah Dewan Pengawas Syariah bagi koperasi yang menjalankan usaha koperasi dengan prinsip Syariah.
      • PAN : Hapus. Fraksi PAN menilai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian masih relevan.
        • Keterangan/Argumentasi: Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, (1) anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi, (2) keanggotaan koperasi dicatat dalam buku daftar anggota
      • PPP : Tetap
  • DIM 139 menjelaskan tentang kehadiran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui sistem perwakilan.
    • Tanggapan Fraksi
      • PDI-P : Tidak memberikan tanggapan.
        • Keterangan/Argumentasi: Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindah tangankan. Maka dari itu, perlu penjelasan Pemerintah apakah mekanisme sistem perwakilan dalam rapat anggota karena rentan terjadi manipulasi apabila menyangkut pengambilan keputusan tidak berpotensi penyalahgunaan hak suara dan wewenang anggota koperasi.
      • Partai Golkar : merubah redaksi, (3) Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Partai Golkar juga mengusulkan adanya penambahan ayat setelah ayat (3), yaitu (4) Koperasi Primer yang jumlah anggotanya paling sedikit 500 (lima ratus) orang dan/atau yang mengalami kendala geografis dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui delegasi anggota.
        • Keterangan/Argumentasi: Perkembangan teknologi informasi sangat pekat dan koperasi harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan tersebut. Teknologi informasi khususnya media elektronik telah banyak dimanfaatkan oleh Koperasi dalam usaha dan pelayanan kepada para anggotanya yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan. Selain itu, seperti yang terjadi saat ini, pandemi mengharuskan pembatasan sosial. Oleh karena itu, perlu ada pengaturan yang memberikan peluang kepada Koperasi untuk melakukan Rapat Anggota melalui media elektronik. Koperasi Primer yang telah memiliki anggota diatas 500 orang sering mengalami kendala ekonomi dan ruangan terbatas untuk pelaksanaan Rapat Anggota. Anggota yang tersebar di berbagai wilayah sehingga beberapa koperasi lebih melakukan Rapat Anggota melalui sistem delegasi anggota.
        • Partai Gerindra : Dihapus
          • Keterangan/Argumentasi: Sistem perwakilan tidak sesuai dengan sifat dan watak koperasi sebagai kumpulan orang dan alat perjuangan demokrasi ekonomi. Sistem perwakilan mengurangi semangat gotong royong dan kekeluargaan dalam koperasi.
        • Partai Nasdem: Tetap
        • PKB: Dalam keadaan tertentu, kehadiran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui sistem perwakilan/dan/atau secara virtual. Penjelasan, ayat (3) yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah jika Koperasi Primer memiliki jumlah anggotanya paling sedikit 500 (lima ratus) orang dan/atau yang mengalami kendala geografis dan/atau bencana.
          • Keterangan/Argumentasi: perubahan substansi dan penyempurnaan redaksi. Rapat Anggota dengan sistem perwakilan hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Penambahan substansi penjelasan untuk memberikan penjelasan terhadap frasa “keadaan tertentu”.
        • PKS: Tetap
        • PAN: Tetap
        • PPP: Dihapus
  • DIM 140, (4) Ketentuan mengenai Rapat Anggota diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
    • Tanggapan Fraksi:
      • PDI-P: Meminta penjelasan Pemerintah.
      • Partai Golkar: Urutan menyesuaikan.
      • Partai Gerindra: Tetap
      • Partai Nasdem: Tetap
      • PKB: Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Anggota dan kehadiran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
        • Keterangan/Argumentasi: Penyempurnaan redaksi agar lebih sistematis.
  • DIM 143, (2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi. 
    • Tanggapan Fraksi:
      • PDI-P: Tetap
      • Partai Golkar: Merubah redaksi. (3) Usaha Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara tunggal usaha atau serba usaha. Menambahkan 1 ayat setelah ayat (3), (4) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bykan anggota Koperasi.
      • Partai Gerindra: Tetap
      • Partai Nasdem: Tetap
      • PKB: Tetap
      • PKS: Diubah. Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi dalam rangka menarik masyarakat menjadi anggota koperasi.
        • Keterangan/Argumentasi: sesuai dengan Penjelasan Pasal 17 ayat (2) RUU Cipta Kerja
      • PAN: Tetap
      • PPP: Tetap 
  • DIM 145, (4) Koperasi dapat melaksanakan usaha berdasarkan prinsip syariah.
    • Tanggapan Fraksi:
      • PDI-P: Tetap
      • Partai Golkar: merubah redaksi, urutan menyesuaikan. (5) Koperasi dapat melaksanakan usaha berdasarkan prinsip syariah. Menambah ayat setelah ayat (5). (6) Ketentuan mengenai strategi dan peta jalan peran utama koperasi di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan prinsip syariah sebagaimana dimaksud ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal Baru, perlunya Pasal yang mengatur pembiayaan UMKM yang diperluas, yang tidak hanya berasal dari Pemerintah. Lembaga pembiayaan seperti perbankan juga didorong untuk memberikan kemudahan pinjaman seperti KUR dan sebagainya. Pasal Baru, perlunya Pasal yang mengatur tentang jaminan produk halal antara lembaga sertifikasi halal dan BPPOM harus selaras dan satu kebijakan. Pasal Baru, perlunya Pasal yang mengatur supaya Kementerian UMKM diperkuat dengan kewenangan melakukan standarisasi dan pembinaan melalui SOP yang dijadikan patokan bagi setiap lembaga yang melakukan pemberdayaan UMKM. Hal ini didasari pertimbangan karena selama ini Kementerian dan Lembaga menggunakan parameter dan SOP yang berbeda-beda dalam melakukan pemberdayaan UMKM. Pasal Baru, perlunya Pasal yang menegaskan agar Lumbung Desa harus berbentuk Koperasi. Pasal Baru, perlunya Pasal yang mengatur supaya perusahaan besar membentuk koperasi karyawan. Koperasi karyawan ini dibentuk dengan prinsip saling menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan mendukung permodalan koperasi, sementara koperasi menyuplai produk ke perusahaan.
      • Partai Gerindra: Tetap
      • Partai Nasdem: Tetap
      • PKB: Tetap
        • Keterangan/Argumentasi: Bentuk Koperasi yang menjalankan prinsip-prinsip Syariah ke dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian menjadi payung hukum terhadap praktik Syariah dalam penyelenggaraan koperasi, mengingat saat ini sudah banyak koperasi yang menjalankan prinsip-prinsip Syariah yang beroperasi dan potensi pengembangan ke depan akan semakin meningkat.
      • PKS: Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi, (1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah, a) menetapkan bidang atau sektor usaha yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi, dan b) menetapkan bidang atau sektor usaha di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. (2) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Diubah. Pasal 62. (1) Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Wajib: a) membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya, b) mendorong mengembangkan dan membantu pelaksanaan sosialisasi pendidikan, pelatihan, penyuluhan, sertifikasi dan penelitian perkoperasian, c) memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi, d) Membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar Koperasi, e) Memberikan bantuan konsultasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi. (2) Untuk menyelenggarakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan alokasi anggaran dari APBN dan/atau APBD. (3) Pengaturan lebih lanjut terkait pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Diantara Pasal 64 dan 65 disisipkan 4 (Empat) pasal yaitu 64A, 64B, 64C, dan 64D. Pasal 64A, (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan Koperasi dalam aspek legalitas, perizinan, edukasi, dan pemberdayaan, (2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha Koperasi dalam aspek; a) operasional, produksi, atau pelayanan usaha; b) pemasaran dan jaringan usaha; c) sumber daya manusia; d) keuangan; e) teknologi informasi dan komunikasi; f) advokasi. Pasal 64B, (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Koperasi. (2) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Koperasi dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. (3) Pemerintah, Pemda, dan dunia usaha memberikan hibah mengusahakan bantuan luar negeri dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak mengikat untuk Koperasi. (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif-insentif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Koperasi. Pasal 64C, (1) Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Koperasi, Pemerintah dan Pemda melakukan upaya; a) pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan industri keuangan bukan bank serta sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b) memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c) membantu Koperasi untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa atau produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah; d) memberikan kemudahan dan fasilitasi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh pembiayaan. (2) untuk meningkatkan akses, keanggotaan, dan permodalan koperasi yang kegiatan usahanya di bidang simpan pinjam/pembiayaan Syariah maka dibentuk lembaga penjaminan simpanan Koperasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
        • Keterangan/Argumentasi: Ketentuan Pasal dalam undang-undang eksisting belum berjalan optimal karena sifat norma masih bersifat fakultatif. Sehubungan dengan itu, untuk memberikan kepastian perlindungan bagi koperasi maka norma Pasal 63 diubah dengan menghilangkan kata dapat sehingga normanya menjadi bersifat wajib. Huruf c sudah diatur dalam Pasal 50 huruf i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketentuan ayat (1) huruf b ditambah dengan menyertakan sosialisasi Pendidikan dan sertifikasi perkoperasian dalam rangka pembinaan terhadap Koperasi. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 undang-undang eksisting belum dapat berjalan optimal karena kurangnya dukungan penganggaran. Sehubungan dengan itu, untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diperlukan dukungan pendanaan oleh Pemerintah melalui penyediaan anggaran dalam APBN dan APBD. Argumentasi Pasal 64B, dalam rangka mendukung pengembangan Koperasi, maka diperlukan kebijakan dukungan pembiayaan bagi Koperasi dengan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan dunia usaha. Argumentasi Pasal 64C, pembentukan lembaga penjamin simpanan bagi Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam dapat memperluas keanggotaan oleh permodalan bagi Koperasi. Memperkuat ekosistem bisnis sosial Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) agar lebih baik melayani anggota dan berkompetisi dengan baik serta memberikan rasa aman kepada anggota. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, sebenarnya sudah memberikan ruang bagi pembentukan lembaga penjamin simpanan bagi Koperasi yang bergerak dalam kegiatan usaha mikro. Namun, mengingat sifat normal dalam undang-undang eksisting tidak wajib, maka pelaksanaan ketentuan Pasal tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
  • DIM 147, memasuki Bab 7 mengenai Dukungan Riset dan Inovasi. DIM 147, Pasal 119 berbunyi untuk memberikan dukungan riset dan inovasi di bidang berusaha, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297), diubah:
    • Tanggapan Fraksi:
      • PDI-P: Pasal 119, Untuk menempatkan riset dan inovasi nasional sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional, yang mendorong penciptaan lapangan kerja yang terencana, terukur, dan terarah, dengan mengubah potensi ekonomi menjadi kekuatan riil ekonomi dengan keberpihakan, kemudahan, dan perlindungan dalam rangka memperkuat Koperasi dan UMKM serta industri nasional, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru berupa ketentuan yang diatur dalam: a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421), b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421), c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), d) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297).
        • A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421)
          • i Pada Ketentuan Umum, Pasal 1, angka 1, angka 2, dan angka 3 dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421) diubah menjadi: Pasal 1, (1) Pembangunan Nasional adalah upaya seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan tercapainya Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, (2) Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah pola hubungan yang mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang membentuk keterkaitan secara terencana, terarah, dan terukur, serta berkelanjutan antar unsur kelembagaan dan sumber daya, sehingga terbangun satu kesatuan yang utuh dalam mendukung penyelenggaraan kebijakan pembangunan nasional yang meliputi semua bidang kehidupan secara menyeluruh dan terencana, yang berlandaskan pada riset dan inovasi nasional dalam Wilayah Negara Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (3) Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang terencana, terpola, dan bertahap untuk menentukan skala prioritas pembangunan nasional di segala bidang kehidupan dengan memperhitungkan kebutuhan riil masyarakat dan sumber daya yang tersedia, dengan berlandaskan pada hasil riset dan inovasi nasional.
          • ii Pada Bab III Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Nasional. Pasal 3 diantara ayat (2) dan ayat (3) dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421) disisipkan satu ayat yakni ayat (2a) dan ditambah satu ayat yakni ayat (4), sehingga berbunyi: Bab III, Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 3, (3) Perencanaan Pembangunan Nasional yang berlandaskan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit meliputi: a) agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, b) pertahanan dan keamanan, c) hukum, d) moneter dan fiskal nasional, e) pendidikan dan penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi, f) hubungan luar negeri, g) sandang dan pangan, h) perumahan rakyat dan kawasan permukiman, i) kesehatan, tenaga kerja, dan jaminan sosial, j) sosial, ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat, k) infrastruktur dan pekerjaan umum, l) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, m) agraria, tata ruang dan lingkungan hidup, n) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, o) pemberdayaan masyarakat dan desa, p) pengendalian penduduk dan keluarga berencana, q) perhubungan, komunikasi, dan informatika, r) koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, s) investasi, t) industri dan perdagangan, u) kepemudaan dan olahraga, v) statistik, w) persandian, x) kearsipan dan perpustakaan, dan y) kebudayaan. (4) Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (2a) serta ayat (3), menghasilkan: a) rencana pembangunan jangka panjang, b) rencana pembangunan jangka menengah, dan c) rencana pembangunan tahunan.
        • B. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421)
          • ii Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421), diubah sehingga berbunyi: Bab VI Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pasal 48, (1) untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), (2) selain dibentuk BRIN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dibentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRID), (3) ketentuan lebih lanjut mengenai BRIN serta BRID sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
        • C. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
          • i Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), ditambah 1 (satu) huruf yakni huruf g dan penjelasan Pasal 10 huruf g, sehingga berbunyi sebagai berikut: Bab IV, Urusan Pemerintahan, Bagian Kedua, Urusan Pemerintahan Absolut. Pasal 10, (1) urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: a) agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, b) politik luar negeri, c) pertahanan, d) keamanan, d) keamanan, e) yustisi, f) moneter dan fiskal nasional, dan g) riset dan inovasi nasional. Penjelasan Pasal 10 huruf g, yang dimaksud dengan riset dan inovasi nasional adalah riset dan inovasi nasional sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang disusun dan dijadikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta dapat dibiayai APBN, APBD, dan/atau anggaran lainnya yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
      • Partai Golkar: Tidak memberikan tanggapan
      • Partai Gerindra: Dihapus/diubah
        • Keterangan/Argumentasi: dukungan riset dan inovasi diberikan kepada LIPI, BPPT, dan Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, perubahan seharusnya dilakukan terhadap undang-undang terkait, bukan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meminta Pemerintah mengajukan draf baru atas BAB VII.
      • Partai Nasdem: Tetap
      • PKB: Tetap
      • Partai Demokrat: -
      • PKS: Tetap
      • PAN: Tetap
      • PPP: Tetap

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan