Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI terkait Hasil Kajian atas Harmonisasi RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tenaga Ahli Baleg DPR-RI

Tanggal Rapat: 8 Mar 2018, Ditulis Tanggal: 18 Aug 2020,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI

Pada 8 Maret 2018, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Panja dengan Tenaga Ahli Baleg DPR-RI mengenai Penjelasan Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI terkait Hasil Kajian atas Harmonisasi RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Rapat Panja ini dibuka dan dipimpin oleh Dossy Iskandar dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dapil Jawa Timur 8 pada pukul 11:10 WIB. (ilustrasi: kaskus.co.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI
  • Dalam kajian aspek teknis, terdapat 11 poin yang menjadi catatan oleh Tim TA Baleg DPR-RI. Lalu, untuk aspek substansi terdapat 10 poin yang akan disampaikan dalam Rapat Panja ini.
  • Aspek Substansi
    • Rumusan definisi Ketentuan Umum huruf 6c perlu diperbaiki karena subjek yang didefinisikan tidak konsisten. Usulan rumusan redaksional Ketentuan Umum huruf 6c sebagai berikut: “Perusahaan Induk (Holding Company) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk berdasarkan undang-undang ini untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang seluruh modal dan kekayaannya dimiliki oleh negara dan bertanggung jawab kepada Presiden”. Berdasarkan rumusan Ketentuan Umum huruf 6c tersebut, maka seluruh frasa “BUMN” atau “Holding Minerba” disesuaikan menjadi “Perusahaan Induk” yang terdapat pada Pasal 4A ayat (2), Pasal 4B, Pasal 103A ayat (1).
    • Pasal 1 angka 13 mengenai perubahan Pasal 11. Perlu penjelasan Pengusul mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimaksud dalam perubahan Pasal 11 ayat (2). Apakah BUMN yang dimaksud adalah perusahaan induk sebagaimana ditentukan dalam RUU ini atau BUMN lainnya?
    • Pasal 1 angka 14 mengenai perubahan Pasal 14. Perlu penjelasan Pengusul dalam hal penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) oleh Pemerintah Pusat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah karena dengan rumusan ini menunjukkan makna bahwa WUP yang sudah “ditetapkan” oleh Pemerintah Daerah ditetapkan lagi oleh Pemerintah Pusat. Materi rumusan Pasal 14 tidak sejalan dengan rumusan Pasal 15 yang dalam RUU ini tidak diubah.
    • Pasal 1 angka 20 tentang perubahan Pasal 37. Rumusan pada huruf b rancu dan tidak aplikatif, sehingga sebaiknya tetap menggunakan rumusan sebagaimana Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
    • Pasal 1 angka 28 perubahan Pasal 51, angka 34 perubahan Pasal 60, dan angka 43 perubahan penjelasan Pasal 75 ayat (4) tentang lelang, sebaiknya perlu dirumuskan tambahan ayat yang mengatur prinsip-prinsip keadilan dalam lelang sebagaimana diamanatkan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 30/PUU-VIII/2010.
    • Pasal 1 angka 31 perubahan Pasal 55 ayat (1) hanya menghapus frasa “dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektar”. Begitu juga dengan angka 35 tentang perubahan Pasal 61 ayat (1) hanya menghapus frasa “dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektar”. Hal ini justru tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-VIII/2010 karena dengan menghilangkan frasa tersebut akan semakin menghilangkan peluang berusaha secara adil di bidang pertambangan bagi usaha pertambangan kecil dan menengah.
    • Perlu penjelasan Pengusul terkait dengan:
      • Pusat data dan informasi pertambangan sebagaimana terdapat pada Pasal 1 angka 44, Pasal 87A, Pasal 87B, Pasal 87C, Pasal 87D, dan Pasal 87E.
      • Lembaga yang berwenang untuk mengelola informasi sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 44 Pasal 87C ayat (1).
    • Perlu penjelasan pengusul terkait pengaturan pada Pasal 1 angka 53, Pasal 103A tentang perbedaan kewajiban dalam pendirian fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang bagi BUMN dan non-BUMN, dimana BUMN dapat mendirikan sedangkan non-BUMN wajib mendirikan.
    • Perlu penjelasan Pengusul terkait “Khusus” pada frasa “IUP Operasi Produksi Khusus” dalam Pasal 1 angka 54 perubahan Pasal 104 karena di ketentuan umum hana mengatur “IUP Operasi Produksi”, “IUPK Operasi Produksi”, dan “Operasi Produksi”.
    • Perlu perbaikan rumusan pada Pasal 1 angka 89 mengenai penambahan Pasal 169D, dimana substansi huruf a dan huruf b tidak harmonis.
    • Pasal 1 angka 90 perubahan Pasal 170 ayat (1) mengenai jangka waktu kewajiban melakukan pengelolaan dan pemurnian selama 2 (dua) tahun mampu dipenuhi oleh perusahaan pertambangan mengingat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 memberikan yang jangka waktu 5 (lima) tahun saja ternyata tidak dapat dipenuhi. Selain itu, perlu dalam Pasal 70 ayat (2) mengenai penjualan produk hasil pengolahan dalam jumlah tertentu ke luar negeri perlu batasan volume yang jelas berapa jumlah yang diperbolehkan.
  • RUU tentang Pertambangan Minerba secara garis besar telah memenuhi asa-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun, berdasarkan kajian tersebut di atas, RUU ini masih perlu penyempurnaan khususnya dari asa kejelasan rumusan dan asas dapat dilaksanakan. Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dengan tata cara mempersiapkan RUU.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan