Rangkuman Terkait
- Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap Hasil Penyusunan dan Pembahasan Rancangan Peraturan DPR-RI tentang Pemberian Tanda Penghargaan kepada Anggota DPR-RI pada Akhir Masa Keanggotaan — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno
- Penyusunan Peraturan DPR-RI tentang Pemberian Penghargaan kepada Anggota DPR RI pada Akhir Masa Keanggotaan – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Keahlian DPR-RI
- Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Menteri Hukum dan HAM
- Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Tim Pemerintah dan DPD-RI
- Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Perubahan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Seluruh Fraksi DPR-RI dan Tim Pemerintah
- Perubahan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan - Rapat Panja Baleg dengan Tim Ahli Baleg dan Komisi 10 DPR-RI (Pengusul)
- Pembahasan RUU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2024-2045 - Raker Baleg dengan Menteri PPN dan DPD-RI
- Penyusunan RUU tentang Komoditas Strategis - RDPU Baleg dengan Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau Madura dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia
- Pengambilan Keputusan atas Hasil Harmonisasi RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran - Rapat Pleno Baleg dengan
- Penyusunan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian - Rapat Panja Baleg dengan Tenaga Ahli Baleg
- Penjelasan Tim Ahli Baleg DPR-RI terhadap Hasil Kajian atas Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi terhadap 52 RUU Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Pengusul RUU (Komisi 2 DPR-RI) dan Tim Ahli Baleg DPR-RI
- Pengambilan Keputusan Hasil Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta - Raker Baleg dengan Tim Pemerintah
- Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah - Badan Legislasi DPR RI Rapat Panja RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta
- Pembahasan RUU tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045 – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Prof. Bambang Brodjonegoro, Prof. Fasli Jalal, dan Lukita Dinarsyah Tuwo
- Pembicaraan Tingkat I/ Pembahasan atas Rancangan Undang-undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta - Badan Legislasi DPR RI Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI
- Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja dengan Tim Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI
- Harmonisasi 25 RUU Kabupaten/Kota - Rapat Pleno Baleg dengan Komisi 2 DPR-RI
- Pembahasan RUU Perubahan Kedua atas UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa - Raker Baleg dengan Pemerintah (Menteri Dalam Negeri)
- Harmonisasi RUU tentang Penyiaran - Rapat Pleno Baleg dengan Tim Ahli Baleg
- Pengambilan Keputusan Atas Hasil Harmonisasi 9 RUU tentang Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat - Rapat Pleno Baleg dengan
- Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi Atas 7 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI, dan Pengusul RUU (Komisi 2 DPR-RI)
- Penjelasan Pengusul RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran - Rapat Pleno Baleg dengan Pengusul
- Penyusunan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta - Rapat Panja Baleg dengan Tim Ahli Baleg
- Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta — Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI dengan Tenaga Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI
- Pengambilan Keputusan Hasil Harmonisasi Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU (Komisi 9 DPR-RI)
Komisi / Alat Kelengkapan Dewan
Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang (DIM RUU) Cipta Kerja (Bab III, Pasal 35, dimulai dari DIM 1930) — Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg DPR RI, Tim Pemerintah dan DPD RI
Tanggal Rapat: 31 Aug 2020, Ditulis Tanggal: 24 Sep 2020,Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Ahli Baleg, Tim Pemerintah, dan DPD RI
Pada 31 Agustus 2020, Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Panja dengan Tim Ahli Baleg, Tim Pemerintah dan DPD RI mengenai Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang (DIM RUU) Cipta Kerja (Bab III, Pasal 35, dimulai dari DIM 1930). RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman dari Fraksi Partai Gerindra dapil Sulawesi Tenggara pada pukul 13:50 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (perkebunan.litbang.pertanian.go.id)
Pemaparan Mitra
Berikut merupakan pemaparan mitra:
Tim Ahli Baleg, Tim Pemerintah, dan DPD RI
Tim Ahli Baleg DPR RI
- DIM 1930:
- Rancangan Undang-Undang: (5) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak menetapkan lahan sebagai kawasan penggembalaan umum sebagaimana di maksud pada ayat (3), Pemerintah Pusat dapat menetapkan lahan sebagai kawasan penggembalaan umum.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. Catatan: Mengikuti kesepakatan terkait pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
- PAN: Diubah. Kembali kepada ketentuan ayat 15 UU Eksisting sedangkan ayat (5) RUU dijadikan ayat (6).
- PPP: Mengusulkan menambahkan frasa “dengan memenuhi ketentuan yang mengatur perihal kawasan penggembalaan umum” sehingga bunyinya menjadi: (5) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak menetapkan lahan sebagai kawasan penggembalaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Pusat dapat menetapkan lahan sebagai kawasan penggembalaan umum, dengan memenuhi ketentuan yang mengatur perihal kawasan penggembalaan umum.
- DPD RI: Tetap.
- DIM 1933:
- Ketentuan Undang-Undang: Pasal 13 (1) Penyediaan dan pengembangan benih, bibit, dan/atau bibit dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri.
- Rancangan Undang-Undang: Pasal 13 (1) Penyediaan dan pengembangan Benih dan/atau Bibit dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan Benih dan/atau Bibit.
- Kajian Tim Ahli DPR: Alasan perubahan oleh Pemerintah:
- Memudahkan investasi dan Usaha di bidang Peternakan.
- Kondisi saat ini Indonesia masih mengimpor benih dan/atau bibit.
- Adanya kondisi tertentu yang membutuhkan benih dan/atau bibit dari luar negeri.
- Menyesuaikan dengan ketentuan internasional khususnya yang terkait dengan komitmen Indonesia di dalam WTO.
- Perubahan ketentuan ini menyesuaikan dengan ketentuan di dalam WTO (GATT 1994).
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Diubah. Kembali ke UU Eksisting. Penyediaan dan pengembangan benih/bibit tidak lagi mengutamakan produksi dalam negeri. Hal ini akan melemahkan dan mempersulit produksi benih dari petani lokal, dan mencederai tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pasal 13 (1) Penyediaan dan pengembangan benih, bibit dan/atau bibit dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: (1) Kembali ke pengaturan Undang-Undang No. 18 Tahun 2009.
- PD: Tetap.
- PKS:
- PAN:
- PPP: Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 13 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan diakhir kalimat menambahkan frasa “yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia”.
- DPD RI: meminta Penjelasan Pemerintah.
- DIM 1937:
- Rancangan Undang-Undang: sertifikat layak benih atau bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih atau bibit yang terakreditasi.
- Kajian Tim Ahli DPR:
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap menggunakan Ayat 5 Undang-Undang Eksisting. Kembali ke UU existing.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Diubah. Kembali ke UU Existing.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. Kembali ke ketentuan Undang-Undang Existing.
- PAN:
- PPP:
- DPD RI: Kembali ke UU Existing.
- DIM 1944:
- Ketentuan Undang-Undang: (2) Pemasukan Benih dan/atau Bibit dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
- Memenuhi persyaratan mutu;
- Memenuhi persyaratan teknis Kesehatan Hewan;
- Bebas dari Penyakit Hewan Menular yang dipersyaratkan oleh otoritas veteriner;
- Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina Hewan, dan
- Memenuhi kebijakan pewilayahan sumber bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
- Rancangan Undang-Undang: (2) Setiap Orang yang melakukan pemasukan Benih dan/atau Bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Ayat (2) Kembali ke UU existing. Ayat (2) RUU Cipta Kerja menjadi ayat (3). Catatan: Tetap mencantumkan ketentuan impor bibit.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Diubah. Kembali ke UU Eksisting.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. (2) Pemasukan benih dan/atau bibit dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
- Memenuhi persyaratan mutu;
- Memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan;
- Bebas dari penyakit hewan.
- PAN: Tetap.
- PPP: Kembali ke UU Existing.
- DPD RI: Tetap.
- Ketentuan Undang-Undang: (2) Pemasukan Benih dan/atau Bibit dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
- DIM 1950:
- Rancangan Undang-Undang: (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana di maksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha untuk tujuan komersial dan atau tujuan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- PAN: Dihapus.
- PPP: Dihapus.
- DPD RI: Tetap.
- DIM 1967:
- Ketentuan Undang-Undang: Pasal 30 (1) Budi daya hanya dapat diselenggarakan oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum Indonesia.
- Rancangan Undang-Undang: Pasal 30 (1) Pemerintah Pusat mengambangkan Usaha Budi Daya melalui penerimaan modal oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang berbadan hukum.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Diubah. (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, mengembangkan Usaha Budidaya melalui penanaman modal oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang berbadan hukum.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. Kembali ke ketentuan UU Existing.
- PAN:
- PPP: Tetap.
- DPD RI: Diubah.
- DIM 1968:
- Ketentuan Undang-Undang: (2) Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
- Rancangan Undang-Undang: (2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. Kembali ke ketentuan UU Existing
- PAN: Diubah. Dikembalikan pada ketentuan existing
- PPP: Tetap.
- DPD RI: Kembali ke UU Existing.
- DIM 1999:
- Ketentuan Undang-Undang: (3) Pemasukan obat hewan untuk diedarkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan peredaran obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan peraturan perundang-undangan di bidang karantina.
- Rancangan Undang-Undang: (3) Pengeluaran obat hewan produksi dalam negeri ke luar negeri harus sesuai standar.
- Kajian Tim Ahli DPR:
- Fraksi:
- PDI-P: Meminta penjelsan pemerintah terkait perbedaan antara Ayat (4) UU Existing dan Ayat (3) RUU CK. Usulan: Mempertahankan Ayat (4) UU existing, Ayat 4 RUU CK menjadi Ayat (5)
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: (3) Kembali ke pengaturan Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 yang berbunyi Pemasukan obat hewan untuk diedarkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan peredaran obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan peraturan perundang-undangan.
- PD: Tetap.
- PKS: Kembali ke UU Eksisting.
- PAN: Kembali ke UU Eksisting.
- PPP: Kembali ke UU Eksisting.
- DPD RI: Meminta Penjelasan Pemerintah.
- DIM 2002:
- Ketentuan Undang-Undang: Pasal 59 (1) Setiap Orang yang akan memasukkan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh izin pemasukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi:
- (a) Menteri untuk produk hewan segar; atau
- (b) Pimpinan lembaga bidang pengawasan obat dan makanan untuk produk pangan olahan asal Hewan.
- Rancangan Undang-Undang: Pasal 59 (1) Setiap Orang yang akan memasukan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. (1) Setiap orang yang akan memasukan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi perizinan berusaha dan pemerintah pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi dari:
- (a) Menteri untuk produk hewan segar; atau
- (b) pimpinan lembaga bidang pengawasan obat dan makanan untuk produk.
- PAN: Diubah. Menambahkan frasa “setelah memperoleh rekomendasi dari Menteri untuk Produk Hewan Segar dan/atau Pimpinan Lembaga Bidang Pengawasan Obat dan Makanan untuk produk pangan olahan asal Hewan.” sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 59 (1) Setiap orang yang akan memasukan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi perizinan berusaha dan pemerintah pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi dari Menteri untuk Produk Hewan Segar dan/atau Pimpinan Lembaga Bidang Pengawasan Obat dan Makanan untuk produk pangan olahan asal Hewan.
- PPP:
- DPD RI: Kembali ke UU Existing.
- Ketentuan Undang-Undang: Pasal 59 (1) Setiap Orang yang akan memasukkan produk hewan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh izin pemasukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan setelah memperoleh rekomendasi:
- DIM 2003:
- Ketentuan Undang-Undang: (2) Produk Hewan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus berasal dari unit usaha produk Hewan pada suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan Produk Hewan.
- Rancangan Undang-Undang: (2) Pemasukan dan tata cara pemasukan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan yang berbasis analisis risiko di bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Meminta penjelasan pemerintah terkait penghapusan pasal 59 ayat (2) dan (3) UU existing.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Diubah. Kembali ke UU Existing.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Diubah. Kembali ke ketentuan UU Existing.
- PAN: Tetap.
- PPP: Mengusulkan agar dikembalikan kepada ketentuan Pasal 59 ayat (2), UU Eksisting, yang berbunyi: (2) Produk Hewan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus berasal dari unit usaha produk Hewan pada suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan Produk Hewan.
- DPD RI: Tetap.
- DIM 2007:
- Rancangan Undang-Undang: (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap..
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: (2) Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan unit usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan produk hewan yang dihasilkan oleh unit usaha skala rumah tangga yang belum memenuhi persyaratan nomor kontrol veteriner. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Alasan Fraksi: Perubahan substansi mengatur kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan kapasitas dan kewenangan serta semangat gotong royong sesuai Pancasila.
- PD: Tetap.
- PKS: Tetap.
- PAN: Diubah.
- PPP: Dihapus.
- DPD RI: Kembali ke UU Existing.
- DIM 2019:
- Ketentuan Undang-Undang: (2) Untuk mendapatkan surat izin praktik kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan hewan yang bersangkutan mengajukan surat permohonan untuk memperoleh surat izin praktik kepada bupati/walikota disertai dengan sertifikat kompensasi dari organisasi profesi kedokteran hewan.
- Rancangan Undang-Undang: (2) Tenaga asing kesehatan hewan dapat melakukan praktik pelayanan kesehatan hewan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral antara pihak Indonesia dan negara atau lembaga asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Meminta penjelasan pemerintah terkait pengaturan tenaga asing untuk tenaga hewan.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS:Sesuai dengan DIM 2018.
- PAN: Dihapus. (2) Untuk mendapatkan surat izin praktik kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan hewan yang bersangkutan mengajukan surat permohonan untuk praktek kepada Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Pusat disertai dengan sertifikat kompetensi dari organisasi.
- Alasan Fraksi: Fraksi PAN menilai sertifikasi kompetensi sangat diperlukan untuk memastikan kompetensi seseorang bahwa orang tersebut ahli di bidangnya.
- PPP: Kembali ke UU Eksisting.
- DPD RI: Tetap.
- DIM 2020:
- Ketentuan Undang-Undang: (3) Tenaga asing kesehatan hewan dapat melakukan praktik pelayanan kesehatan hewan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral antara pihak Indonesia negara atau lembaga asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Rancangan Undang-Undang: (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Kajian Tim Ahli DPR: Tetap.
- Fraksi:
- PDI-P: Tetap.
- PG: Tetap.
- P. Gerindra: Tetap.
- P. Nasdem: Tetap.
- PKB: Tetap.
- PD: Tetap.
- PKS: Sesuai dengan DIM 2018.
- PAN: Diubah. Kembali kepada ketentuan ayat (3) UU Eksisting. Sementara ayat (3) RUU CK menjadi ayat (4), sehingga berbunyi sebagai berikut: (3) Tenaga asing kesehatan hewan dapat melakukan praktik pelayanan kesehatan hewan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral antara pihak Indonesia negara atau lembaga asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- PPP: Kembali ke UU Eksisting.
- DPD RI: Meminta penjelasan Pemerintah.
Tim Pemerintah
- Bedanya benih dengan bibit itu kalau yang dimaksud dengan benih adalah spermatozoa. Sedangkan yang dimaksud dengan bibit itu hewan yang indukannya.
- Sebenarnya dalam RUU Cipta Kerja tidak akan ada substansi yang dihilangkan, justru penyempurnaan yang dilakukan.
- UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Bab 1 Pasal 1 Ayat 1-3:
- 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman.
- 2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
- 3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
- Tujuan penyelenggaraan pangan (UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 4):
- A. meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara mandiri;
- B. menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi masyarakat.
- C. mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
- D. mempermudah atau meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat terutama masyarakat rawan Pangan dan Gizi;
- E. meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri.
- F. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat.
- G. meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan; dan
- H. melindungi dan mengambangkan kekayaan sumber daya Pangan nasional.
- Sistem pangan nasional tetap mengutamakan kebijakan ekonomi dan pangan serta kebijakan ekonomi dan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi.
- Idealisme Pemerintah terhadap kedaulatan dan kemandirian pangan menjadi concern Pemerintah yang tujuan akhirnya adalah masyarakat dan perorangan yang sehat, aktif, dan produktif.
- Kebijakan operasional:
- Menjamin ketersediaan pangan:
- Produksi dalam negeri (intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi),
- Cadangan pangan (cadangan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, kab/kota, dan desa),
- Impor pangan (instrumen menstabilkan penyediaan pangan berdasarkan kepentingan nasional sesuai aturan WTO).
- Menjamin jumlah dan kualitas:
- Daya beli masyarakat dan jaring pengaman sosial pangan,
- Keragaman pangan/pola konsumsi Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA),
- Standar mutu dan keamanan pangan.
- Menjaga stabilitas harga:
- Distribusi pangan,
- Sistem informasi pangan,
- Kebijakan harga pangan.
- Menjamin ketersediaan pangan:
- Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dibentuk berdasarkan Perpres No. 61 Tahun 2015 dan mempunyai misi untuk melakukan perhimpunan, pengelolaan, dan penyaluran dana terkait kelanjutan dari perkebunan sawit.
- Sejak didirikan pada 2015, BPDPKS telah menghimpun dana Rp58,944 Triliun yang terdiri dari pungutan ekspor, pengelolaan dana dan pendapatan lainnya.
- Penghimpunan dana BPDPKS sebagian besar dari ekspor minyak sawit yang volumenya cenderung meningkat dari tahun 2015 hingga tahun 2019. Pada akhir tahun 2020, diproyeksikan akan meningkat dari tahun 2019.
- Jika melihat perkembangan rekap penyaluran dana peremajaan sawit rakyat, sejak tahun 2016 sampai dengan semester I tahun 2020 ini terjadi suatu peningkatan. Total penyaluran dana sejak tahun 2016 sebesar Rp3,6 Triliun.
- Terkait dengan program sawit rakyat, tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas tanaman sawit. Dengan program bibit padi, maka harga sawit kembali di recovery yang pada akhirnya bisa dijadikan sebagai instrumen untuk stabilisasi daripada harga sawti itu sendiri.
DPD RI
- Seharusnya kalau mau melihat WTO itu ada konsep aglomerasi. Menurut DPD RI, itu bisa dicompare dengan competitive advantage.
- Kalau DPD RI melihat keputusan dari WTO, sebenarnya ada defend approach. Jadi, menurut DPD RI yang penting adalah bargaining position dari Indonesia.
Pemantauan Rapat
Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:
Untuk membaca rangkuman rapat ini selengkapnya (respon anggota DPR dan kesimpulan rapat), mohon hubungi team kami di konten.wikidpr@gmail.com
Rangkuman Terkait
- Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap Hasil Penyusunan dan Pembahasan Rancangan Peraturan DPR-RI tentang Pemberian Tanda Penghargaan kepada Anggota DPR-RI pada Akhir Masa Keanggotaan — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno
- Penyusunan Peraturan DPR-RI tentang Pemberian Penghargaan kepada Anggota DPR RI pada Akhir Masa Keanggotaan – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Keahlian DPR-RI
- Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Menteri Hukum dan HAM
- Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Tim Pemerintah dan DPD-RI
- Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Perubahan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Seluruh Fraksi DPR-RI dan Tim Pemerintah
- Perubahan UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan - Rapat Panja Baleg dengan Tim Ahli Baleg dan Komisi 10 DPR-RI (Pengusul)
- Pembahasan RUU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2024-2045 - Raker Baleg dengan Menteri PPN dan DPD-RI
- Penyusunan RUU tentang Komoditas Strategis - RDPU Baleg dengan Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau Madura dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia
- Pengambilan Keputusan atas Hasil Harmonisasi RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran - Rapat Pleno Baleg dengan
- Penyusunan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian - Rapat Panja Baleg dengan Tenaga Ahli Baleg
- Penjelasan Tim Ahli Baleg DPR-RI terhadap Hasil Kajian atas Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi terhadap 52 RUU Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Pengusul RUU (Komisi 2 DPR-RI) dan Tim Ahli Baleg DPR-RI
- Pengambilan Keputusan Hasil Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta - Raker Baleg dengan Tim Pemerintah
- Lanjutan Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah - Badan Legislasi DPR RI Rapat Panja RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta
- Pembahasan RUU tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045 – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Prof. Bambang Brodjonegoro, Prof. Fasli Jalal, dan Lukita Dinarsyah Tuwo
- Pembicaraan Tingkat I/ Pembahasan atas Rancangan Undang-undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta - Badan Legislasi DPR RI Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI
- Pembahasan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) – Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Kerja dengan Tim Pemerintah dan Komite 1 DPD-RI
- Harmonisasi 25 RUU Kabupaten/Kota - Rapat Pleno Baleg dengan Komisi 2 DPR-RI
- Pembahasan RUU Perubahan Kedua atas UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa - Raker Baleg dengan Pemerintah (Menteri Dalam Negeri)
- Harmonisasi RUU tentang Penyiaran - Rapat Pleno Baleg dengan Tim Ahli Baleg
- Pengambilan Keputusan Atas Hasil Harmonisasi 9 RUU tentang Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat - Rapat Pleno Baleg dengan
- Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi Atas 7 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI, dan Pengusul RUU (Komisi 2 DPR-RI)
- Penjelasan Pengusul RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran - Rapat Pleno Baleg dengan Pengusul
- Penyusunan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta - Rapat Panja Baleg dengan Tim Ahli Baleg
- Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta — Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI dengan Tenaga Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI
- Pengambilan Keputusan Hasil Harmonisasi Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU (Komisi 9 DPR-RI)