Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Lanjutan Pembahasan DIM RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah dan Tenaga Ahli Baleg DPR-RI

Tanggal Rapat: 29 Mar 2022, Ditulis Tanggal: 9 May 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Pemerintah dan Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI

Pada 29 Maret 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI menyelenggarakan Rapat Panja Rapat Panja dengan Tim Pemerintah dan Tenaga Ahli Baleg DPR-RI mengenai Lanjutan Pembahasan DIM RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Rapat Panja ini dibuka dan dipimpin oleh Willy Aditya dari Fraksi Partai NasDem dapil Jawa Timur 11 pada pukul 13:20 WIB. (ilustrasi: sketsindonews.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Pemerintah dan Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI

Tim Pemerintah

  • Pada DIM 51-58, TPKS terdiri atas poin a sampai poin g, untuk usulan yang kemarin agar dimasukkan Kekerasan Seksual Berbasis Online (KSBO), Tim Pemerintah setuju untuk memasukkannya. Namun, bukan Online melainkan Elektronik, sehingga menjadi Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).
  • Jadi, DIM 51-58 tidak berhenti pada poin g melainkan ada tambahan di poin h, “Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik”.
  • Eksploitasi Seksual sudah diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Jadi, tidak perlu memasukkannya lagi disini agar tidak redundan.
  • Terkait Eksploitasi Seksual di dalam RUU ini sudah masuk dalam kualifikasi Tindak Pidana Perbudakan Seksual. Jika Ibu Luluk membacanya dengan seksama di dalam Tindak Pidana Perbudakan Seksual itu sudah diatur.
  • Pada hakikatnya sama, hanya saja Pemerintah membuang unsur yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat itu menjadi tidak relevan agar menghindari multi interpretasi.
  • Di dalam Pasal 7, pelecehan seksual non fisik merupakan delik aduan. Ini namanya subjektif delik. Jadi, betul-betul perasaan subjektifitas orang, tapi tidak sembarangan orang bisa melapor.
  • Tim Pemerintah hanya merespons yang diusulkan oleh DPR. Tim Pemerintah hanya mengganti istilah perbuatan seksual non fisik dengan pelecehan seksual non fisik. Istilah perbuatan itu terlalu multitafsir dalam hukum pidana.
  • Yang dimaksud dengan pelecehan non fisik itu tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Pada dasarnya Tim Pemerintah hanya menyempurnakan yang diusulkan oleh DPR. Seharusnya, DPR sudah mempunyai gambaran yang utuh mengenai berbagai kalimat di dalam DIM yang diusulkan.
  • Kita harus melihat adanya unsur kesalahan sebagai dasar untuk mempertanggungjawabkan pelaku. Jika tujuannya untuk merendahkan itu bisa kita proses secara pidana. Namun, proses pidana ini perlu kehati-hatian.
  • Pelecehan Seksual itu adalah perbuatan, sementara ketika berbicara unsur kesalahan kita melihat pada 2 hal, kealpaan dan kesengajaan. Jika kita melihat pada rumusan ini termasuk ke dalam kesengajaan.
  • Terkait cara hidup yang dimaksud ini, contoh pemandu lagu di karaoke yang dengan tampilannya seperti itu tidak bisa menjustifikasi kita menghina dia. Cara hidup itu adalah dengan melihat kesehariannya.
  • Daripada menimbulkan multi interpretasi, Tim Pemerintah mengusulkan frasa cara hidup dihapuskan saja.
  • Tim Pemerintah memisahkan ini dalam 2 Pasal. Dalam usulan DPR, itu dijadikan 1, antara fisik dan non fisik. Sebaiknya, fisik dan non fisik itu dipisahkan pasalnya.
  • Terkait DIM 73, Tim Pemerintah telah melakukan exercise khususnya terhadap kekerasan dalam pacaran. Tim Pemerintah mencoba merangkum rumusannya seperti yang ada pada DIM 73.
  • DIM 74 merupakan substansi baru, karena seperti kita lihat di media elektronik dan cetak ada pelecehan seksual secara fisik atas dasar kuasa. Misal antara guru dengan siswa, dosen dengan mahasiswa, itu masuk dalam rumusan DIM 74.
  • Tim Pemerintah sama sekali tidak menghilangkan substansinya, tetapi mencoba menjabarkan dengan modus operandi yamg terjadi di masyarakat saat ini.
  • Perbawa itu berdasarkan KBBI merupakan pengaruh secara emosional. Ini bersifat pada suatu hal yang membuat orang menjadi bringas. Perbawa merupakan perilaku yang terpancar dari dalam diri orang tersebut karena adanya relasi kuasa.
  • Mengenai pemidanaannya, kalau yang non fisik 9 bulan, dan fisik paling lama 4 tahun, dan karena relasi kuasa 12 tahun.
  • Perbawa itu Tim Pemerintah setuju untuk dimasukkan ke dalam Penjelasan untuk detailnya.
  • Tim Pemerintah tetap menganggap ini adalah delik aduan untuk fisik dan non fisik agar tidak sembarangan orang melapor, kecuali korbannya langsung yang melapor. Delik aduan ini tidak berlaku bagi penyandang disabilitas dan anak (dibawah 18 tahun).
  • Tim Pemerintah sudah sinkronisasi dengan UU ITE dan Pasal 368 dan 369. UU ITE ini original intensenya adalah untuk melindungi masyarakat luas. Tim Pemerintah membutuhkan ada hak-hak pribadi dari korban yang lebih private untuk dilindungi aktivitas seksualnya.
  • Tim Pemerintah telah mencoba mereformasikan ke dalam 2 ayat, sebagai berikut;
    • (1) setiap orang yang tanpa hak:
      • a. melakukan perekaman yang bermuatan seksual diluar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman; dan/atau
      • b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual diluar kehendak penerima, dipidana karena melakukan pelecehan seksual berbasis elektronik dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
    • (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud;
      • a. pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
      • b. menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
  • Untuk usulan ayat 1 poin a, ketika melakukan phone sex sekalipun itu dengan pasangan kita, dan ada salah satu pihak yang merekam tanpa persetujuan, itu yang akan dikriminalisasi. UU ITE fokusnya hanya pada kepentingan umum, tidak melihat hak pribadi.
  • Untuk ayat 1 poin b, Tim Pemerintah melihat ruang kosong yang belum diatur di UU ITE tapi secara dinamika di masyarakat ada kebutuhan untuk mengkriminalisasinya.
  • Ketentuan Pasal 8 dihapus karena ini sudah ada di dalam Pasal 2 UU TPPO. Untuk, DIM 88-94 pada dasarnya ini bukan dihapus, tapi di reposisi aja agar ketika membacanya lebih sistematis dan komprehensif.
  • Yang diusulkan oleh Pemerintah dari DIM 95-99 merujuk pada Konvensi Anti Penyiksaan yang didalamnya juga termasuk penyiksaan seksual.
  • Tim Pemerintah merujuk pada Konvensi Anti Penyiksaan itu bahasa hukumnya memang pejabat resmi. Terkait penentuan denda maksimal, Tim Pemerintah mempunyai intervalnya.
  • Tadi ada pertimbangan untuk tetap memasukkan DIM 87 ketika sudah sampai di DIM 100. Tim Pemerintah akan coba mereformulasinya. Tim Pemerintah meminta di pending dulu.
  • Apa yang Tim Pemerintah lakukan pada dasarnya ada kesamaan pemikiran bahwa pemberatan itu sepertiga, tetapi kemudian usulan yang disampaikan Pemerintah memperbanyak pemberatan itu dengan memperluas situasi kondisi berdasarkan pengalaman-pengalaman di lapangan.
  • Tidak ada pengaturan yang spesifik disini, kalau mau ditambahkan tidak menjadi persoalan. Namun, sebenarnya sudah masuk di dalam poin b dan poin c (DIM 104 dan 105).
  • Penambahan pemberatan itu di seluruh dunia sama, sepertiga. Jadi, itu sudah berlaku universal.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan