Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan Pengusul atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU (Fraksi PKB)

Tanggal Rapat: 19 Sep 2022, Ditulis Tanggal: 6 Oct 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Pengusul RUU (Fraksi PKB)

Pada 19 September 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Pengusul RUU (Fraksi PKB) mengenai Penjelasan Pengusul atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi. Rapat Pleno ini dibuka dan dipimpin oleh Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerindra dapil Sulawesi Tengah pada pukul 13:54 WIB. (ilustrasi: hukumonline.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pengusul RUU (Fraksi PKB)
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan penegasan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.
  • Guna menegakkan hukum dan peradilan, maka dibutuhkan kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan.
  • Kekuatan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (MK).
  • MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutuskan/membubarkan partai politik, dan memutus memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD.
  • MK mempunyai 9 orang Anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden yang diajukan masing-masing 3 oleh MA, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden.
  • Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara, serta ketentuan lain tentang MK diatur dengan undang-undang yang diwujudkan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  • Bahwa Undang-Undang MK Perubahan Ketiga mengatur mengenai pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK, persyaratan menjadi Hakim Konstitusi, pemberhentian Hakim Konstitusi, dan batas usia pensiun Hakim Konstitusi. Akan tetapi, setelah diundangkannya UU MK Perubahan Ketiga terhadap beberapa Putusan MK yang isinya membatalkan beberapa pasal dalam UU MK.
  • Putusan MK Nomor 96/PUU-VIII/2020 membatalkan ketentuan Pasal 87 Huruf a yang mengatur mengenai ketentuan peralihan bahwa Hakim Konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.
  • Selanjutnya, ada Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022 yang membatalkan secara bersyarat ketentuan mengenai keanggotaan MKK yang awalnya diisi oleh unsur Komisi Yudisial (KY) menjadi unsur dari tokoh masyarakat yang memiliki integritas tinggi, yang memahami hukum dan konstitusi, serta tidak menjadi anggota dari partai politik.
  • Berdasarkan Putusan MK dan berbagai perkembangan kebutuhan hukum, maka perlu dilakukan perubahan lagi terhadap UU MK.
  • Selain kedua Putusan MK tersebut, terdapat politik hukum pembentukan UU untuk melakukan perubahan batas usia calon Hakim Konstitusi. Batas usia Calon Hakim Konstitusi yang semulanya 55 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat 2 Huruf d UU MK Perubahan Ketiga menjadi 50 tahun.
  • Perubahan batas usia Hakim Konstitusi merupakan open legal policy dari pembentukan UU. 
  • Selain itu, perlu diatur mengenai evaluasi Hakim Konstitusi oleh lembaga pengusul masing-masing, yaitu DPR-RI, Presiden, dan Mahkamah Agung. Evaluasi ini dilakukan guna check and balance di cabang kekuasaan negara. Hal ini dikarenakan pasca Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 dan Putusan MK nomor 49/PUU-IX/2011.
  • Tidak ada lembaga eksternal seperti Komisi Yudisial (KY) yang dapat mengawasi MK. Oleh karena itu, agar tetap menjaga marwah MK perlu diatur mengenai evaluasi Hakim Konstitusi oleh lembaga pengusul.
  • Pada intinya, beberapa materi muatan dalam UU Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
    • Pertama; batas usia Hakim Konstitusi yang semulanya 55 tahun saat ini menjadi berusia 50 tahun.
    • Kedua; mengganti salah satu unsur Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang semula ada dari unsur Komisi Yudisial diubah menjadi unsur tokoh masyarakat yang memiliki integritas tinggi, yang memahami hukum dan konstitusi, serta tidak menjadi anggota dari partai politik sebagai akibat dari Putusan MK.
    • Ketiga; menambahkan materi mengenai evaluasi Hakim Konstitusi yakni bahwa MA, DPR, dan Presiden dapat melakukan evaluasi terhadap Hakim Konstitusi. Hakim Konstitusi yang sedang menjabat evaluasinya setiap 5 tahun sejak tanggal pengangkatannya oleh masing-masing lembaga pengusul. Evaluasi juga dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan pengaduan atau laporan dari masyarakat kepada lembaga pengusul. Hasil evaluasi terhadap Hakim Konstitusi diserahkan kepada MK. Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi diatur oleh peraturan masing-masing lembaga pengusul.
    • Keempat; penghapusan Ketentuan Peralihan Pasal 87 sebagai akibat dari Putusan MK Nomor 96/PUU-VIII/2020.
  • Demikian penjelasan ini diberikan atas pengajuan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  • Semoga RUU ini dapat diproses sesuai ketentuan perundangan untuk ditetapkan sebagai Usul Inisiatif DPR-RI.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan