Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Hasil Harmonisasi RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Tim Ahli Baleg DPR-RI dan Perwakilan Pengusul

Tanggal Rapat: 16 Feb 2022, Ditulis Tanggal: 21 Feb 2022,
Komisi/AKD: Badan Legislasi , Mitra Kerja: Tim Ahli Badan Legislasi DPR dan Pengusul

Pada 16 Februari 2022, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Pleno dengan Tim Ahli Baleg DPR-RI dan Perwakilan Pengusul mengenai Hasil Harmonisasi RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah. Rapat Pleno ini dibuka dan dipimpin oleh Willy Aditya dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) dapil Jawa Timur 11 pada pukul 10.45 WIB. (ilustrasi: klikwarta.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Ahli Badan Legislasi DPR dan Pengusul

Tim Ahli Baleg DPR-RI

  • RUU tentang Provinsi Papua Selatan
    • Pendahuluan
      • Komisi 2 DPR-RI melalui surat nomor B/1039/LG.01.01/1/2022 tanggal 17 Januari 2022, pada pokoknya meminta Baleg DPR-RI untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU tentang Provinsi Papua Selatan. Permintaan tersebut sesuai dengan tugas Baleg DPR-RI yang diatur dalam:
        • Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
        • Pasal 105 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
        • Pasal 66 huruf e Peraturan DPR-RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib; dan
        • Pasal 66 Peraturan DPR-RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang.
      • RUU tentang Provinsi Papua Selatan telah memenuhi syarat formil untuk diajukan, karena RU tersebut termasuk dalam RUU Daftar Kumulatif Terbuka Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2022 dan telah disertai dengan Naskah Akademik.
    • Hasil Kajian
      • Berdasarkan hal tersebut di atas, Badan Legislasi DPR-RI, selanjutnya melakukan kajian atas RUU tentang Provinsi Papua Selatan tersebut, meliputi aspek teknis, aspek substantif, dan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kajian tersebut dilakukan, mulai dari judul sampai dengan penjelasan, baik antar konsideran, pasal-pasal, serta penjelasan yang ada dalam RUU, maupun antar RUU dengan berbagai ketentuan undang-undang yang ada.
      • Aspek Teknik: Berdasarkan aspek teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, RUU tentang Provinsi Papua Selatan masih memerlukan penyempurnaan sebagai berikut:
        • Penulisan frasa "Pemekaran Daerah" pada judul RUU, sebaiknya diubah menjadi frasa "Pembentukan". Selanjutnya, disesuaikan mulai dari bagian konsideran RUU sampai dengan bagian penjelasan RUU.
        • Dasar hukum RUU perlu mencantumkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
        • Penulisan frasa "yang selanjutnya disebut Pemerintah" sebagaimana tertulis di dalam Pasal 1 angka 1 RUU, sebaiknya dihapus.
        • Penulisan frasa "daerah" sebagaimana tertulis di dalam Pasal angka 2 RUU, sebaiknya ditulis dengan huruf kapital di awalnya
        • Penulisan frasa "DPRP Selatan" sebagaimana tertulis di dalam Pasal 1 angka 6 RU, sebaiknya diubah menjadi "DPR Papua Selatan".
        • Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) mengenai penetapan batas wilayah perlu penyesuaian redaksi sehingga bunyinya menjadi sebagai berikut:
          • Pasal 4
          • (2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah lengkap dengan titik-titik koordinat dan telah mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak terkait yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini.
          • (3) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk batas wilayah antar provinsi dan oleh Pemerintah Provinsi Papua Selatan untuk batas wilayah antar kabupaten/kota.
        • Pasal 14 ayat (1), Kalimat “pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan" dihapus, salah satunya karena tertulis dua kali.
        • Pasal 15 ayat (5), Frasa "Pegunungan Tengah" dihapus dan diganti dengan frasa "Selatan".
        • Pasal 18 ayat (1), Frasa "dan Gubernur Papua" dihapus, karena sudah menjadi subjek di awal kalimat.
        • Pasal 22 ayat (2), Frasa “Pegunungan Tengah" diganti dengan frasa "Selatan’.
      • Aspek Substansi
        • Di dalam Bab I dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15 RUU tentang Provinsi Papua, sebaiknya disinkronkan dengan Ketentuan Umum Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dengan rumusan sebagai berikut, “Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai Orang Asli Papua oleh Masyarakat Adat Papua”. Konsekuensinya dalam batang tubuh rumusan norma yang selanjutnya disingkat “OAP", diubah menjadi *Orang Asli Papua".
        • Pasal 22, Gubernur Papua masih melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Papua Selatan. Apakah hal tersebut dibenarkan menurut undang-undang? Apakah Gubernur Provinsi induk masih mempunyai kewajiban terhadap provinsi yang baru dimekarkan?
        • Di dalam Bab IX Ketentuan Penutup, perlu ditambahkan 1 (satu) pasal baru mengenai tugas Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang, setelah Undang-Undang ini berlaku, dengan rumusan sebagai berikut: 
          • Pasal… : Pemerintahan Pusat harus melaporkan pelaksanaan undang-undang ini kepada DPR-RI melalui alat kelengkapan yang menangani urusan di bidang legislasi paling lambat 3 (tiga) tahun sejak undang-undang ini berlaku.
    • Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RUU tentang Provinsi Papua Selatan, secara garis besar telah memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun, berdasarkan kajian tersebut di atas RUU ini masih perlu penyempurnaan. Hal ini agar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Peraturan DPR-RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang.
    • Penutup 
      • Demikian kajian pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi atas RUU tentang Provinsi Papua Selatan. Tentunya, kajian ini masih memerlukan tanggapan dan saran penyempurnaan dari Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI.
  • RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah
    • Pendahuluan
      • Komisi 2 DPR-RI melalui surat dengan Nomor B/1039/LG.01.01/1/2022 tanggal 17 Januari 2022 yang meminta Badan Legislasi untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi atas RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah. Permintaan tersebut sesuai dengan tugas Badan Legislasi DPR yang diatur dalam:
        • Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
        • Pasal 105 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
        • Pasal 66 huruf e Peraturan DPR-RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib; dan
        • Pasal 66 Peraturan DPR-RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang.
      • RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah telah memenuhi syarat formil untuk diajukan, karena RU tersebut termasuk dalam RUU Daftar Kumulatif Terbuka Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2022 dan telah disertai dengan Naskah Akademik.
    • Hasil Kajian
      • Berdasarkan hal tersebut di atas, Badan Legislasi DPR-RI, selanjutnya melakukan kajian atas RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Selatan tersebut, meliputi aspek teknis, aspek substantif, dan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
      • Aspek Teknis
        • Berdasarkan aspek teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah masih memerlukan penyempurnaan sebagai berikut:
          • Judul RUU seharusnya tidak menggunakan frasa "RUU tentang Pemekaran…”, melainkan menggunakan frasa "RUU tentang Pembentukan…”, merujuk ketentuan dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua maupun Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan yurisprudensi dari undang-undang pembentukan daerah otonom baru. Demikian juga pada diktum putusan, frasa “Pemekaran daerah" diganti dengan kata “Pembentukan…”.
        • Ketentuan mengingat tidak perlu mencantumkan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
        • Ketentuan mengingat perlu ditambahkan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
        • Ketentuan Pasal 1 angka 3 kata "Pusat" setelah frasa "Wakil Pemerintah”, sebaiknya dihapus, karena Pemerintah Pusat sudah disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 untuk selanjutnya cukup disebut sebagai "Pemerintah".
        • Ketentuan Pasal 1 angka 9 tentang definisi "Provinsi Papua” sebaiknya disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, sehingga berbunyi “Provinsi Papua adalah provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”.
        • Judul Bab I dan sub bab yang berjudul "Pembagian Wilayah" sebaiknya diganti frasa “Cakupan Wilayah", merujuk pada ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan yurisprudensi undang-undang yang mengatur tentang pembentukan daerah otonom yang sudah ada.
        • Ketentuan Pasal 4 belum merumuskan subjek hukum yang akan diberi kewenangan untuk menentukan batas wilayah sebagaimana draft RUU yang sudah diharmonisasi.
      • Aspek Substansi
        • Bahwa RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah masih memerlukan penyempurnaan substansi sebagai berikut: Pasal 9 ayat (4) sampai ayat (6) sebaiknya dihapus saja, karena merupakan frasa yang sudah umum dalam administrasi pemerintahan dan tidak perlu ditegaskan lagi. Adapun ayat (7) frasa "Badan Musyawarah Kampung”, sebaiknya diberikan penjelasan disesuaikan dengan definisi yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 atau dihapus saja karena tidak relevan dengan materi muatan RUU.
        • Pasal 10 terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak perlu dirumuskan disini, karena sudah diatur dalam undang-undang yang mengatur pemerintah daerah dan undang-undang yang mengatur otonomi khusus Papua.
        • Pasal 12 tidak menjelaskan secara definitif pembebanan atas atas pelaksanaan pemilihan Gubernur dan wakil gubernur pertama kali pada provinsi yang baru dibentuk. Di dalam yurisprudensi undang-undang pembentukan daerah otonom yang sudah ada dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja provinsi induk.
        • Pasal 13 ayat (4) yang menyebutkan prosentase tertentu bagi orang asli Papua dalam pengisian ASN, perlu ditinjau ulang dikaitkan dengan ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi “Setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
        • Pasal 14 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sebaiknya mengacu pada Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua, yang memberlakukan untuk seluruh Papua, tidak parsial untuk provinsi tertentu di Papua, sehingga ketentuan Pasal 14 sebaiknya dihapus.
        • Bagian Kelima terkait DPR Papua Pegunungan Tengah sebaiknya merumuskan hal-hal yang terkait dengan pengisian DPR Papua Tengah untuk pertama kali. Adapun tentang mekanisme pengisian DPR di tanah Papua, mengacu pada Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua, sehingga Pasal 15 perlu direkonstruksi dan Pasal 16 dihapus.
        • Pasal 15 ayat (4) sebaiknya dijadikan 2 (dua) ayat sehingga berbunyi sebagai berikut:
          • (4) Anggota DPR Papua Pegunungan Tengah yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berjumlah sebanyak 1/4 (satu per empat) kali dari jumlah Anggota DPR Papua Tengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
          • (5) Anggota DPR Papua Pegunungan Tengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mempunyai masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan Anggota DPR Papua Pegunungan Tengah yang dipilih sebagaimana dimaksud pada ayat 1) huruf a.
        • Bagian keenam terkait MRP Provinsi Papua Pegunungan Tengah, sebaiknya merumuskan hal-hal yang terkait dengan pengisian MRP Papua Tengah untuk pertama kali. Adapun tentang mekanisme pengisian MRP di tanah Papua serta tugas-tugasnya, mengacu pada Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua, sehingga Pasal 17 perlu direkonstruksi.
        • Dalam Bab IX Ketentuan Penutup, perlu ditambahkan 2 (dua) pasal baru:
          • a. mengenai waktu yang diberikan oleh undang-undang untuk menyelesaikan delegasi kewenangan; dan
          • b. mengenai tugas Pemantauan dan Peninjauan undang-undang setelah undang-undang ini berlaku.
    • RUU ini secara garis besar telah memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun, berdasarkan kajian di atas, RUU ini masih perlu penyempuraan khususnya dari asas kejelasan rumusan. Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • Untuk hasil kajian RUU tentang Provinsi Papua Tengah sama dengan RUU Papua Pegunungan Tengah. Pada prinsipnya, di aspek teknis mulai dari Judul disesuaikan dan ada istilah pemekaran juga disesuaikan formatnya. 
  • RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Tengah, substansinya sama, karena ketiganya hasil pemekaran daerah otonom yang namanya Papua.

Perwakilan Pengusul (Syamsurizal, Fraksi PPP)

  • Saat ini tidak ada pemekaran wilayah dan itu masih dalam kondisi terhenti pemekarannya atau masih dalam istilah moratorium. Untuk pemekaran Provinsi Papua, itu merupakan amanah dari Undang-Undang tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. 
  • Berkaitan dengan istilah pemekaran atau pembentukan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, di Pasal 76 ayat 2 disebutkan masih dengan istilah Pemekaran. 
  • Terkait batas wilayah, untuk Papua Selatan pada Pasal 4 ayat 2 menyebutkan batas wilayah digambarkan pada peta wilayah lengkap pada titik koordinat yang sudah disepakati bersama. 
  • Dalam Peraturan Mendagri bahwa untuk batas wilayah di tingkat provinsi tidak ada pengaturannya. Jadi, jika ada perubahan yang akan dirombak bukan pasal undang-undang, melainkan hanya pada Peraturan Mendagri-nya saja. 
  • Pemekaran ini guna untuk mensejahterakan serta memberikan pelayanan untuk kesiapan pembangunan ekonomi nasional yang ada di Papua.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan