Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual - Komisi 8 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia dan Wanita Hindu Dharma Indonesia

Tanggal Rapat: 31 Jan 2018, Ditulis Tanggal: 23 Apr 2020,
Komisi/AKD: Komisi 8 , Mitra Kerja: Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia

Pada 31 Januari 2018, Komisi 8 DPR_RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia dan Wanita Hindu Dharma Indonesia membahas RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. RDPU ini dipimpin dan dibuka oleh Marwan Dasopang dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil Sumatera Utara 2 pukul 10.34 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia
  • Konsep seksualitas yang ditawarkan dalam RUU P-KS bersifatindividual dan tidak menunjukkan relasi atau kaitannya dengan konsep keluarga. Definisi kekerasan seksual dalam RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual menggarisbawahi relasi gender dan relasi kuasa sebagai penyebab dari kekerasan seksual, padahal akar permasalahan dari masalah kejahatan seksual adalah hilangnya peran keluarga sebagai unit perlindungan terkecil dalam masyarakat. Kata-kata multitafsir seperti terminologi kekerasan seksual tidak layak digunakan sebagai judul Rancangan Undang-Undang sehingga Aliansi Cinta Keluarga mengusulkan agar nama RUU diganti menjadi Penghapusan Kejahatan seksual atau Kejahatan Kesusilaan, lalu juga bentuk-bentuk Kekerasan Seksual diubah menjadi bentuk-bentuk Kejahatan Seksual.

  • RUU Kejahatan Seksual atau Kejahatan Kesusilaan agar selaras degan KUHAP. Istilah maupun definisi dari bentuk-bentuk kekerasan seksual dalam RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual juga kurang tepat apabila digunakan sebagai delik genus. Salah satunya adalah adanya upaya untuk menerima kegiatan pelacuran sebagai sebuah norma yang tidak bertentangan dengan norma positif. Dalam RUU disebutkan bentuk kekerasan seksual adalah “pemaksaan pelacuran” sedangkan pelacuran sendiri tidak dijadikan bentuk kekerasan seksual. Kerancuan lainnya adalah delik pemaksaan aborsi, pada prinsipnya aborsi adalah sebuah hal yang dilarang karena termasuk ada pembunuhan janin, namun dapat dilakukan pada kondisi medis tertentu. Namun dengan adanya norma pemaksaan aborsi tersebut maka tidak jelas mengenai batasan-batasan larangan aborsi tersebut. Bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya dalam RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual definisinya sangat bias, seperti adanya perluasan makna perkosaan, perbudakan seksual, penyiksaan seksual sehingga berpotensi menjadiover kriminalisasi masyarakat karena norma-norma mengenai kategori sebagai kekerasan seksual tidak memiliki dasar kebutuhan dalam masyarakat Indonesia. RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual juga menganfirmasi perilaku LGBT karena naskah Akademik RUU penghapusan kekerasan seksual dengan jelas memasukkan agenda kekerasan seksual atas dasar orientasi seksual berbeda,yaitu kekerasan seksual tidak hanya berbasis pada gender namun juga berbasis pada orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender. Norma-norma mengenai kategori sebagai kejahatan seksual tidak menciptakan ambiguitas yang tidak memiliki dasar kebutuhan dalam masyarakat Indonesia sehingga Aliansi Cinta Keluarga memiliki usulan:
    • RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual diubah menjadi RUU Kejahatan Seksual.
    • Bentuk kekerasan seksual diubah menjadi : Perkosaan, pelacuran, perzinaan, aborsi, pemaksaan kontrasepsi, sodomi, penyimpangan seksual termasuk masokhisme, voyeurisme, eksibisionisme, sadisme, bestialitisme, cecrophilie (ketertarikan seksual pada mayat), homoseksual, anal sex dan hubungan seksual suami istri di saat istri tengah menstruasi.
    • RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya menjadi payung hukum pada pokok-pokok permasalahan kejahatan seksual yang ada di masyarakat dan bukan menjadi bentuk liberalisasi seksual yang menghilangkan norma, agama dan budaya masyarakat Indonesia.

Catatan: Aliansi Cinta Keluarga berpandangan RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual yang sedang masuk dalam pembahasan di Komisi VIII DPR RI tidak perlu dilanjutkan prosesnya.

Wanita Hindu Dharma Indonesia

  • Wanita Hindu Dharma Indonesia pernah mengikuti diskusi dengan Kowani (Kongres Wanita Indonesia) bahwa naskah akademik tentang RUU P-KS dan jika teorinya itu bagus, tapi kita juga harus mengawal bagaimana tindakan-tindakan daripada kejahatan-kejahatan yang menyangkut perempuan dan anak-anak akan sampai pada proses persidangan.
  • Wanita Hindu Dharma Indonesia menanggapi proses RUU P-KS, yaitu harus korban wajib mendapat pendampingan hukum, pemulihan hak-haknya, dijaga kehormatannya, Prosesnya cepat dan akurat. Wanita Hindu Dharma Indonesia berpandangan kenyataan dilapangan semua pada menutup mata karena tidak sesuai teori.
  • Wanita Hindu Dharma Indonesia karena memang didalam teori yaitu ruang lingkup pengaturan penghapusan kekerasan seksual berdasarkan jangkauan dan arah pengaturan tersebut maka ruang lingkup pengaturan mengenai penghapusan kekerasan seksual meliputi: pencegahan, penanganan, perlindungan dan pemulihan bagi korban serta pennindakan pemidanaan pelaku penghapusan kekerasan seksual yang diatur dalam RUU adalah elaborasi dari kewajiban negara dalam hal penghapusan kekerasan seksual negara wajib menyelenggarakan melibatkan keluarga, komunitas, organisasi masyarakat, dan korporasi. Wanita Hindu Dharma Indonesia meminta agar RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual bisa diselaraskan dengan KUHP, KUHAP dan peraturan perundang-undangan lainnya. Meskipun RUU P-KS ini belum jadi namun Wanita Hindu Dharma Indonesia sangat mendukung RUU P-KS karena pelaksanaan dilapangan harus sesuai dengan pasal-pasal yang akan dirumuskan menyangkut anak dibawah umur, perempuan dan hak asasi yang lain yang menyangkut wanita dan anak-anak itu sendiri.
  • Wanita Hindu Dharma Indonesia mengharapkan kenyataan pelaksanaan dilapangan itu tidak seperti sekarang yang dari proses pelaporan, hak-hak asasinya, proses penyidikan, sampai kepada keputusan itu kadang-kadang seperti awang-awang,tidak jelas maka dari itu Wanita Hindu Dharma Indonesia juga berharap pelaksanaannya selalu kita kawal bahwa benar-benar dilindungi haknya benar-benar menjadi panutan buku itu, UU yang kita akan sahkan.
  • Wanita Hindu Dharma Indonesia menyetujui RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual ini dengan mempertimbangkan proses hukum yang terjadi di masyarakat, dalam artian pelaksanaannya yang harus lebih dimatangkan ataukah dikawal sebaik-baiknya berdasarkan UU yang akan diterbitkan. Wanita Hindu Dharma Indonesia mengatakan yang harus jelas adalah masalah kekerasan anak, jika anak yang dibawah umurkan sudah diatur, sudah ada pasalnya tapi jika anak yang diatas umur itulah yang susah untuk kita menerapkan pasal-pasalnya itu seperti yang dibilang tadi seperti kumpul kebo, karena begitu hamil baru laporan.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan