Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Tanggapan atau Masukan terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran — Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)

Tanggal Rapat: 13 Apr 2017, Ditulis Tanggal: 30 Nov 2020,
Komisi/AKD: Komisi 1 , Mitra Kerja: Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)

Pada 13 April 2017, Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) mengenai Tanggapan atau Masukan terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Firman Soebagyo dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dapil Jawa Tengah 3 pada pukul 13:48 WIB. Firman sebagai Pimpinan Rapat memberikan pengantar bahwa ATSDI dan ATVLI diundang untuk memberikan masukannya terhadap RUU tentang Penyiaran khususnya yang terkait dengan migrasi televisi analog ke televisi digital. (ilustrasi: lancangkuning.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)

Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI)

  • Kondisi global saat ini menunjukkan bahwa hampir 90% sudah memberlakukan televisi digital. 
  • Televisi digital dimulai sejak tahun 2007 dan baru masif diimplementasikan pada tahun 2009.
  • Negara telah mengeluarkan dana yang banyak untuk transformasi ke televisi digital.
  • Fakta di lapangan menunjukkan seharusnya Analog Switch Off (ASO) dapat diimplementasikan pada tahun 2013. Namun, karena belum siap, diundur hingga tahun 2018.
  • ATSDI mendukung RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menetapkan ASO paling lama 5 (lima) tahun sejak RUU ini disahkan menjadi undang-undang. Namun, alangkah lebih baiknya ditetapkan 3 (tiga) tahun saja, karena jika terlalu lama atau terlambat, maka negara akan rugi.
  • Infrastruktur siaran digital telah dibangun di seluruh Indonesia dan telah diresmikan oleh Presiden RI.
  • Uji coba televisi digital akan dilakukan di 17 (tujuh belas) provinsi yang sebelumnya sebanyak 32 (tiga puluh dua) provinsi yang ditawarkan oleh TVRI.
  • ATSDI memberikan klarifikasi bahwa ATSDI tidak menerima Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang jumlahnya ratusan juta rupiah.
  • Siaran asing yang masuk ke Indonesia tidak bayar pajak, karena Indonesia terlambat dalam hal pengalihan ke televisi digital dan ASO.
  • Indonesia sebagai anggota G-20 harusnya dapat menyesuaikan dengan keadaan dunia. 
  • Indonesia harus melibatkan pihak terkait dalam mendistribusikan televisi digital dan memberhentikan penjualan televisi analog.
  • TNI dan Polri harus dilibatkan dalam melakukan pendistribusian televisi digital.
  • ATSDI sepakat adanya penetapan Single Multiplexer (mux) oleh TVRI. 
  • Negara harus bersifat adil dalam penyiaran nasional yang dalam hal ini Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI sebagai penyedia mux.
  • Apabila televisi swasta mempunyai mux sendiri dan tidak patuh terhadap LPP TVRI, ini merupakan sebuah pelanggaran. 
  • ATSDI sepakat dengan tugas dan wewenang dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang fokus hanya untuk pengawasan, sementara untuk perizinan adalah tugas dan wewenang dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI.
  • Teknologi pengawasan ke depan harus lebih baik dan harus punya standar yang tinggi.
  • Diperlukannya Lembaga Penyiaran Khusus (LPK) untuk mengawasi televisi swasta yang hanya mementingkan rating.
  • TV Parlemen harus lebih inovatif agar dapat menarik perhatian penonton.
  • ATSDI berharap DPR-RI dapat menyelesaikan pembahasan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dengan cepat.

Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)

  • Lembaga televisi yang telah existing tidak dapat ditolak, justru harus diberikan perlindungan hukum.
  • Tahun 2007, ada peresmian televisi digital yang dilakukan oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla.
  • Pola teknis dari ATVLI tidak pernah ditanggapi oleh Kemkominfo, padahal koordinasi telah dilakukan. 
  • RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kedepannya harus melihat pola teknis dan payung hukumnya juga harus jelas.
  • ATVLI mengusulkan agar dibentuk semacam badan digital nasional yang melibatkan lembaga penyiaran, masyarakat, Pemerintah, dan DPR. 
  • Masyarakat Indonesia tidak dipersiapkan untuk menerima siaran digital. Oleh karena itu, peraturan teknisnya harus diatur terlebih dahulu.
  • Penetapan TVRI sebagai single mux harus dipertimbangkan karena dapat memungkinkan untuk melakukan monopoli penyiaran. Padahal, seharusnya sifatnya demokrasi penyiaran. 
  • Untuk Lembaga Penyiaran Khusus (LPK), ATVLI mengalami kecemburuan karena ada partai-partai tertentu yang bebas menayangkan iklan kampanyenya. 
  • LPK dapat memungkinkan timbulnya conflict of interest.
  • Untuk multi mux, apabila dilakukan hitungan tidak ada masalah. Masalahnya ada di pengaturan frekuensi.
  • Keberadaan televisi lokal harus diatur dalam RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, sehingga eksistensinya dapat diketahui. 
  • Kedepannya, Anggota DPR-RI dapat menekankan kepada Pemerintah bahwa harus berhati-hati dalam melakukan perubahan atas Undang-Undang tentang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
  • ATVLI berharap agar ada televisi yang dual reception, sehingga ada digital dan analog.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan