Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan terhadap Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) — Komisi 10 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI), DPP Forum Pengelola Lembaga Kursus, dan Pelatihan (DPP PLKP), dan Poros Pelajar Nasional

Tanggal Rapat: 5 Sep 2022, Ditulis Tanggal: 10 Oct 2022,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI), DPP Forum Pengelola Lembaga Kursus, dan Pelatihan (DPP PLKP), dan Poros Pelajar Nasional

Pada 5 September 2022, Komisi 10 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI), DPP Forum Pengelola Lembaga Kursus, dan Pelatihan (DPP PLKP), dan Poros Pelajar Nasional mengenai Masukan dan Pandangan terhadap Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Hetifah Sjaifudian dari Fraksi Partai Golongan Karya (FP-Golkar) dapil Kalimantan Timur pada pukul 09:07 WIB. (Ilustrasi: m.mediaindonesia.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI), DPP Forum Pengelola Lembaga Kursus, dan Pelatihan (DPP PLKP), dan Poros Pelajar Nasional

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI):

  • RUU Sisdiknas; penghilangan tunjangan profesi adalah pelemahan atas profesi dan pelecehan terhadap harkat martabat guru. Oleh karena rancangan itu belum sampai kepada Komisi 10, kami ingin menekankan satu saja di dalam perjuangan ini, yaitu adanya RUU Sisdiknas periode April 2022 dimana disitu ada Pasal 127 yang sekarang yang periode Agustus 2022 itu dihilangkan.
  • Kami mengharapkan kepada Komisi 10 untuk memasukkan kembali, karena itu roh daripada profesi itu sendiri. Dengan kata lain, untuk membendung aksi gerakan yang dilakukan oleh anggota kami yang tersebar dari 8.300 kecamatan di Indonesia, 516 kabupaten/kota, dan 34 provinsi (yang 3 di Papua belum masuk) sangat mengharapkan agar tunjangan profesi guru dan tunjangan profesi dosen serta tunjangang kemaslahatan dosen mendapatkan haknya sampai dengan usia pensiun. Bagi Pengurus Besar PGRI itu harga mati.
  • Sebagaimana yang kita ketahui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristek sering kali mengungkapkan kalimat sejarah, yang terbaru ia mengatakan bahwa RUU Sisdiknas akan menjadi RUU yang bersejarah.
  • Jika kita ingat ketika Menteri Pendidikan baru dilantik ia mengatakan bahwa ia tidak mengenal masa lalu, ia hanya mengenal masa depan.
  • Namun, ironis di dalam RUU Sisdiknas sejarah Indonesia yang merupakan pokok pikiran bangsa dan identitas sebuah bangsa Indonesia tidak dijadikan sebagai muatan pelajaran wajib. Jika ia tidak belajar dari sejarah, maka nanti akan terjadi malapetaka bagi republik ini dan itu sudah terjadi dalam RUU Sisdiknas.
  • PGRI sebagai sebuah organisasi profesi wajib dilibatkan dalam berbagai kebijakan pendidikan, karena PGRI merupakan organisasi profesi tertua yang dimulai dari tahun 1912 melalui perkumpulan guru Hindia-Belanda. Kemudian, tahun 1932 Perkumpulan Guru Indonesia dan menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia pada 25 November 1945.
  • Kami memiliki 3,4 juta anggota yang tersebar dari mulai tingkat ranting, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, sampai pengurus besar.
  • Kami bersifat initaristik. Dosen, guru, tenaga kependidikan, dan pensiunan melebur menjadi satu.
  • Kami sangat inklusif dan kami juga sangat independen tidak terikat oleh partai politik manapun. Bahkan, terkait dengan UU Sisdiknas yang didalamnya terdapat kode etik, kami merupakan organisasi guru pertama yang memiliki kode etik. Itu dilahirkan pada kongres PGRI ke-12 di Jakarta sekitar tahun 1973.
  • Kami sebagai sebuah induk organisasi memiliki perangkat organisasi. Mulai dari lembaga bantuan hukum, yayasan penyelenggara pendidikan, asosiasi profesi, PGRI smart learning and character, lembaga kajian, dan juga perempuan PGRI. Terakhir, kami membuat sebuah persekutuan melalui negara-negara ASEAN ditambah Korea Selatan dalam bentuk ASEAN Council of Teacher (ACT) yang itu kami lakukan di DKI Jakarta tepatnya di Ancol.
  • Kami juga ikut melahirkan UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dan kami terlibat aktif ketika UU Guru dan Dosen lahir di tahun 2005.
  • Keppres Nomor 78 Tahun 1994 semakin meneguhkan posisi kami sebagai organisasi profesi guru pertama di Indonesia. Hari Guru Nasional diperingati bersamaan dengan hari lahirnya PGRI sebagai organisasi.
  • Itu lah alasan PGRI wajib dilibatkan dalam berbagai kebijakan di negara ini.
  • Ada 4 alasan RUU Sisdiknas perlu diperbaiki:
    • Secara substansi, bidang pendidikan yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 20043, UU Nomor 14 Tahun 2005, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pendidikan Tinggi belum termuat di dalam RUU Sisdiknas yang bersifat omnibus law.
    • Keberadaan RUU Sisdiknas masih menyisakan polemik dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, karena penyusunannya tergesa-gesa, diam-diam, tidak transparan, minim keterlibatan ahli, dan juga minim partisipasi publik.
    • Peta jalan atau road map pendidikan yang seharusnya menjadi prasyarat ataupun acuan di dalam penyusunan RUU Sisdiknas juga belum selesai dituntaskan. Oleh karena itu, kami juga menyambut baik usul dari Komisi 10 DPR dalam hal ini Kang Syaiful Huda untuk melakukan pembentukan tim gabungan atau Pokja nasional RUU Sisdiknas dari berbagai unsur organisasi ataupun unsur kepakaran.
    • Yang sangat mencoreng kami adalah hilangnya ayat tunjangan profesi dalam RUU Sisdiknas versi Agustus.
  • Hilangnya tunjangan profesi sebetulnya bisa kita lacak melalui beberapa fakta historis:
    • Kita ingat, tahun 2015 ketika Kemendikbud Ristek rapat bersama Komisi 10 ingin menghapus tunjangan profesi guru.
    • Tahun 2018, Sri Mulyani selaku Menteri Ekonomi menyatakan besarnya tunjangan profesi dalam bentuk sertifikasi tidak mencerminkan kualitas pendidik dan hanya dianggap membebankan APBN.
    • Plt. Kepala Balitbang Kemendikbud, Pak Toto Suprayitno itu pada tahun 2021 ketika rapat dengan Komisi 10 menyatakan bahwa tunjangan profesi guru belum memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pembelajaran, karena itu Pemerintah berencana memberikan tunjangan profesi guru hanya kepada guru yang berprestasi saja.
    • Tahun 2019, kawan-kawan kita di kalangan guru Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) yang didalamnya ada guru PPKn, Bahasa Indonesia, agama, dan lain-lain tunjangan profesinya diberhentikan oleh Perdirjen GTK dan Persesjen Kemendikbud.
  • Sesungguhnya, draft RUU Sisdiknas yang kita lihat dari versi April Pasal 127 dan versi Agustus Pasal 105 mengenai hak kesejahteraan guru sesungguhnya mengalami kemunduran. Apalagi jika kita bandingkan dengan UU Guru dan Dosen, ada dari Pasal 14-20 untuk Guru dan Pasal 51-60 untuk Dosen.
  • Mari kita coba kutip Pasal 14 UU Guru dan Dosen, ada 2 pasal yang hilang yang itu sesungguhnya berbeda dengan spirit negara untuk membentuk merdeka belajar dan guru merdeka.
  • Di dalam Pasal 14 UU Guru dan dosen dikatakan di antara Hak Guru adalah dua memiliki kesempatan berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan juga kompetensi. Dua hal ini hilang dalam draft RUU Sisdiknas versi April ataupun versi Agustus.
  • Bisa dibayangkan, ketika guru dibelenggu tidak bisa terlibat dalam kebijakan dan dihambat karirnya untuk melakukan peningkatan kompetensi atau pendidikan.
  • Di dalam Pasal 15 UU Guru dan Dosen jelas. Guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yang didalamnya ada gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus bagi saudara-saudara kita di daerah terpencil, dan juga tunjangan kehormatan bagi dosen ataupun guru besar, yang mana itu pun masih ditambah oleh maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru berdasarkan prinsip penghargaan dan prestasi.
  • Yang bertanggung jawab memberikan kebutuhan hidup di atas minimum adalah Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah.
  • Di dalam Pasal 15 UU Guru dan Dosen, disana juga dikatakan pasal-pasal tentang tunjangan. Pasal 16 Ayat 1-6 tentang tunjangan profesi guru. Pasal 17 Ayat 1-3 tentang tunjangan fungsional. Pasal 18 ayat 1-4 tentang tunjangan khusus. Pasal 19 tentang maslahat tambahan.
  • Poin-poin yang menginginkan agar guru mendapatkan kesejahteraan di atas minimum hilang dalam RUU Sisdiknas versi Agustus.
  • Bisa dibayangkan, UU Guru dan Dosen yang mengangkat harkat martabat kami sebagai profesi guru dengan kesejahteraan di atas minimum dengan tambahan maslahat dan tunjangan profesi dijadikan standar minimum. Bahkan, di bawah standar minimum, karena tidak semua daerah mendapatkan tunjangan kinerja.
  • Kawan-kawan kita di Sulawesi Tengah hanya dapat gaji pokok dan tunjangan profesi. Lalu, kawan-kawan kita di perbatasan yang seharusnya dapat tunjangan khusus tunjangan Daerah 3T tidak dapat. Di Kalimantan Tengah, kawan-kawan kita yang sudah dapat sertifikasi, tidak dapat lagi tunjangan kinerja daerah. Di Banten kawan-kawan kita di provinsi dapat tunjangan kinerja, namun di kabupaten berbeda-beda. Di Rangkasbitung dapat, di Lebak tidak dapat.
  • Bisa dibayangkan, ketika guru ke depan kembali ke masa Umar Bakri hanya mendasarkan dirinya kepada gaji pokok, kepada tunjangan khusus yang tidak semuanya dapat, kepada tunjangan fungsional yang jumlahnya tidak signifikan, kepada tunjangan kinerja yang semua daerah tidak dapat.
  • Tunjangan profesi sangat dibutuhkan oleh guru-guru kita di seluruh Indonesia.
  • Jika kita bandingkan draft RUU versi April, di sana dalam Pasal 127 masih tertera kalimat tunjangan, walaupun juga tidak dijelaskan secara komprehensif tunjangan yang dimaksud seperti apa. Berbeda dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 yang sangat detail menjelaskan itu. Di dalam draft RUU versi Agustus Pasal 105 kalimat tunjangan hilang. Ketika kalimat tunjangan hilang, maka otomatis tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan juga tunjangan kehormatan tidak ada sama sekali.
  • Pasal yang hilang, yaitu Pasal 127 Ayat 2-10 di dalam versi Agustus.
  • Kami akan mencoba mengkritisi pernyataan Kemendikbud dalam kalimatnya kemarin. Dalam Pasal 105 RUU versi Agustus dikatakan dalam menjalankan tugas keprofesionalan, pendidik berhak memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang setelah kami baca pada bab penjelasan, sesungguhnya yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah bagi guru dan dosen merujuk kepada UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan bagi guru atau dosen swasta merujuk kepada UU Ketenagakerjaan.
  • Lagi lagi, terjadi kemunduran yang semula kita mendapatkan kesejahteraan di atas minimum, kini dianggap minimum.
  • Ini merupakan sebuah analogi di mana kita disamakan dengan buruh, dilemahkan profesinya, dan dilecehkan harkat martabatnya.
  • RUU Sisdiknas versi Agustus di dalam ketentuan peralihan ini menjadi legitimasi Kemendikbud Ristek untuk menyatakan bahwa tunjangan profesi masih ada tidak dihapus. Kami juga punya pandangan kritis. Memang tunjangan profesi masih ada dalam RUU, tapi tunjangan profesi ada di dalam ketentuan peralihan.
  • Dalam Pasal 145 yang merupakan pasal kritikal di sana disebutkan bahwa setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 sebelum undang-undang ini diundangkan masih menerima tunjangan tersebut. Artinya benar, kalimat Pemerintah yang menyatakan tunjangan profesi masih ada, masih tetap diberikan. Ayat 2-nya, setiap guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 menerima besaran penghasilan yang sama dengan penghasilan/pengupahan yang diterima sebelum undang-undang diundangkan.
  • Pasal 147, peraturan pelaksanaan dari UU ini harus ditetapkan paling lambat 2 tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Artinya, jika tunjangan profesi masih ada diberikan kepada guru-guru yang sudah mendapatkan berdasarkan UU 14/2005, sesungguhnya usianya tidak akan lama, maksimal hanya 2 tahun, karena setelah undang-undang yang baru disahkan, maka kita tidak memiliki landasan hukum.
  • Jika UU ini sudah diundangkan, artinya tunjangan profesi tidak akan bisa dibayarkan, karena masa peralihan hanya berlaku 2 tahun. Pemerintah hanya bisa memberikan pembayaran selama 2 tahun di masa peralihan dan bisa dipastikan tahun 2024 tunjangan profesi benar-benar hilang bagi guru dan dosen, tunjangan khusus benar-benar hilang bagi kawan-kawan kita di daerah terpencil, dan tunjangan kehormatan benar-benar hilang bagi teman-teman kita yang ada di perguruan tinggi.
  • Kita juga bisa melihat pada Ketentuan Penutup Pasal 148 dan 149 terjadi inkonsistensi. Di dalam Pasal 148 dikatakan jika UU 14/2005, UU 20/2003, UU 12/2012 masih berlaku. Namun, di Pasal 149 juga dikatakan bahwasanya UU itu tidak berlaku setelah UU yang baru disahkan. Kami melihat ini inkonsistensi pasal.
  • Jika penempatan pasal bukan ada di dalam batang tubuh, melainkan hanya di Peralihan atau Ketentuan Penutup, maka bisa dipastikan guru tidak akan bisa menuntut dan tidak ada keharusan bagi Pemerintah. Jadi, kalau memang Pemerintah ingin berpihak kepada guru, maka masukkan di dalam Batang Tubuh, bukan dicantumkan di dalam Peralihan yang sifatnya hanya sementara atau dilampirkan di dalam bagian Penutup yang tidak bermakna apapun. Itu catatan kritis kami.
  • Kesimpulannya;
    • PGRI sebagai sebuah organisasi profesi pertama dan tertua di Indonesia wajib dilibatkan dalam berbagai kebijakan pendidikan.
    • RUU Sisdiknas perlu diperbaiki. Kami mendukung RUU ini sebagai sebuah kemajuan untuk dunia pendidikan. Namun, catatan-catatan kritis juga harus diakomodir dan diperbaiki.
    • Pembentukan Tim Gabungan atau Pokja Nasional RUU Sisdiknas dari berbagai unsur organisasi maupun kepakaran perlu dibangun agar tidak terjadi polemik di masyarakat.
    • Tunjangan profesi harga mati bagi kami. Kembalikan ayat tentang tunjangan profesi bagi guru dan dosen, tunjangan khusus bagi teman-teman di daerah terpencil dan 3T, serta tunjangan kehormatan bagi guru besar.
    • Jika ingin guru lebih sejahtera dan tidak kembali ke zaman Umar Bakri, berikan guru kesejahteraan di atas minimal dan kemaslahatan tambahan sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen.
    • Niat baik saja tidak cukup, melainkan perlu dituliskan dalam Batang Tubuh perundang-undangan agar mengikat sebagai norma hukum.
    • Kami juga melakukan gerakan sosial petisi online yang per hari ini sudah terkumpul hampir 17.000 menyatakan dukungan agar menunda RUU Sisdiknas.
  • Jika Pemerintah tidak memperhatikan kami sebagai sebuah organisasi besar, maka yang terjadi bisa saja ada gerakan sosial. Namun sebelum itu terjadi, kami akan konsisten mengawal melalui perjuangan intelektual dan perjuangan politik yang akhirnya kami adalah mitra strategis Pemerintah, kami akan dukung yang baik untuk guru dan dosen. Jika ada hal yang merugikan guru dan dosen, PGRI tidak akan pernah berhenti untuk bersuara lantang.

Ikatan Guru Indonesia (IGI):

  • Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyatakan siap mengawal RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) untuk mewujudkan janji Pemerintah dalam memajukan kesejahteraan dan kualitas guru yang tertunda belasan tahun.
  • Indonesia selama ini menjalankan satu sistem pendidikan yang diatur dalam tiga undang-undang, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
  • Dalam perkembangannya, tidak semua aturan dalam undang-undang tersebut sesuai dengan kebutuhan perubahan zaman. Di era merdeka belajar saat ini, sangat penting adanya ruang inovasi dan kreativitas dalam sistem pendidikan yang terkandung di RUU Sisdiknas.
  • IGI sebagai organisasi profesi guru telah menelaah naskah akademik beserta naskah RUU Sisdiknas, khususnya pada Pasal 104 sampai dengan Pasal 112 terkait pendidik atau guru.
  • Di dalam naskah RUU Sisdiknas, ada beberapa hal positif yang menjadi energi baru bagi guru. Misal, dimasukkannya PAUD sebagai salah satu jenjang pendidikan, yaitu jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, dalam Pasal 18 Ayat 2. Hal positif lain, yaitu tentang karir guru. Namun, perlu ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
  • Di dalam Naskah Akademik RUU Sisdiknas juga dijelaskan upaya dan niat baik Pemerintah terkait pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan guru. Namun, niat baik tersebut tidak tertuang dalam Batang Tubuh RUU Sisdiknas, sehingga memunculkan berbagai persepsi di kalangan guru dan penggiat pendidikan, salah satunya adalah terkait hilangnya klausul tunjangan profesi guru. Dalam tataran implementasi, yang menjadi dasar kebijakan adalah UU Sisdiknas, bukan naskah akademik.
  • Selain hal-hal positif di atas, terdapat beberapa masukan dari IGI agar RUU Sisdiknas ini layak dijadikan landasan hukum untuk pemenuhan hak dan kewajiban guru di Indonesia. Adanya penyederhanaan istilah atau kalimat di RUU ini membuat beberapa pasal memerlukan penjelasan dan/atau ayat tambahan untuk memperjelas pasal-pasal tersebut.
  • Oleh karena itu, IGI menyatakan sikap secara objektif dengan memberikan tanggapan/masukan terhadap RUU Sisdiknas sebagaimana terlampir. Kiranya ini bisa menjadi masukan konstruktif sebagai ikhtiar bersama demi kemajuan pendidikan di Indonesia.
  • Segala sesuatu itu pasti dimulai dari tujuannya, sehingga yang pertama yang kami kritisi adalah tujuan pendidikan. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003, Pasal 3 disebutkan secara detail bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar jadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, tetapi di RUU Sisdiknas seperti ada reduksi di beberapa kata yang menurut kami sudah cukup bagus.
  • Di RUU Sisdiknas berbunyi pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan potensi pelajar dengan karakter Pancasila agar menjadi manusia yang beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, berilmu, bernalar kritis, berkebhinekaan, bergotong-royong, dan kreatif. Hal ini sebenarnya positif bahwa di RUU Sisdiknas ada penambahan karakter-karakter seperti berkebhinekaan. Namun, fungsi pendidikan di sini menghilangkan kata yang sangat penting menurut kami, yaitu kata sehat. Mungkin terlihat sepele, namun kata Sehat ini adalah modal utama.
  • Mandiri dan sehat adalah hal yang berbeda, sehingga ketika di sini sudah ada kata Mandiri, bukan berarti harus menghilangkan kata sehat, karena sehat merupakan syarat untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pada gilirannya akan berpengaruh pada prestasi, kreativitas, dan juga produktivitas. Hal ini juga nantinya berpengaruh pada karakter kemandirian dan kata Sehat pula yang selama ini menjadi acuan atau pedoman dalam pengembangan sekolah menjadi sekolah adiwiyata, sekolah sehat, dan lain-lain, sehingga kami mengusulkan untuk tetap dicantumkan.
  • Kewajiban warga negara:
    • UU Sisdiknas 2003 Pasal 6:
      • Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar
      • Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan
    • RUU Sisdiknas Pasal 12:
      • Setiap warga negara yang berusia enam tahun sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar
      • Setiap warga negara yang berusia enam belas tahun sampai dengan delapan belas tahun pada daerah yang menerapkan Wajib Belajar pada jenjang pendidikan menengah wajib mengikuti pendidikan menengah
    • Pendapat/usulan:
      • Jika melihat batasan usia pada Pasal 12 ini, dapat dikatakan bahwa pelajar yang sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus naik kelas terus, padahal bisa jadi ada anak yang kemampuannya berbeda meski berada pada usia tersebut. Kecepatan belajar setiap anak tidaklah sama
  • Definisi guru/pendidik:
    • UU Sisdiknas 2003: Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (Ketentuan umum Pasal 1 ayat 6)
    • UU Guru dan Dosen: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Ketentuan umum Pasal 1 ayat 1)
    • RUU Sisdiknas: Pasal 1 ayat 7 (ketentuan umum), pendidik adalah tenaga yang melaksanakan pendidikan untuk mengembangkan potensi pelajar. Pasal 107, pendidik terdiri atas guru, dosen, instruktur, dan pendidik keagamaan. Pasal 108, guru merupakan pendidik profesional pada; Jenjang pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal, dan Jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah pada jalur pendidikan formal dan non formal.
    • Pendapat/usulan: Definisi guru pada RUU Sisdiknas kurang lengkap jika dibandingkan UUGD 2005 atau UU Sisdiknas 2003. Sistematikan pembahasan di RUU Sisdiknas ini tidak urut dan tidak runtut, Definis yang tidak dinyatakan secara eksplisit di ketentuan umum. Definisi tentang pendidik pada RUU yang termuat dalam Pasal 1 ayat 7 tersebut seperti terputus, kurang jelas maknanya, dan baru kemudia dijelaskan di Pasal 107 dan 108. Pendefinisian itu penting dinyatakan dalam ketentuan umu, sehingga pasal-pasal berikutnya mudah dipahami dan dipermudahkan pelaksana UU untuk menjalankan dengan pengertian dan pemahaman yang sesuai. (Termasuk definisi madrasah, pesantren, dan organisasi profesi juga belum ada pada ketentuan umum)
  • Syarat guru/pendidik:
    • UU Guru dan Dosen Pasal 8-9:
      • Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8)
      • Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. (Pasal 9)
    • UU Sisdiknas 2003 Pasal 42:
      • Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (Pasal 42 ayat 1)
    • RUU Sisdiknas Pasal 109:
      • Setiap orang yang akan menjadi guru wajib lulus dari pendidikan profesi guru
      • Pemerintah pusat memenuhi ketersediaan daya tampung pendidikan profesi guru untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
      • Pendidikan profesi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
    • Pendapat/usulan:
      • Meski tidak terperinci seperti dalam UU GD 2005 maupun UU Sisdiknas 2003, syarat guru di RUU Sisdiknas ini merupakan hal yang positif, namun, dalam pelaksanaan PPG di ayat 3 kami usulkan ada keterlibatan organisasi profesi berbunyi:
        • Pendidikan profesi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan bekerja sama dengan organisasi profesi
  • Tugas guru/pendidik:
    • Usulan: Setuju kode etik guru disusun oleh organisasi profesi guru di bawah koordinasi kementerian, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 4. Namun, usulan ini untuk ayat 3 kode etik cukup satu saja yang disebut kode etik guru nasional. Jadi tidak perlu ada kode etik guru pada organisasi profesi guru, tetapi cukup kode etik guru nasional yang disusun dan disepakati oleh semua organisasi profesi yang kemudian disahkan oleh menteri.

DPP Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan:

  • Usulan kritis perbaikan RUU Sisdiknas atas tidak ada/hilangnya pasal tentang Kursus dan Pelatihan dan pasal tentang Sertifikasi dalam RUU Sisdiknas yang diinisiasi oleh pemerintah dan telah diajukan ke DPR-RI untuk dimasukan dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2022 Perubahan, dalam pengertian Naskah Akademik dan RUU SIsdiknas versi bulan Agustus tersebut:
    • Mengatur substansi dan esensi urusan pendidikan dan pelatihan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dalam sistem pendidikan nasional secara utuh, komprehensif, dan adil sebagai perwujudan amanat UUD 1945
    • Memberikan kepastian negara hadir dan pengakuan oleh negara atas peran masyarakat turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan sekaligus memberikan perlindungan hak kepada masyarakat tanpa kecuali
    • Melibatkan publik pemangku kepentingan secara representatif dan terbuka, khususnya 17.000 para penyelenggara kursus dan pelatihan yang tergabung di Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (Forum PLKP) sehingga publik turut merasa memiliki dan bertanggungjawab atas RUU Sisdiknas ini.
    • Memberikan kajian yang komprhensif dan terukur atas hilangnya atau tidak ada lagi Pasal tentang kursus dan pelatihan dan pasal sertifikasi sebagai jawaban visioneristik keniscayaan era disrupsi saat ini dan pengakuan kompetensi yang terus akan dikedepankan
    • Memberikan tempat yang sama diprioritaskan atas sejatinya pendidikan sepanjang hayat, dalam hal ini kursus dan pelatihan yang dapat hadir lebih dahulu dengan kelenturan, kecepatan, kemudahan beradaptasi masuk ke pelosok-pelosok di seluruh wilayah Indonesia sebagai peran murni masyarakat.
  • Kami pada prinsipnya mendukung revisi undang-undang terhadap RUU sisdiknas ini karena memang sudah 20 tahun lebih ke belum dilakukan revisi. Kami mendukung khususnya dari satuan pendidikan non-formal kursus dan pelatihan, tetapi dengan catatan lembaga Kursus dan pelatihan yang sudah ada pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 jangan dihilangkan kalau bisa itu diperkuat.
  • Seperti yang disampaikan PGRI, jika sebelum mengambil sebuah tindakan tindakan atau aksi aksi damai, kami pun juga akan melakukan hal yang sama. Oleh karena itu kami sudah melakukan sebuah upaya yang melakukan upaya persuasif dengan Mendikbud. Namun sering tidak direspon. Oleh karena itu perjuangan dari teman-teman, bapak dan ibu komisi 10 ini bisa mengulang sukses kembali seperti perjuangan yang pernah membantu kami pada saat Perpres 82.

Poros Pelajar Nasional:

  • Jika teman-teman sebelumnya menyampaikan ada ancaman-ancaman mau turun aksi kami sudah mewakili teman-teman pelajar di hari Senin tanggal 29 menggunakan Payung Hitam sebagai simbol Payung Hitam pendidikan Indonesia bahwa kebijakan-kebijakan yang selama 77 tahun Indonesia merdeka masih banyak problem mendasar pada pendidikan khususnya soal ketimpangan pendidikan yang sampai detik ini belum mampu diselesaikan oleh negara. Muncul kebijakan-kebijakan baru, seperti upaya RUU sisdiknas kami menyambut baik sebenarnya untuk membenahi pendidikan kita. Namun kemudian kami melihat masih banyak kejahatan di sana-sini belum masuk ke substansi baru baru saja diproses ini sudah cacat ketidakterlibatan banyak pihak. Guru, pelajar dan berbagi pihak lainnya yang tidak terlibat dalam dalam pembahasan dalam perancangan sejak Maret kemarin sampai 8 Agustus ini.
  • Menurut kami secara substansi banyak hal-hal mendasar yang sangat krusial dan berbahaya ketika ini diteruskan untuk dibahas. Ada tiga yang menjadi persoalan mendasar dalam hak-hak pelajar. Yang pertama bahwa RUU ini tidak mengindahkan secara eksplisit hak hak pelajar. Yang kedua RUU sisdiknas ini berpotensi melegitimasi komersialisasi pendidikan. Dan yang ketiga RUU ini juga melegitimasi atau menghapus pelibatan masyarakat dalam proses evaluasi pendidikan.
  • Setelah membaca draft RUU ini kami melihat bahwa ada kemajuan pendidikan kita ini yang mau berorientasi pada pelajar karena di naskah akademik itu juga melihat dasar filosofis yang memuat pendapat Ki Hajar Dewantara yang menyebutkan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak. Secara landasan filosofis kerangka berpikirnya sudah tepat. Tapi kemudian setelah kita lihat pasal-pasal batang tubuh kemudian tidak disebutkan secara eksplisit berorientasi pada pelajar, ternyata di rancangan RUU sisdiknas di 2022 ini ternyata hak-hak pelajar itu digeneralisir di hak dan kewajiban warga negara di pasal 11. Padahal di undang-undang sisdiknas 2003 itu secara eksplisit disebutkan hak peserta didik di pasal 12. Tidak boleh kemudian undang-undang yang orientasinya pelajar tapi kemudian hak-hak pelajarnya digeneralisir di hak-hak warga negara.
  • Kami juga akan memberikan banyak masukan ketika nanti dilibatkan dalam proses pembahasan banyak hak pelajar yang tidak hanya berada di 6 poin ini saja termasuk evaluasi siklus belajar dalam dalam sekolah
  • RUU ini membuka potensi komersialisasi pendidikan. Ada perbedaan di undang-undang sisdiknas 2003 dan RUU 2022 ini di redaksi tentang penjelasan wajib belajar di undang-undang sisdiknas 2003 itu eksplisit adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Di undang-undang sisdiknas 2022 ini pasalnya menyebutkan wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia. Frasa tentang tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah itu hilang. Kami telaah lagi di pasal 11 di tidak ada frasa “wajib” terkait Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pendanaan pendidikan. Padahal secara tegas bahwa pasal 31 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 2 ayat 2 setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai 13 tahun yang baik ini mulai dari PAUD sampai SMA ketika sebelumnya masuk wajib belajar 9 tahun sampai di SMP dan lain sebagainya. Pada akhirnya pasal-pasal ini seakan negara dalam hal ini Pemerintah berupaya memiliki niat yang tadi disampaikan niat baik oleh forum plkp pasal-pasalnya sangat ambigu. ini berbahaya sangat berbahaya. Apalagi pasal 58 ada bagi masyarakat untuk melakukan pembayaran atau ikut terlibat dalam kontribusi pendanaan sekolah. Di satu sisi pemerintah melepas tanggung jawab untuk wajib membiayai pendidikan di pendidikan dasar kemudian ada keran yang dibuka untuk masyarakat terlibat dalam urusan pendanaan, ini kemudian jika disahkan terjadi komersialisasi pendidikan. Pendidikan semakin mahal bagaimana kemudian ketimpangan pendidikan yang selama ini masih menganggap diselesaikan oleh negara tapi kemudian negara mau lepas tangan terhadap pembiayaan pendidikan.
  • Kami sampaikan permohonan kepada bapak ibu komisi 10 tolong sampaikan ke Mendikbud untuk dibuka ruang partisipasi publik karena ini ini akan berdampak luar biasa kepada stakeholder pendidikan di seluruh Indonesia. Harus dilibatkan lah semua organisasi profesi, organisasi pelajar karena kita langsung yang akan merasakan dampaknya. Kemarin saat demonstrasi kami diterima oleh beberapa anggota komisi 10 bahwa beliau menyampaikan kita akan rencanakan membentuk Kelompok kerja (pokja). Itu harus dibuat karena ini permasalahannya banyak. Kami ingin dilibatkan sebagai organisasi pelajar nasional dari 7 organisasi besar yang mempunyai basis massa pelajar di seluruh Indonesia karena ini berkaitan dengan kepentingan pelajar secara nasional.
  • Di pasal 58 bab 5 di penyediaan dana tampung dan pendanaan pendidikan masalah pendanaan ini yang dipermasalahkan permasalahan dari kajian-kajian kami yang kami bahas ini masyarakat dapat berpartisipasi dalam pendanaan satuan pendidikan. Ini bisa disalahartikan nanti di sekolah dan yang dirugikan orang tua siswa, peserta didik. Jadi di sini ada keran komersialisasi pendidikan. Walaupun tujuannya baik tapi ketika ini undang-undang disahkan dan dibenarkan partisipasi masyarakat dalam sekolah, ini berbahaya.
  • APBN 20% untuk pendidikan saya rasa cukup untuk mendanai tunjangan guru dosen wajib belajar 13 tahun kemudian menghadirkan Lembaga Kursus dalam rancangan RUU sisdiknas. Selanjutnya yang saya garis bawahi bahwa wajib belajar 13 tahun itu harus kemudian tercantum jelas redaksi bahasanya dalam bahasa hukum yang kemudian tercantum dalam RUU sisdiknas 2022.
  • RUU ini menutup keterlibatan masyarakat dalam evaluasi sistem pendidikan., evaluasi terhadap sistem pendidikan nasional pasal 100 itu hanya dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Padahal di undang-undang sebelumnya itu bukan hanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetapi juga masyarakat yaitu adanya masyarakat dan atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga mandiri untuk melakukan evaluasi undang-undang. Namun di RUU nya itu hanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
  • Kami melihat bahwa sistem pendidikan nasional ini harusnya dirancang tidak sekelompok orang yang berada di ibukota saja harusnya sistem pendidikan nasional itu lahir dari bangsa dari Sabang sampai Merauke sehingga dalam proses perumusan jika niat baiknya adalah perbaikan pendidikan kita menuju Indonesia emas 2045 harusnya pelibatan semua pihak suku bangsa daerah dan lain sebagainya
  • Kami menegaskan sikap bahwa 2 poin penting. Yang pertama kami memperjuangkan hak-hak pelajar yang fundamental masuk dalam RUU sisdiknas. Yang kedua kami mendorong adanya pendidikan demokratis tidak boleh lagi ada ketimpangan yang di kota dan menengah keatas diberikan pelayanan yang sangat baik sementara di pelosok desa di pegunungan di pedalaman akses pendidikan sangat jauh dari harapan
  • Undang-undang ini tidak mampu menyelesaikan problem mendasar ketimpangan pendidikan dan terakhir kami menyampaikan secara tegas menolak RUU ini masuk ke prolegnas 2022 dan mendukung adanya POKJA dan dilibatkan semua pihak bukan hanya kami yang berada di tempat ini tapi semua pihak di luar sana yang punya keinginan yang sama untuk memperbaiki masa depan bangsa ini

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI):

  • Kita meminta sejauh mana pemerintah berpihak dan memang itu hak kita karena semua sudah tertera dalam undang-undang guru dan dosen. Amanat Konstitusi harus dilaksanakan jangan sampai guru yang sudah dinyatakan dalam konstitusi harus mendapatkan kesejahteraan yang layak bahkan di atas layak itu dicabut kembali. Itu merupakan bentuk ketidakadilan. Ini persoalan moral dan komitmen konstitusi.
  • Bicara profesi guru maka tahapannya jelas. Guru sebagai profesi harus ikut pendidikan profesi. Setelah ikut pendidikan profesi dia punya sertifikat pendidik dengan memiliki sertifikat pendidik. Dengan memiliki sertifikat pendidik dia memiliki tunjangan profesi. Memang ada masalah yang itu yang dirasakan oleh pemerintah wajib yaitu PPG. Kami ingin agar PPG dalam jabatan para guru di Kementerian Agama yang terdaftar di Simpatika para guru Kementerian Pendidikan Kebudayaan di Dapodik itu dituntaskan yang dalam jabatan melalui melalui penambahan kuota, melalui syarat-syarat yang dibutuhkan sehingga ketika semua guru yang ada di dalam data bisa tersertifikasi maka akan semakin berkualitas pendidikan kita. Jadi kita juga ingin agar persoalan PPG diselesaikan
  • Di Kemendikbud ada 1,6 juta guru yang masuk dalam antrian. Pengertian antrian adalah orang yang sudah dapat kuota tapi belum tersertifikasi, orang-orang yang baru akan tersertifikasi mendaftar dan selebihnya sedang proses menuju PPG jadi antrian Ini juga harus diselesaikan agar orang-orang sudah ada di dalam Dapodik di dalam data simpatika itu semuanya bisa masuk kedalam kuota. Sehingga nanti mungkin kedepan LPTK bisa merancang kurikulum PPG secara terintegrasi. Jadi nanti orang-orang yang menjadi guru ia kuliah di LPTK lulus sudah disediakan untuk mengambil profesi berkelanjutan. Sekarang tidak, anak-anak kuliah sarjana di lptk ketika lulus dia bingung bagaimana menjadi profesi. Sedangkan ikut PPG dalam jabatan syaratnya sangat rumit dan kuotanya sangat terbatas.
  • Ada titipan dari teman-teman kita di IGTK, wajib belajar itu sesungguhnya dimulai dari 6 tahun tapi memang ada konsekuensinya. Ada namanya Preschool. Sampai detik ini kami belum pernah mendengar jadi Kementerian Pendidikan Preschool ini barang apa? kurikulumnya bagaimana?. Karena itu IGTK yang merupakan bagian dari PGRI memberikan saran agar Preschool yang masuk dalam pendidikan dasar itu juga bisa diisi oleh guru TK. anggota IGTK yang tersebar di 34 provinsi itu sudah tersertifikasi 72,8% artinya 72,8% dinytakan layak mengampu anak-anak dalam usia Psikologi 6 tahun. Hanya problematikanya adalah Preschool ini dimasukkan dalam pendidikan dasar namanya kelas 0. Kita tidak tahu kuliahnya di mana, sertifikat pendidik nya dari mana dapatnya. Mungkin itu juga menjadi sarana untuk kami mengusulkan agar Preschool ini dikaji ulang dan sebaiknya memang yang disebut Preschool itu adalah TK. Karena usia psikologi 6 tahun itu TK. Kami juga mendukung bahwasanya teman-teman kita guru PAUD itu sudah diakui sebagai guru formal itu juga sebuah apresiasi namun untuk Preschool ada baiknya langsung difokuskan itu adalah untuk TK atau bisa diisi TK. Sehingga nanti bisa dimasukan di Pendidikan Anak Usia Dini dan juga bisa Preschool yang ini masuk dalam jenjang pendidikan dasar. Sumber dayanya sudah ada, kurikulumnya Sudah ada, sarana prasarana yang sudah ada.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan