Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2015 dan Masa Retensi Surat Suara — Komisi 2 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP)

Tanggal Rapat: 1 Feb 2016, Ditulis Tanggal: 23 Jul 2021,
Komisi/AKD: Komisi 2 , Mitra Kerja: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP)

Pada 1 Februari 2016, Komisi 2 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) mengenai Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2015 dan Masa Retensi Surat Suara. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Rambe Kamarul Zaman dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dapil Sumatera Utara 2 pada pukul 10.37 WIB. (ilustrasi: ayoyogya.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP)

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 

  • Anggaran yang diberikan oleh Kemenkeu RI sebesar Rp6,170 Trilliun.
  • Satker KPU Kabupaten Nabire belum melakukan revisi hibah Rp27,350 Miliar.
  • Pelaksanaan Pilkada serentak baru pertama kali diselenggarakan.
  • Anggaran satker yang belum melakukan hibah sebanyak 19 satker dengan total sebesar Rp492,598 Miliar.
  • Permasalahan Pilkada serentak terganggu, karena terlambatnya dana hibah.
  • Terkait aturan tata kelola hibah anggaran, apabila dananya tidak tersedia, maka tidak akan dilanjutkan Pilkada serentak.
  • KPU kabupaten/kota sulit menemukan bukti dana penyelenggaraan. Terdapat satu daerah tidak dapat mengikuti secara reguler di Nabire.
  • Masih ada perbedaan pemahaman antara KPU dengan petugas KPPS.
  • Koordinasi dan konsultasi dengan Kemenkeu agar mengerti tentang akuntabel dan melaporkannya kembali ke Kementerian Keuangan.
  • Pilkada tahun 2015 direncanakan dan  diselenggarakan di 269 daerah, tetapi realisasinya hanya di 264 daerah dimana menghasilkan 256 calon pasangan.
  • Permasalahan dalam tahapan pencalonan adalah pemenuhan syarat bagi calon yang berstatus PNS, TNI, dan Polri.
  • Masalah berikutnya adalah calon yang masih terjerat pidana.
  • Debat terbuka masih terjadi masalah di Sulawesi Tenggara. Penyebaran dan pemasangan alat peraga kampanye tidak dilakukan dengan alasan anggaran dan keamanan.
  • Iklan media massa agar pengaturan Pilkada serentak terlalu ketat.
  • Sulit mendapatkan info dari tim kampanye yang melakukan rapat terbatas, dimana dan kapan waktu pelaksanaannya tidak diketahui.
  • Tahapan kampanye dengan metode debat publik, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat, iklan di media, pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, serta kegiatan yang lain tidak melanggar kampanye.
  • Kegiatan pertemuan tatap muka dan dialog terlalu sedikit.
  • Dalam pelaksanaan debat publik, banyak daerah yang tidak menyiarkan debat tersebut karena tidak ada media lokal di daerah tersebut.
  • Ditemukan pelanggaran kampanye tidak diproses karena ketidakjelasan sanksi.
  • KPU kabupaten/kota tidak dapat menjaga alat peraga kampanye.
  • Keterlambatan pengiriman logistik sebanyak 0,03%. Di 51 TPS, kotak suara dirampas oleh kelompok tertentu.
  • Pemungutan rekapitulasi yang berlangsung dari 9 -23 Desember relatif lancar
  • Terdapat 1 TPS di Jambi yang kehilangan surat suara.
  • Jumlah suara tidak sah Blitar ada 7,53%, Tasik 6,29%, Timteng Utara 6,8%. Sebanyak 69% masyarakat mengikuti Pilkada serentak.
  • Tahapan perhitungan dan rekapitulasi suara ada pemungutan, perhitungan, rekapitulasi sampai penetapan berjalan lancar.
  • Semua informasi ini sudah diunggah 100% ke website KPU.
  • Masalah pemungutan dan perhitungan terjadi di Kabupaten Fakfak, Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Manado, dan Kabupaten Simalungun.
  • Pasangan calon terdaftar 811 dan terpilih 284. 
  • Pasangan calon yang diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Halmahera Selatan telah dilakukan penghitungan surat suara ulang.
  • 7 perkara dilakukan sidang lanjutan mulai 1 Februari 2016 di MK.
  • Terdapat 5 permohonan penarikan yang dikabulkan oleh majelis dan terdapat 134 perkara yang ditolak oleh MK.
  • Mengenai masa retensi arsip, karena fasilitas penyimpanan kecil dan volume sangat banyak, jadi tidak berimbang. 
  • Surat suara termasuk dalam arsip retensi aktif 1 tahun dan retensi inaktif 1 tahun.
  • Sebanyak 301 unit gudang yang sewa dan sebanyak 257 unit gudang milik sendiri.
  • Koordinasi dengan arsip nasional agar dapat dihanguskan setelah dilakukan sumpah oleh DPR dan Presiden RI. 
  • Butuh dukungan agar retensi arsip lebih singkat dari 2 tahun.
  • Upaya yang harus dilakukan untuk menyimpan surat suara Pilkada, yaitu menyewa gudang.
  • 2 hari yang lalu, MPR datang dan mengatakan gedung KPU sangat buruk.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI

  • Pengawasan Pemilu telah diadukan dan telah diperiksa oleh DKPP.
  • 25 pengawas tidak dapat menjalankan tugas, karena telah menjadi PNS atau meninggal dunia.
  • Terdapat data pemilih yang tidak masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal sudah memenuhi kriteria.
  • Ketidaktaatan calon dan ketidaklengkapan administrasi, karena pemasangan alat peraga belum mengikuti ketentuan kampanye debat publik, rapat tertutup, dan politik uang.
  • Fungsi Kantor Akuntan Publik (KAP) berasaskan laporan kepatuhan dana kampanye.
  • Lemahnya peraturan dana kampanye, sehingga tidak ada sanksi merupakan kesalahan KPU.
  • Masalah petugas KPPS yang tidak netral, karena SDM-nya kurang.
  • Adanya politik uang dan anggota KPPS yang berpihak kepada salah satu calon.
  • Pengawasan tahapan penghitungan surat suara dengan melaksanakan PHU di 32 TPS.
  • Terdapat 2.824 temuan dan laporan, tetapi tidak semua dapat dibuktikan.
  • Bawaslu masih menerima aduan pasangan calon yang kalah mempersoalkan administrasi.
  • Pengawasan partisipatif melibatkan warga sipil.
  • Bawaslu melakukan rekomendasi, yaitu pembiayaan penyelenggaraan Pilkada dibebankan pada APBN.
  • Menjaga integritas dibebankan APBN, jika tetap menggunakan APBD disarankan untuk Pemilu.
  • Politik uang harus diatur secara rinci untuk sanksi yang lebih tegas.
  • Bawaslu melakukan MoU dengan arsip nasional.
  • Bawaslu mempunyai fasilitas gudang, tapi terbatas dan berbagi dengan DKPP. 
  • Bawaslu menyarankan perlunya dibuatkan Graha Pemilu.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP)

  • DKPP berdiri pada tahun 2012.
  • Jumlah perkara yang diperiksa dan terbukti sebanyak 611 orang, dan yang tidak terbukti 1.490 orang.
  • Mereka terbukti melanggar kode etik yang masuk dalam kategori berat.
  • Jumlah pengaduan yang diterima DKPP tahun 2012 sebanyak 99 aduan, tahun 2013 sebanyak 606 aduan, dan Januari 2016 sebanyak 117 aduan.
  • Tahun 2015 terkait Pilkada serentak terdapat 439 pengaduan. Untuk tahun 2014 terdapat 879 pengaduan.
  • Tahun 2016, khusus menangani perkara sebanyak 117 perkara.
  • Total terdapat 439 perkara dari Agustus 2015 hingga Januari 2016.
  • Pengaduan terbanyak di 5 provinsi 
    • Sumatera Utara 62 aduan
    • Jawa Timur 37 aduan
    • Sumatera Barat 28 aduan
    • Papua 24 aduan
    • Bengkulu 22 aduan
  • Terdapat Anggota Bawaslu yang mengadukan Anggota KPU.
  • Anggota KPU yang diadukan sebanyak 1.501 orang dan Bawaslu sebanyak 410 orang. Total 1.911 orang yang diadukan dan diperiksa DKPP.
  • Secara umum, semua perkara ditangani dengan baik. Sebanyak 58 sudah diputuskan dan sebanyak 64 perkara belum diputuskan.
  • Jumlah perkara terkait Pemilu tahun 2015 sebanyak 70 perkara masuk, yang diputuskan sudah 58 perkara dan yang sedang berjalan sebanyak 12 perkara.
  • Jumlah perkara terkait Pemilu tahun 2016 sebanyak 62 perkara masuk, diputus 0 perkara dan yang sedang berjalan 52 perkara.
  • Secara umum, angkanya turun, tetapi kompleksitas permasalahannya cukup berat.
  • Secara umum, pelanggaran kode etik tidak sedikit disebabkan oleh perilaku peserta pemilu. Oleh karena itu, penegakan kode etik tidak hanya dibebankan kepada penyelenggara Pemilu, tetapi juga pesertanya.
  • Putusan MK masih saja dipermasalahkan dan perlu dipikirkan kemungkinannya.
  • Salah satu kode etik yang dirumuskan mengenai anggaran dan pernah ada kasusnya bahwa seluruh anggaran harus dari APBN dan APBD tidak boleh ada dana asing agar Pemilu berintegritas. Yang paling serius itu sikap terhadap definisi Pilkada.
  • Pilkada kita tidak ada sama sekali unsur pendidikannya.
  • Perlu evaluasi terkait kondisi Pilkada yang lalu.
  • Tidak boleh ada partai yang mempunyai jam tayang lebih banyak di stasiun televisi.
  • 75% suara ditentukan oleh media yang seharusnya milik publik dan menjadi tanggung jawab penyelenggara Pemilu.
  • Sekarang yang membentuk persepsi publik adalah media dan civil society.
  • Akan menjadi bahaya jika konglomerat pemilik stasiun televisi membentuk partai politik.
  • Perkara pidana saat ini banyak sekali dan yakin bahwa diskualifikasi yang dikaitkan dengan pidana akan lebih efektif.
  • Menurut DKPP, tindak pidana Pemilu sulit untuk terealisasi.
  • Masalah yang ada saat ini adalah etika penyelenggaraan.
  • DKPP setuju untuk membuat peradilan proses Pemilu. Disitu termasuk pidana dan tata usaha negara. 
  • Pilkada itu adalah Pemilu. Jika tidak ada pemilihan langsung berarti bukan Pemilu namanya.
  • DPR dan Pemerintah harus mengubah putusan MK terkait incumbent dengan logika yang lebih benar.
  • DKPP jumlah pegawainya hanya 30 orang, tapi pengaduannya melebihi MK.
  • Pilkada penyelenggaranya adalah KPU dan penyelesaian perselisihannya di MK.
  • DKPP membuat Tim Pemeriksa Daerah (TPD), tapi untuk memutuskannya tetap dari DKPP.
  • Sumber kesalahan berada di undang-undang dan menutup diri untuk mencari peradilan.
  • DKPP tidak dapat melakukan penyidangan di luar penyelenggara, karena tidak mengklarifikasi surat pengaduan dan bukan tugas dari DKPP.
  • Lebih baik proses peradilan umum tidak perlu dibatasi persentasenya, karena saat ini tidak manusiawi.
  • DKPP sedang memikirkan bahwa kedepan tidak hanya ada peradilan hukum, tetapi juga ada peradilan etika.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan