Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan dan Masukan Jaksa Agung terhadap RUU tentang KUHP dan Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi — Komisi 3 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Jaksa Agung RI

Tanggal Rapat: 7 Sep 2015, Ditulis Tanggal: 1 Oct 2021,
Komisi/AKD: Komisi 3 , Mitra Kerja: Jaksa Agung

Pada 7 September 2015, Komisi 3 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Jaksa Agung RI mengenai Penjelasan dan Masukan Jaksa Agung terhadap RUU tentang KUHP dan Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Benny Kabur Harman dari Fraksi Partai Demokrat dapil Nusa Tenggara Timur 1 pada pukul 10.00 WIB. (ilustrasi: news.detik.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Jaksa Agung
  • Mengenai pembayaran uang pengganti (Pasal 687-706) yang mana tambahan rumusan norma mengenai perhitungan PUP secara proporsional sebagai pengurangan lama penjara pengganti yang harus dijalani. Surat nomor: B- 116/A/JA/07/2015 pada 31 Juli 2015: apabila terpidana hanya sebagian memenuhi kewajiban membayar uang pengganti, maka terpidana tetap diberikan kesempatan untuk melakukan pelunasan sisa uang pengganti.
  • Terhadap pelaksanaan pidana mati, Jaksa Agung berpendapat bahwa walaupun hak hidup diatur dan dijamin dalam Pasal 28A UUD 1945 dan Pasal 28I UUD 1945, namun dengan jelas bahwa setiap orang pada dasarnya tunduk kepada pembatasan undang-undang dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
  • Terkait jenis tindak pidana baru (Pasal 66 dan 68), yaitu pidana pokok baru dalam RUU tentang KUHP adalah pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Kejaksaan berharap dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak undang-undang ini berlaku, sudah terdapat peraturan pelaksanaan dan sudah terdapat sarana, prasarana serta sumber daya manusia bagi pelaksanaan jenis pidana baru tersebut.
  • Mengenai pengakuan terhadap hak-hak korban yang diatur dalam pidana tambahan pembayaran ganti kerugian (Pasal 68 ayat (1) huruf d), penggantian atau pembayaran kerusakan sebagai akibat tindak pidana (Pasal 110), diharapkan agar dalam pembahasan RUU tentang KUHP lebih banyak mengakomodir hak-hak korban serta dalam RUU tentang KUHAP diatur tata cara serta lembaga yang berwenang untuk melakukan penaksiran kerusakan.
  • Mengenai tindak pidana terorisme dan paham radikal, RUU tentang KUHP belum mengakomodir tindakan perekrutan kelompok teroris dan pengikut paham radikal. Pemerintah sedang menyusun rancangan Perppu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Rancangan Perppu Penanggulangan Kelompok Radikal Terorisme. Jaksa Agung menyarankan agar rumusan kedua rancangan Perppu tersebut diakomodir di dalam RUU tentang KUHP.
  • Mengenai tindak pidana korupsi dan TPPU, diakui terjadi pro dan kontra. Namun, Jaksa Agung tetap berpendapat bahwa pengaturan keduanya tidak membuat sifat kedua tindak pidana tersebut menjadi ordinary crimes (pidana biasa).
  • Jaksa Agung dalam hal Tindak Pidana terhadap Presiden dan Wakil Presiden, terkait pula dengan Putusan MK Nomor 013-022/6 Desember 2006, maka Jaksa Agung menyarankan untuk tetap dipertahankan dengan catatan menjadi delik aduan. Hal ini terkait pula dengan RUU tentang KUHP yang juga mengatur perlindungan bagi kepala negara/wakil negara asing dari penghinaan, sehingga terjadi ambivalensi. 
  • Mengenai tindak pidana kekuatan gaib/santet, Jaksa Agung berpendapat bahwa delik pada Pasal 295 adalah delik formil, sehingga substansinya bukan pada kekuatan gaibnya melainkan pada bentuk perbuatan menyatakan diri atau menawarkan jasa praktik perdukunan (delik formil).
  • Mengenai tindak pidana penyebaran alat kontrasepsi (Pasal 481), hal ini dianggap berpotensi menjadi kriminalisasi terhadap para pedagang kecil yang menjual kondom atau alat kontrasepsi secara terbuka, sehingga Jaksa Agung menyarankan untuk perlu dikaji dengan melibatkan para tokoh agama, lembaga kesehatan, dan pihak-pihak lain terkait.
  • Terkait tindak pidana gangguan terhadap jenazah (Pasal 316), Unsur “memperlakukan secara tidak beradab jenazah yang sudah digali atau diambil” dapat mencakup juga perbuatan memakan mayat dan bersetubuh dengan mayat, Jaksa Agung menyarankan dalam penjelasan perlu dijelaskan mengenai perlakuan secara tidak beradab.
  • Terkait tindak pidana persetubuhan diluar perkawinan (Pasal 484 ayat (1) huruf e dan 488), Jaksa Agung menyarankan agar dipertahankan. Mengingat, perbuatan persetubuhan antara pasangan yang belum menikah dan perbuatan tinggal/hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sudah marak terjadi dan menimbulkan keresahan di masyarakat yang seringkali berujung pada tindakan main hakim sendiri, karena belum ada aturannya.
  • Terkait antisipasi kejaksaan menghadapi gugatan praperadilan, sesuai dengan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014 pada 28 April 2015; Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dimaknai sekurang- kurangnya 2 alat bukti (pasal 184 KUHAP) dan disertai pemeriksaan calon tersangka, kecuali in absentia. Perluasan objek praperadilan: penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
  • Selain itu, terdapat Putusan Praperadilan atas nama Dahlan Iskan yang amarnya berpandangan bahwa penetapan tersangka merupakan akhir dari proses penyidikan dan bukti-bukti yang diperoleh dalam pengembangan penyidikan tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam perkara selanjutnya. Hal ini akan berdampak pada berlarut-larutnya penyidikan, karena mencari lagi alat bukti yang sudah diperoleh, surat yang telah disita, harus disita lagi, Lembaga Prapenuntutan tereliminir, dan dalam keadaan mendesak penegak hukum tidak dapat melakukan penahanan.
  • Dalam hal ini, kejaksaan telah mengambil langkah-langkah, yaitu Memaksimalkan Pencarian Alat Bukti (Pasal 184 KUHAP dan Pasal 26 A UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan penyidik Kejaksaan untuk melakukan penyadapan; Kejaksaan membentuk Tim Evaluasi dan Kajian atas putusan praperadilan (Surat Edaran Jaksa Agung tentang petunjuk teknis dalam hal menyikapi praperadilan); terhadap putusan Praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka, maka kejaksaan akan melakukan penyidikan baru.
  • Mengenai perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Dahlan Iskan, dapat dijelaskan Jampidsus, dalam melakukan penyidikan dugaan Tipikor dalam pengadaan 16 unit mobil jenis Electric Microbus dan Electric Executive Bus tahun 2013-2014, Kejati DKI Jakarta melakukan penyidikan dugaan Tipikor pada pembangunan 21 Gardu Induk (1.610 MV) pada induk pembangunan dan jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara; dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur melakukan Penyelidikan Dugaan Tipikor Pengelolaan (Pelepasan) Aset-Aset Milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur di BUMD oleh PT. Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur tahun 2000 s.d. 2010.
  • Terkait Penggeledahan PT. Victoria Sekuritas Indonesia dalam kasus dugaan korupsi dalam penjualan Cessie oleh BPPN, awalnya alamat gedung Kantor PT. Victoria Sekuritas, Tbk dan VSIC adalah di Gedung Panin Bank Jl. Jend Sudirman Jakarta Pusat. Namun, ternyata kantor dimaksud telah pindah ke Panin Tower lantai 8 Senayan City, Jakarta Pusat. 
  • VSIC hanya perusahaan di atas kertas saja (paper company), karena pada kenyataannya dikendalikan oleh Sdri. Suzanna Tanojo (Presiden Komisaris PT. Victoria Sekuritas. 
  • Tim penyidik telah menunjukkan identitas, Surat Perintah Penggeledahan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : Print-60/F.2/Fd.1/07/2015 tanggal 29 Juli 2015 dan Surat Izin Penggeledahan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor :28/PEN.PID/SUS/TPK/VIII/2015/PN.JKT.PST pada 3 Agustus 2015. 
  • Keberatan dari pihak PT. VS tersebut telah diklarifikasi oleh Jaksa Agung kepada Pimpinan DPR pada 18 Agustus 2015 yang menyatakan bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Agung telah sesuai dengan tata cara yang diatur di dalam KUHAP dan apabila PT. VI, Tbk dan/atau PT. VS tetap merasa keberatan, maka dapat mengajukan permohonan Praperadilan.
  • Jaksa Agung juga menyampaikan 4 (empat) situasi rawan korupsi, yaitu pejabat baik dan birokrat yang baik; pejabat baik dan birokrasinya tidak baik; pejabat tidak baik dan birokrasi yang baik, dan pejabat tidak baik dan birokrat tidak baik. Dalam hal ini, kejaksaan memiliki fungsi pencegahan dan penindakan agar perjalanan pembangunan lebih baik. 
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mana kebijakan atau diskresi tidak serta merta dapat dipidanakan. Oleh sebab itu, peran APIP (Inspektorat atau Pengawas Internal) lebih dioptimalkan sebelum aparat penegak hukum berperan. Selain itu, terdapat pula program “Jaksa Masuk Sekolah” dalam rangka sosialisasi sejak dini terkait tindak pidana korupsi dan hukum. Jaksa Agung juga akan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4).
  • Jaksa Agung juga melaporkan adanya upaya PK oleh Jaksa Agung terhadap Yayasan Supersemar yang dikabulkan oleh MA dan saat ini masih dalam proses pelaksanaan putusan. 
  • Proses penghitungan kerugian negara telah dapat diketahui, sehingga penghitungan oleh BPK-RI dapat dilakukan.
  • Mengenai proses pengadaan barang/jasa, kini telah dilakukan lebih baik dengan teknologi seperti e-catalogue
  • Mengenai jumlah kerugian negara yang kecil harus dibicarakan kembali mengenai faktor kemanfaatan dan besaran yang ditentukan. 
  • Audit BPK dalam praktik terkadang menjadi permasalahan, karena tidak di semua daerah ada. Kejaksaan terkadang meminta bantuan lembaga independen.
  • Terkait dengan kasus Pimpinan KPK telah dinyatakan lengkap dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan. 
  • Kasus mobil listrik bukanlah sebuah research, melainkan lebih ke pengadaan.
  • Pasal tentang Tindak Pidana terhadap Presiden dan Wakil Presiden, harus tetap ada, karena pasal ini merupakan perlindungan martabat dan sebagai persamaan. Mengingat, adanya pasal penghinaan terhadap Presiden negara lain.
  • Terhadap putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan Dahlan Iskan, Jaksa Agung berencana akan mengajukan gugatan kembali, namun akan dievaluasi kembali.
  • Terkait dengan ulang tahun Korps Adhyaksa, dijelaskan bahwa tidak ada uang negara yang dipakai untuk membiayai kegiatan tersebut, dan semata-mata kegiatan itu untuk menghibur masyarakat.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan