Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyampaian Aspirasi terkait Permasalahan Implementasi P4GN dan lain-lain - RDPU Komisi 3 dengan Gerakan Rakyat Anti Madat (GERAM) Provinsi DKI Jakarta dan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM)

Tanggal Rapat: 17 Jan 2023, Ditulis Tanggal: 20 Jan 2023,
Komisi/AKD: Komisi 3 , Mitra Kerja: Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM)

Pada 17 Januari 2023, Komisi 3 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Gerakan Rakyat Anti Madat (GERAM) Provinsi DKI Jakarta dan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) tentang penyampaian aspirasi terkait permasalahan implementasi P4GN dan lain-lain. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Pangeran KS dari Fraksi PAN dapil Kalimantan Selatan 1 pada pukul 14.08 WIB. (Ilustrasi: Radarjambi.co.id)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Gerakan Rakyat Anti Madat (GERAM) Provinsi DKI Jakarta
  • Gerakan Rakyat Anti Madat (GERAM) sudah berjalan sejak tahun 1999 yang dipelopori oleh para senior diantaranya Bapak Prasetyo Marsudi yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPD Provinsi DKI Jakarta.
  • GERAM Provinsi DKI Jakarta ini sudah berjalan sejak tahun 2004 dan kita bangkitkan lagi kegiatan kami mengingat situasi saat ini masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia khususnya Jakarta sangat genting bukan kritis lagi.
  • 20 tahun lalu, kami bergerak bersama BNN dengan statement bahwa 2015 Indonesia bebas dari bahaya penyalahgunaan narkoba, tetapi sekarang ternyata sudah tahun 2023 masalah narkoba masih menjadi PR besar bangsa kita.
  • Bangsa kita sudah merdeka dari penjajahan Belanda, tapi sejauh ini bangsa kita masih belum merdeka dari penjajahan kejahatan narkoba. Jadi, kita menghadapi kejahatan tanpa wajah. Indonesia bisa hilang karena ada kejahatan narkoba yang kita diamkan.
  • GERAM ingin menyampaikan aspirasi terkait dengan efektivitas implementasi Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dan permasalahannya.
  • Saat ini, kita ketahui bersama Badan Narkotika Nasional itu sudah sampai ke tingkat kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya, kami melihat permasalahan narkoba sampai hari ini belum bisa dituntaskan secara terukur walaupun sudah banyak badan-badan yang dibentuk Pemerintah, tetapi pelaksanaannya kita melihat masih banyak yang perlu menjadi perhatian.
  • Adapun yang kami sampaikan pada kesempatan kali ini adalah beberapa poin. Pertama, permasalahan implementasi P4GN, yaitu ketersediaan narkoba yang dijual melalui jejaring sosial media dan marketplace online shop. Ini sangat membahayakan.
  • Hasil survei kami dari GERAM Provinsi DKI Jakarta khususnya, kami melihat di marketplace ini bisa dijual psikotropika daftar G. Daftar G itu artinya keras yang harus ada resep dokter.
  • Contoh yang sederhana kita temukan di kalangan pemuda atau pelajar yaitu menyalahgunakan jenis tramadol dan excimer. Seharusnya ini tidak boleh dijual sembarangan di online shop yang bisa diakses dengan mudah.
  • Kami berharap ada koordinasi dari BNN dengan Kemenkominfo atau Kemenkes untuk kalau bisa ada tim khusus yang memonitor penjualan melalui online, karena kalau ini dibiarkan sangat berbahaya.
  • Seminggu lalu kami juga mencoba menginvestigasi ada penjualan sabu dengan jenis sabu cair dan juga witch yang mana mereka bisa transaksi melalui Instagram. Hal ini mungkin akan kami sampaikan secara khusus nanti dan kami sudah koordinasi dengan Direktorat Polda Metro Jaya. Tentu sangat membahayakan kelangsungan hidup generasi muda kita.
  • Harapan kami ada tindak lanjut ke depan agar Kemenkominfo, Kemenkes, dan BNN duduk bareng untuk membuat tim cyber khusus penjualan psikotropika melalui jejaring sosial media.
  • Masalah korban di kalangan pelajar masih tinggi. Mengacu kepada Indonesian Drugs Report (IDR) Tahun 2022 yang dikeluarkan oleh BNN, jumlah korban dari pelajar itu cukup tinggi.
  • Pada tahun 2021 lalu, terdapat 53.405 pelajar menjadi korban mulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA, sampai perguruan tinggi. Artinya, generasi muda kita bisa hilang kalau sejak SD sdh mjd korban penyalahgunaan narkoba.
  • Usulan kami bagi Kemendikbud dibuat atau dibentuk kurikulum anti narkoba, karena mulai dari zat adiktif seperti lem aibon itu sudah digunakan oleh anak-anak untuk dihirup dan efeknya luar biasa bisa merusak otak dan tidak bisa belajar.
  • Mengingat korbannya banyak dari kalangan pelajar, maka Dinas Pendidikan atau Kemendikbud harus membuat kurikulum khusus anti narkoba mulai dari SD sampai SLTA. Harapan kami dengan adanya kurikulum ini bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk Program P4GN.
  • Kita tahu sejak 20 tahun lalu, Indonesia memang sudah ada produsen narkoba. Saat itu yang pertama di Cipondoh, Tangerang. Lalu, ada di Daan Mogot yang juga pabrik sabu. Terakhir, yang tereksekusi mati itu di tahun 2016, yaitu Freddy Budiman.
  • Data IDR, saat ini ada 140 terpidana mati. Bayangkan, 140 terpidana mati ini belum di eksekusi mati. Yang terakhir dieksekusi mati di tahun 2016.
  • Kami mendesak kepada Pemerintah agar yg sudah terpidana mati untuk dieksekusi, karena kami tidak mau ada korban-korban baru. Bahkan, para terpidana ini masih bisa berkomunikasi melalui jaringan mereka. Tentunya, ini sangat membahayakan.
  • Masalah Program P4GN di Jakarta ini ada namanya stigma kampung narkoba. Ini sangat membahayakan. Kami bergerak dari GERAM sejak 2004 dan yang namanya Kampung Ambon itu setiap bulan di razia oleh aparat kepolisian.
  • Yang terakhir minggu lalu, kami koordinasi dengan kepolisian. Katanya, setiap mereka melakukan razia pasti ada terus. Padahal, waktu itu sudah ada Satgas BNN, tapi stigma kampung narkoba sampai hari ini masih belum tuntas.
  • Yang menjadi masukan kami agar BNN dan Polri harus mengkaji ulang Program P4GN untuk permasalahan wilayah rawan narkoba dengan pendekatan komprehensif. Jadi, pendekatannya jangan cuma korektif, menindak, menangkap, dan menahan, tetapi pendekatannya secara komprehensif dengan pendekatan sosial, budaya, dan ekonomi. Perlunya asesmen di kampung tersebut, sehingga bisa menjadi solusi yang komprehensif. Kalau sekadar menangkap saja itu tidak bisa menyelesaikan masalah.
  • Terkait masalah tes urine, saat ini berdasarkan laporan BNN, di Jakarta sendiri baru dilakukan 3.343 orang yang dites urine. Padahal, kalau saya hitung penduduk Jakarta 10 juta lebih.
  • Kalau jumlah Camat, Lurah, RT, dan RW se-DKI Jakarta sejumlah 38.604 orang. Sebaiknya, pimpinan wilayah tersebut juga dites untuk pencegahan.
  • Kalau yang dites urine di Jakarta baru 3.343 orang itu baru 9% dari total para pimpinan wilayah, sedangkan kalau dari total penduduk Jakarta masih bawah 1%. Artinya, saya pikir ini belum mencapai targetnya.
  • Terakhir, masalah izin penjualan minuman beralkohol. Saat ini, sudah ada Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
  • Di dalam Perpres tersebut, di Pasal 6 disebutkan perdagangan besar minuman beralkohol atau distributor KWLI 633, ada perdagangan eceran minuman keras atau beralkohol ini KBLI 47221, ada perdagangan eceran kaki lima minuman keras KBLI 47826.
  • Yang terjadi di masyarakat saat ini kenapa miras bisa dijual di pemukiman padat penduduk yang pada notabenenya kampung itu ada tokoh masyarakat atau tokoh ulamanya. Seharusnya, hal ini bisa dikontrol dengan baik.
  • Ketika kami telusuri kenapa ini bisa terjadi. Ternyata, analisa permasalahannya adalah ini dikeluarkan perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di tingkat kota dan sebenarnya syarat pengecer pun harus ada izin tertulis tempatnya dari Walikota atau Bupati, tapi praktiknya tidak ada dan tidak ada verifikasi faktual Petugas PTSP.
  • Ketika ketersediaan minuman keras atau minuman beralkohol aksesnya sangat dekat dengan warga ini sangat menimbulkan potensi kerawanan kriminalitas dan kerawanan sosial.
  • Kami mengusulkan agar PTSP ini dapat mensosialisasikan kembali peraturan-peraturan yang ada terkait dengan distribusi dan penjualan eceran minuman beralkohol. Jadi, tidak sembarangan.
  • Koordinasi kerja BNN, BNNP, BNNK, dan Pemda DKI Jakarta dalam Program P4GN. Sesuai dengan Peraturan BNN Nomor 3 Tahun 2015 dan Nomor 6 Tahun 2020, saat ini komposisi BNN di Indonesia ada 173 BNN Kabupaten/Kota, dan 34 BNN Provinsi, yang anehnya di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat tidak ada kantor BNN-nya.
  • Padahal, di Jakarta Barat ini cukup banyak masalah penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Kami sempat menanyakan ke BNN Provinsi, tapi mereka belum bisa menjawabnya.
  • Kami fokus melihat kinerja daripada Program P4GN yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gubernur sebelumnya sudah menetapkan Keputusan Gubernur Nomor 483 Tahun 2021 untuk penanganan P4GN, tapi praktiknya kami cek itu tidak dijalankan dengan alasan tidak ada anggarannya.
  • Saat ini, Pemprov DKI Jakarta sedang mengajukan RaPerda tentang P4GN untuk DKI Jakarta. Kami bingung kenapa ada Perda lagi, padahal, sudah ada payung hukum undang-undang.
  • Kami harapkan perlunya Pemprov dan BNN untuk duduk bareng lagi bersama dengan Kemendikbud dan Kemenkes serta para stakeholder yang lain untuk bisa mengkaji ulang masalah Program P4GN.
  • Kami juga mengharapkan agar Key Performance Indicator (KPI) BNN diukur tiap 1 semester, sehingga kita tahu. Jangan BNN bikin laporan sendiri, tapi yang lainnya tidak jalan.

















Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM)
  • PKPKM sudah berbadan hukum yang pada dasarnya tujuan daripada komunitas ini adalah semuanya adalah korban dari gagalnya serah terima unit apartemen dari pengembang (PT Mahkota Sentosa Utama/MSU) yang biasanya disebut Meikarta. Itu di bawah perusahaan Lippo Group.
  • Seharusnya, kami ini serah terima rata-rata di tahun 2018 sampai 2020. Sampai saat ini unitnya masih mangkrak. Bahkan, sebagian besar masih berupa tanah merah.
  • Sejak gagalnya serah terima, konsumen secara secara perorangan itu terus mendatangi kantor PT MSU, baik konsumen yang membeli secara cash maupun secara kredit untuk menanyakan kepastian unitnya tapi jawabannya selalu kami katanya berkomitmen untuk meneruskan pembangunan. Itu saja. Namun, tidak ada kepastian penyelesaian unitnya.
  • Mengingat jawaban pengembang seperti itu terus selalu tidak ada kepastian, maka akhirnya terbentuklah komunitas ini berdasarkan rasa senasib sepenanggungan yang terbentuk kurang lebih sekitar setahun yang lalu, tapi kita dibatasi anggotanya.
  • Sampai saat ini, anggotanya sdh 130 orang lebih dan yang mau masuk masih banyak, cuman karena tujuan kami ini sebetulnya bukan sebanyak-banyaknya merekrut anggota, tapi bagaimana anggota kami ini bisa dipenuhi kewajibannya/dikembalikan haknya berupa pengembalian dana.
  • Anggota kami yang berjumlah 130 itu terdiri dari puluhan ribu konsumen Apartemen Meikarta di luar sana bergerak serentak mengadu.
  • Kebetulan, kami ada aksi demonstrasi atau unjuk rasa, karena setelah kami berupaya secara persuasif dengan mendatangi kantor pengembang jawabannya masih seperti itu.
  • Akhirnya, kita mengadu ke wakil rakyat. Selain ke DPR, kami juga serentak unjuk rasa ke Nobu Bank yang mana bank tersebut merupakan salah satu dari anak perusahaan pengembangnya, yaitu PT MSU.
  • Banyak yang merasakan betapa beratnya dengan beban cicilan. Unitnya tidak ada, tapi cicilan harus jalan terus. Terutama yang bayarnya cash itu ada yang sudah sejak tahun 2017, tapi sampai saat ini bangunannya belum ada unitnya.
  • Kesimpulannya, tidak ada kejelasan dan kepastian unitnya. Dalam perjalanannya, pada tahun 2020 kami mencoba menanyakan tentang progress pembangunan unit lagi. Ternyata, dijawab sama Manajemen PT MSU bahwa pihaknya sudah melaksanakan PKPU. Jadi, jawabannya bukan lagi berkomitmen untuk pembangunan, tapi jawabannya ada yang baru, yaitu kami sudah melaksanakan PKPU dimana di dalamnya ada aturan bahwa pihak developer mulai pembangunan ditambah lagi 24 bulan ke depan sejak ditetapkannya PKPU Desember 2020. Lalu, kemudian ditambah lagi 55 bulan sesuai dengan PKPU akan dilaksanakan serah terima secara parsial. Setelah itu, ditambah lagi 6 bulan jika ingin refund bagi yang cash. Berarti, kita harus menunggu sampai 7 tahun ke depan lagi atau 85 bulan sejak tahun 2020.
  • Kami keberatan terhadap PKPU tersebut, karena isinya sebagian besar merugikan kami dan yang penting adalah kita lihat prosesnya, karena sebagian besar anggota tidak pernah dilibatkan prosesnya seperti misalkan ada undangan rapat.
  • Anggota komunitas merasakan hak kami itu terabaikan. Namun, tindakan mereka bukannya sadar, malah kami digugat dengan tuntutan kerugian material dan immaterial dengan nominal yang fantastis, yaitu Rp56 Miliar.
  • Hal tersebut tidak masuk akal dan tidak berdasarkan fakta di lapangan, sehingga saat ini kami sedang menghadapi gugatan mereka yang jelas tidak masuk logika dan kemampuan kami.
  • Mereka menggugat pengurus komunitas dan anggota lainnya yang pada unjuk rasa berorasi sekadar menumpahkan kekesalannya, kekecewaannya, dan penderitaannya karena hak-hak mereka dilanggar oleh pihak pengembang.
  • Jadi, siapapun yang orasi langsung dijadikan tergugat. Oleh karena itu, mungkin dengan diiringi rasa hormat kami, maka kami selaku para tergugat memohon perlindungan hukum, karena tuntutannya tidak logis dan berencana mau memiskinkan kami.
  • Kami bukanlah koruptor. Kami hanya mau mendapatkan hak kami kembali sesuai dengan uang yang telah kami bayarkan. Tidak lebih, tidak kurang.
  • Kami Anggota PKPKM sudah tidak tertarik lagi dengan unit Apartemen Meikarta dan sepakat memohon untuk mengembalikan hak-hak kami dalam bentuk refund atau pengembalian dana, baik ke PT MSU bagi yang cash dan ke pihak perbankan bagi yang KPA.
  • Besar harapan kami, Komisi 3 DPR-RI mengundang PT MSU sebagai pengembang yang dalam hal ini dikenal dengan nama Meikarta dan membentuk Panitia Kerja untuk Kasus Apartemen Meikarta.









Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan