Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Permasalahan Ekspor Komoditas Kratom — Komisi 4 DPR-RI Audiensi dengan Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (PEKRINDO)

Tanggal Rapat: 4 Dec 2023, Ditulis Tanggal: 27 Feb 2024,
Komisi/AKD: Komisi 4 , Mitra Kerja: Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (PEKRINDO)

Pada 4 Desember 2023, Komisi 4 DPR-RI mengadakan Audiensi dengan Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (PEKRINDO) membahas Permasalahan Ekspor Komoditas Kratom. Audiensi dibuka dan dipimpin oleh Daniel Johan dari Fraksi PKB dapil Kalimantan Barat 1 pada pukul 13.45 WIB. 

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (PEKRINDO)
  • Latar Belakang Permasalahan
    • Kratom (mitragyna speciosa) dari pengetahuan empiris sudah digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Kalimantan secara turun temurun dan berlangsung sudah ratusan tahun, hal ini dibuktikan oleh penelitian etnomedisin Litbangkes bersama Untan di komunitas suku Dayak Kantu Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalbar. Kratom juga sudah dibudidayakan dan marak di komersialkan oleh masyarakat Kalimantan sejak tahun 2005 namun menurut beberapa informasi masyarakat khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat, tahun 90-an daun Kratom sudah mulai diniagakan, hanya dalam jumlah kecil dan daerah tertentu saja yang mengerjakannya, hingga mulai tahun 2005 jumlah produksi sudah mencapai 1 ton keatas bahkan akhir-akhir ini mencapai ribuan ton per bulannya.
    • Meskipun kegiatan industri kratom sudah berjalan puluhan tahun tapi hingga hari ini regulasi komoditas ini masih belum jelas, sehingga masyarakat yang sudah terlanjur menggantungkan ekonominya di komoditas ini merasa kecewa dan was-was akan keberlangsungannya.
    • Hal ini dikarenakan ada ketidaksepahaman antara regulator yang masing-masing mempertahankan pendapatnya akan komoditas ini, padahal tahun 2020 Menteri Pertanian sudah mengeluarkan Kepmentan No. 104 Tahun 2020 yang mana saat itu Kratom masuk dalam daftar komoditas tanaman obat di bawah binaan Dirjen Hortikultura. Namun sekitar 2 bulan kemudian dibatalkan dengan membuat revisi Kepmentan terbaru No. 591 tahun 2020 dan Kratom dihilangkan dalam daftar komoditas tanaman obat.
    • Kondisi ini dipengaruhi oleh pandangan BPOM lewat Surat Edaran No. HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang pelanggaran penggunaan Mitragyna Speciosa (Kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.
    • Namun berdasarkan hasil Lab. BNN RI No. R/XI/BL/BL.00.00/2015 Balai Lab Tgl. 30 November 2015, perihal hasil pemeriksaan sampel serbuk warna hijau dengan hasil negatif (-) tidak mengandung narkotika, begitu juga hasil Lab. BNNK Balikpapan dengan No. bukti 17974/2019/NNF s.d 17976/2019/NNF yang hasilnya juga negatif (-) tidak mengandung narkotika, jadi dari 2 hasil yang dilakukan BNN RI dan BNNK Balikpapan jelas Kratom bukanlah produk yang berbahaya karena memang dari sisi kearifan lokal sudah lama digunakan oleh masyarakat yang hidup disekitar tumbuhan ini khususnya di Kalimantan dan hingga saat ini tidak pernah ditemukan kasus yang diakibatkan oleh Kratom meskipun budaya/kebiasaan penggunaan Kratom sebagai obat sudah berjalan sangat lama (ratusan tahun).
  • Dari informasi diatas, maka sangat punya dasar bahwa Kratom adalah komoditas yang perlu didukung dan diregulasi sebagai salah satu produk yang dapat menopang ekonomi masyarakat baik dalam skala daerah maupun nasional.
  • Dukungan Positif juga didapat dari beberapa Kementerian, yaitu :
    • Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 04 tahun 2021 bahwa (Kratom tidak masuk dalam gol. Narkotika)
    • UU Narkotika No. 35 tahun 2009 (Kratom tidak masuk dalam gol. Narkotika)
    • Permendag No. 18 tahun 2021 (Kratom tidak dilarang ekspor)
    • Raker Komisi 4 tahun 2019 (Kratom masuk dalam komoditas HHBKI)
    • Pergub Prov. Kalbar No. 33 tahun 2022 (Kratom masuk dalam komoditas HHBKI)
  • Dampak Permasalahan

Dengan kondisi status regulasi abu-abu (grey area) ini banyak dampak yang dialami Petani maupun Pelaku Usaha, adapun dampak tersebut antara lain :

  • Pihak perbankan tidak bisa memfasilitasi bisnis kratom seperti tidak bisa memberikan modal usaha bagi petani atau pelaku usaha yang memerlukan modal untuk pengembangan usaha, pihak perbankan juga tidak bisa memberikan fasilitas letter of credit (L/C) sehingga kegiatan bisnis khususnya ekspor mengalami tingkat resiko yang sangat tinggi (gambling) yang merugikan banyak pelaku usaha yang akhirnya mengalami gagal bayar baik itu scam, trap, fraud dll.
  • Belum adanya ijin ekspor yang dikeluarkan oleh lembaga khusus seperti Mentan (jika produk pertanian), KLHK (jika komoditas HHBK), BPOM (jika produk bahan makanan (herbal), kosmetik) dll, sesuai kewenangan jika Kratom sudah ditetapkan dalam salah satu komoditas oleh stakeholder terkait.
  • Belum adanya status komunitas, dalam hal ini pengakuan dari Kementerian manapun belum ada, sehingga pembinaan baik berkaitan budidaya, standar mutu dll belum pernah dilakukan oleh instansi pemerintah karena memang belum pernah ada penganggaran dana belanja (APBD) yang dianggarkan untuk komoditas ini yang berdampak terutama di standar mutu yang hingga hari ini masih menjadi salah satu masalah utama yang berdampak barang ditolak oleh buyer bahkan ada dimusnahkan di negara pengimpor.
  • Belum ada HS code khusus yang menimbulkan salah satu sumber masalah baik di pengiriman termasuk di layanan fasilitas L/C oleh bank, sejauh ini ada 6 HS code yang digunakan dalam proses pengiriman dan itu tergantung masing-masing agent pengiriman lebih nyaman di HS code yang mana, 12119099,1211908690, 09024010, 12119086, 12119098, 12119029 hal ini tentunya juga berkaitan data ekspor yang cukup sulit untuk di data.
  • Belum bisa menerbitkan sertifikat Phyto karena kondisi regulasi yang masih belum pasti, hal ini juga membuat kondisi pengiriman mengalami tingkat resiko besar, terutama bagi buyer yang punya persyaratan untuk mengharuskan sertifikat Phyto. Hal seperti ini membuat regulator bagi negara penerima cukup hati-hati yang mengakibatkan komoditas masuk dalam produk yang diawasi di negara importir.
  • Usulan Solusi & Permintaan kepada DPR-RI
    • Meminta DPR-RI membantu supaya pengiriman komoditas kratom bisa berjalan lancar dan aman dengan melakukan pendekatan melalui hubungan bilateral atau multilateral yang mungkin juga bisa melibatkan BC, atase perdagangan luar negeri yang bertugas di setiap negara transit dan negara tujuan ekspor.
    • Penetapan status komoditas kratom sebagai produk di bawah binaan Kementerian baik HHBK (KLHK) atau produk pertanian (Mentan).
    • Retribusi dan Pajak Pendapatan Negara : menetapkan aturan terkait retribusi terhadap pemerintah daerah dan negara untuk menunjang sistem pengawasan dari instansi pemerintah yang berkelanjutan.
    • Pengajuan HS Code untuk komoditas kratom melalui kewenangan Kemendag.
    • Minta supaya DPR-RI komunikasi dengan pihak BC untuk memperbaiki dan menjalin koordinasi dengan pihak-pihak BC negara transit dan negara tujuan ekspor komoditas kratom dan koordinasi dengan pihak World Customs Organization (WCO).
    • Pencabutan surat edaran BPOM
    • Meminta BNN untuk bersikap netral atau sesuai tupoksi dalam menyikapi perihal Kratom.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan