Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan Pembentukan Panja Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) — Komisi 4 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pertanian RI dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Tanggal Rapat: 5 Dec 2022, Ditulis Tanggal: 13 Dec 2022,
Komisi/AKD: Komisi 4 , Mitra Kerja: Menteri Pertanian RI dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Pada 5 Desember 2022, Komisi 4 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Pertanian RI dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mengenai Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan Pembentukan Panja Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Sudin dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapil Lampung 1 pada pukul 10.47 WIB. (Ilustrasi: mediaindonesia.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Pertanian RI dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

  • Pemerintah sangat menghargai inisiasi dari DPR-RI khususnya Komisi 4 DPR-RI yang secara terus-menerus mendorong perbaikan konservasi sumber daya alam di Indonesia selama ini.
  • RUU ini merupakan perubahan terhadap UU sebelumnya, sehingga perlu segera hadir dan menjadi legacy instrumen hukum nasional guna menjawab berbagai perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam urusan konservasi dan sumber daya alam.
  • Secara filosofis, Pasal 33 Ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 yang merupakan landasan bagi penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam hayati oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  • Pasal 33 Ayat 3 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
  • Secara sosiologis, RUU KSDAHE perlu mengatur secara terang dan jelas tentang sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai sumber daya yang mutlak dibutuhkan keberadaannya oleh manusia serta memiliki fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.
  • Pemerintah memandang bahwa keberadaan KSDAHE amat vital bagi kehidupan manusia, maka diperlukan pengaturan yang bertujuan untuk melestarikan dan melindungi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, meningkatkan pemasukan devisa negara, mensejahterakan masyarakat sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) hayati dan pelibatan masyarakat serta swasta nasional dengan tidak mengabaikan karakteristik dan keberlangsungan hidup ekosistem.
  • UU 5/1990 telah menjadi acuan ketentuan terkait KSDAHE pada UU lain, antara lain UU 26/2007 tentang Tata Ruang, UU 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
  • Posisi UU 5 Tahun 1990 di dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sepakat tidak diubah. Bahkan, sudah diakomodir dan telah diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 beserta dengan peraturan pelaksanaannya.
  • Dalam kurun waktu 30 tahun lebih UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE beserta perangkat implementasinya telah banyak berkontribusi di dalam mengamankan potensi sumber daya alam dan memastikan kelestarian di dalam pemanfaatannya.
  • Tiga konsep yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menjadi pilar utama dalam mengelola 568 unit kawasan konservasi seluas 27,14 juta hektar dengan 109.000 jenis flora dan 17.400 jenis fauna, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi.
  • Prinsip tiga pilar juga telah dikuatkan dan diimplementasikan di dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana di dalam Pasal 57 menerapkan prinsip 3 pilar, yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan, sebagai payung hukum dalam pengelolaan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati.
  • Di dalam penataan ruang, Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) juga telah dikukuhkan di dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di mana KSA dan KPA sebagian dari tata ruang nasional, yaitu sebagai kawasan lindung dengan demikian posisi KSA dan KPA di dalam tata ruang nasional telah dipertegas sebagai bagian dari tata ruang nasional.
  • RUU KSDAHE didasarkan atas ekosistem yang satu dengan yang lain saling berkaitan atau ekosistem based management, sehingga harus dikelola di dalam satu kesatuan manajemen.
  • Pemisahan konservasi antara wilayah daratan, perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil bertentangan dengan prinsip ilmu ekologi atau scientific based.
  • Prinsip pengelolaan tersebut telah diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 1990, di mana KSA dan KPA wilayahnya dapat berupa daratan, perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil sebagai satu kesatuan ekosistem yang tidak dapat dipisahkan.
  • Kekuatan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE telah ditunjukkan dengan kedayagunaannya pada aspek internasional maupun nasional.
  • Dari aspek internasional, UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE saat ini telah selaras dengan filosofi dasar yang mengacu pada Strategi Konservasi Dunia (World Conservation Strategies) 1984 yang bersifat universal.
  • Norma dalam konferensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, antara lain; Keppres 43 Tahun 1978 tentang CITES, UU Nomor 5 Tahun 1994 tentang Convention on Biological Diversity, UU Nomor 21 Tahun 2004 tentang Protokol Cartagena, UU Nomor 11 Tahun 2013 tentang Protokol Nagoya, dan UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Paris Agreement.
  • Pada aspek nasional, implementasi UU Nomor 5 Tahun 1990 dalam mengakomodir kepentingan strategis nasional, antara lain; pemanfaatan panas bumi, jaringan listrik, telekomunikasi, pertahanan, jalan strategis, dan pemberdayaan masyarakat.
  • Pemerintah berpendapat bahwa substansi yang diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 masih sangat relevan untuk kondisi saat ini.
  • Tantangan utama yang dihadapi di dalam implementasi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE, diantaranya adalah terbatasnya kewenangan PPNS Kehutanan dalam proses penyidikan, tidak optimalnya jenis dan tingkat tuntutan atau pemerataan sanksi perdata dan hukuman pidana, serta belum adanya sistem pendanaan berkelanjutan di bidang KSDAHE.
  • Dalam hal pemanfaatan KSDAHE, UU Nomor 5 Tahun 1990 mengatur kondisi lingkungan perlu diuraikan secara tegas penjabaran dari kondisi lingkungan, antara lain; wisata alam, air, karbon, angin, panas bumi, dan panas matahari yang dalam hal ini dirumuskan di dalam penjelasan Pasal Pemanfaatan Kondisi Lingkungan.
  • Dengan adanya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait KSDAHE telah diatur dengan UU tersebut sehingga dalam revisi UU Nomor 5 Tahun 1990 kami memandang tidak perlu mengatur mekanisme pelimpahan kawasan konservasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
  • Hal ini dikarenakan hutan konservasi merupakan benteng terakhir kawasan hutan dan cukup pendelegasian melalui prosedur kerjasama antara pusat dan daerah.
  • Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah juga telah dipertegas terkait kewenangan pusat. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 14, Pasal 16, dan Lampiran BB angka 3 tentang urusan bidang kehutanan bahwa penyelenggaraan pengelolaan KSA dan KPA, penyelenggaraan pemanfaatan secara Lestari kondisi lingkungan KPA, serta pemanfaatan jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) secara tegas merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
  • Terhadap peran dan kewenangan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota telah secara tegas diatur kewenangannya di bidang konservasi, yaitu kewenangan pengelolaan taman hutan raya oleh Pemerintah Daerah.
  • Pemerintah Provinsi juga telah diberikan kewenangan terhadap pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi atau tidak masuk dalam lampiran Appendix Cites.
  • Berkenaan dengan usulan pembagian status konservasi TSL menjadi tiga kategori, yaitu kategori satu, kategori dua, dan kategori tiga. Menurut kami, pembagian kategorisasi dimaksud akan mempersulit proses identifikasi, pengendalian, pemanfaatan, pengawasan, dan penegakan hukum. Penetapan status konservasi TSL yang sudah diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 menitikberatkan pada aspek perlindungan dan pemanfaatan, sedangkan usulan kategorisasi status konservasi TSL pada draft RUU DPR menitikberatkan pada aspek pemanfaatan/mengikuti ketentuan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Untuk itu, pembagian status TSL tetap pada status dilindungi dan tidak dilindungi.
  • Sebagaimana kita sepakati bersama pada 22 November 2022, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KSDAHE yang disusun Pemerintah telah disampaikan oleh Pemerintah RI kepada Ketua Komisi 4 DPR-RI dengan didahului penyampaian pandangan dan penjelasan bahwa cukup dilakukan melalui format revisi dengan dokumen-dokumen dalam Prolegnas dan Badan Legislasi serta dokumen lainnya.
  • Pada kesempatan yang sama juga telah dilakukan pengesahan terhadap jadwal dan mekanisme pembahasan RUU tentang KSDAHE.
  • Draft RUU tentang KSDAHE inisiatif DPR terdiri atas 62 Pasal yang terbagi di dalam 16 Bab. Dari 62 pasal dimaksud, secara garis besar tanggapan usulan Pemerintah sebagaimana telah diuraikan dalam DIM adalah sebagai berikut;
    • Sebanyak 4 pasal tetap/sepakat, yaitu:
      • Pasal 6 terkait pemahaman sistem penyangga kehidupan;
      • Pasal 15 dan Pasal 16 terkait fungsi pokok kawasan suaka alam;
      • Pasal 62 terkait pemberlakuan UU, dikarenakan memiliki kalimat yang sama persis dengan UU Nomor 5 tahun 1990.
    • Sisanya sebanyak 58 pasal diusulkan untuk diubah, dikarenakan;
      • Penyesuaian kata/frasa/kalimat kembali ke UU 5/1990 maupun penambahan baru, beberapa norma telah/akan diatur pada UU lain, antara lain seperti;
        • Pembagian kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perizinan berusaha, dan masyarakat adat;
        • Bersifat terlalu teknis antara lain; seperti pengaturan pembentukan dan pengelolaan, ekosistem esensial, pengaturan zona/blok, dan pengelompokan ketentuan larangan dalam bab tersendiri;
        • Sulit diterapkan di tingkat lapangan, antara lain pembagian kategori perlindungan jenis tumbuhan dan satwa liar kategori satu, dua, dan tiga.
    • Sebanyak 17 pasal baru (sisipan), yaitu;
      • Pasal 1 Ayat 8 terkait definisi ikan;
      • Pasal 5A terkait pengaturan konservasi di perairan, laut, pesisir, dan pulau2 kecil;
      • Pasal 13 terkait bentuk pengawetan keragaman genetik;
      • Pasal 28A terkait pengaturan pengawasan pemanfaatan jasa lingkungan dan TSL yang diatur dengan Peraturan Pemerintah;
      • Pasal 38A terkait pengaturan pendanaan KSDAHE berkelanjutan;
      • Pasal 39A sampai dengan 39F terkait penguatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), administrasi pendidikan, dan barang bukti;
      • Pasal 40A sampai dengan pasal 40F terkait penguatan norma sanksi;
      • Pasal 43 terkait ketentuan penutup yang mencabut Pasal 1 Angka 4 UU 31/2004 juncto UU 45/2009 tentang definisi ikan;
      • Pasal 78A UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan 7 Taman Nasional Laut, dan Pasal 33 UU 17/2019 terkait Pemanfaatan Air di KSA dan KPA.
  • Dapat kami informasikan bahwa pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1990 telah diperkuat dengan lima Peraturan Pemerintah dan tiga Rancangan Peraturan Pemerintah, yaitu:
    • Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Burung;
    • PP nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa;
    • PP nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis dan Tumbuhan Satwa Liar;
    • PP nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam;
    • PP nomor 28 Tahun 2011 juncto PP 108 Tahun 2015 tentang Pengelolaan KSA dan KPA;
    • Rancangan Peraturan Pemerntah (RPP) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan;
    • RPP Cagar Biosfer;
    • RPP Peran Serta Masyarakat.
  • Terkait lima PP existing serta tiga RPP dimaksud sedang kami siapkan proses revisinya dan percepatan pengesahannya, sehingga usulan materi norma yang menjadi concern dari DPR-RI seperti pengawetan dan pemanfaatan TSL, ekosistem penting di luar kawasan konservasi sebagai bagian dari sistem penyangga kehidupan, serta penguatan terhadap peran serta masyarakat kami usulkan untuk menjadi bagian dari penguatan PP/RPP dimaksud.
  • Pemerintah siap membahas DIM yang telah kami sampaikan pada saat penetapan jadwal dan mekanisme pada Raker 22 November 2022 dan juga siap untuk berkoordinasi aktif dengan Panja yang dibentuk pada hari ini.
  • Pemerintah akan melaksanakan langkah-langkah sesuai dengan ketentuan. Kami sangat menghargai upaya yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi 4 DPR-RI dalam upaya menjaga koherensi antar undang-undang dan kami juga berterima kasih atas kesempatan untuk dapat melaporkan catatan-catatan pada hari ini.
  • Mengingat, pentingnya RUU KSDAHE ini dalam memberikan perlindungan terhadap kedaulatan negara, hak berdaulat, keamanan warga negara, dan perlindungan terhadap sumber daya alam hayati serta ekosistem.
  • Besar harapan kami kiranya RUU KSDAHE dapat segera dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR-RI. Atas segala perhatian kerjasama dari Pimpinan dan Anggota Komisi 4 DPR-RI kami mengucapkan terima kasih.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan