Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Permasalahan Transportasi Online dan Permohonan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan — Komisi 5 DPR-RI Audiensi dengan Forum Peduli Transportasi Online (FPTO) dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI)

Tanggal Rapat: 23 Apr 2018, Ditulis Tanggal: 14 Aug 2020,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: Forum Peduli Transportasi Online (FPTO) dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI)

Pada 23 April 2018, Komisi 5 DPR-RI mengadakan Audiensi dengan Forum Peduli Transportasi Online (FPTO) dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) mengenai Permasalahan Transportasi Online dan Permohonan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Audiensi ini dibuka dan dipimpin oleh Fary Djemy Francis dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Nusa Tenggara Timur 2 pada pukul 13:37 WIB. (ilustrasi: malukuterkini.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Forum Peduli Transportasi Online (FPTO) dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI)

Forum Peduli Transportasi Online (FPTO)

  • Forum Peduli Transportasi Online (FPTO) terdiri dari pemerhati dan pelaku daripada transportasi online serta akademisi untuk dapat memberikan kontribusi dalam rangka pembangunan transportasi online dan pembangunan angkutan massal Indonesia yang lebih baik.
  • Secara khusus, FPTO ingin memberikan masukan kepada Komisi 5 DPR-RI. FPTO melihat bawah Pemerintah belum memiliki sikap yang jelas terkait perlindungan terhadap transportasi online di Indonesia khususnya yang beroda 2 (dua), karena untuk yang roda 4 (empat) sudah ada perlindungan hukum dari Kementerian Perhubungan.
  • Sampai hari ini masih terjadi konflik di lapangan untuk yang roda 2 (dua) atau ojek online karena belum adanya payung hukum yang melindunginya. Padahal, keberadaannya sudah cukup lama dan Presiden juga sudah meminta untuk segera diselesaikan permasalahannya.
  • FPTO mengharapkan adanya regulasi yang dapat melindungi keberadaan ojek online. Oleh karena itu, FPTO mendesak DPR agar dapat menjembatani kepada Pemerintah untuk membuat regulasi terkait ojek online.
  • Secara filosofis, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, belum dapat mengakomodir sistem transportasi yang ada saat ini karena dalam pembuatannya tidak melihat perkembangan teknologi untuk bisnis angkutan umum.
  • FPTO berharap agar DPR memiliki inisiatif untuk bekerja sama dengan Pemerintah untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  • FPTO mencoba menghitung total pengeluaran per hari dari pengemudi ojek online yaitu sekitar Rp89.000, jika dikali 20, maka per bulan pengeluarannya mencapai Rp1.780.000.
  • FPTO menghadirkan driver ojek online yang mengaku telah melakukan audiensi juga dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pada prinsipnya, FPTO meminta Komisi 5 DPR-RI untuk mendesak Pemerintah agar membuat payung hukum ojek online sebagai transportasi umum berbasis aplikasi.
  • Masih banyaknya terjadi penolakan kepada ojek online di berbagai daerah. Padahal, driver ojek online juga bagian dari rakyat Indonesia yang berhak untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan teknologi.
  • Realita di lapangan serba bias, ketika menilai perusahaan aplikasi, namun driver Gojek dan Grab tidak pernah melibatkan para driver secara proporsional sehingga pihak aplikator bebas menentukan tarif tanpa komunikasi dengan para driver sebagai mitranya.
  • Sampai saat ini, tidak ada kejelasan dari aplikator untuk berhenti menerima driver baru. Hal itulah yang menjadi permasalahan dan saat ini ratusan driver ojek online baru saja diterima baik dari Grab maupun Gojek. 
  • Jika permintaan FPTO terkait regulasi dikabulkan, maka FPTO siap terlibat aktif dalam proses pembuatan regulasi tersebut.

Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI)

  • Secara garis besar, yang disampaikan PPTJDI sama dengan FPTO bahwa PPTJDI menginginkan legalisasi dan rasionalisasi tarif.
  • PPTJDI sudah melakukan audiensi dengan Kementerian Perhubungan dan juga DPR-RI, namun masih belum ada solusi yang diberikan.
  • Legalisasi penting karena menjadi aturan main yang jelas dan mengikat bagi seluruh stakeholder yang terlibat dalam bisnis transportasi online.
  • Banyak rekan-rekan PPTJDI yang di daerah mendapatkan tekanan dan intimidasi dari angkutan konvensional. Dasar mereka mengintimidasi karena katanya ini ilegal. Tentu menjadi suatu dilema bagi PPTJDI, di satu sisi kita perlu beroperasi secara legal, tapi di sisi lain pihak aplikator tidak pernah ingin melegalkan usaha mereka.
  • PPTJDI ingin mengetahui status dari ojek online, sebagai mitra, pekerja atau konsumen. Dalam mediasi terakhir dengan Kementerian Perhubungan semuanya lepas tangan. Artinya, pihak Kementerian Perhubungan tidak mengakui ojek online sebagai bagian dari Kementerian Perhubungan.
  • Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan bahwa ojek online bukan bagian dari konsumen yang patut dilindungi.
  • Regulasi menjadi penting sebab aturan main dari aplikator sering berubah-ubah dan pihak PPTJDI tidak pernah diajak untuk diskusi dan mediasi. 
  • PPTJDI sangat berharap bahwa Komisi 5 DPR-RI tidak lepas tangan dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh ojek online.
  • Setiap hari, aplikator tidak pernah berhenti menjaring driver baru. PPTJDI meminta kepada DPR-RI untuk memberikan warning untuk moratorium, agar tidak ada penambahan driver baru demi menjaga keseimbangan supply-demand.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan