Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terhadap Potensi Penerimaan Negara Bidang Transportasi di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) — Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 5 DPR RI dengan Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI

Tanggal Rapat: 15 Jun 2022, Ditulis Tanggal: 17 Jun 2022,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI

Pada 15 Juni 2022, Komisi 5 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI mengenai Masukan terhadap Potensi Penerimaan Negara Bidang Transportasi di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Ridwan Bae dari Fraksi Partai Golongan Karya (FP-Golkar) dapil Sulawesi Tenggara pada pukul 10.20 WIB. (Ilustrasi: Jejak Parlemen)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI

  • Pada kesempatan hari ini, Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan akan memaparkan konsep-konsep pengelolaan PNBP terlebih dahulu, sehingga kemudian bisa melihat potensi di dalam pengelolaan lintas terhadap PNBP.
  • Sesuai dengan UU 9/2018 tentang PNBP, maka salah satu turunannya adalah PP 58 yaitu PP pengelolaan PNBP di mana sekarang diatur ada subjek pengelolaan PNBP.
  • Subyek ini ada 3, yang pertama adalah K/L sebagai instansi pengelola PNBP. Kemudian ada Kemenkeu sebagai BUN dan ada aparat pengawasan intern Pemerintah.
  • Untuk instansi pengelola PNBP termasuk juga Kemenkeu harus melakukan langkah-langkah melalui perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan.
  • Sesuai UU PNBP, saat ini ada 6 objek PNBP. Objek pertama adalah pemanfaatan sumber daya alam yang tentunya ini nanti tarifnya bisa diatur di undang-undang, PP, atau kontrak.
  • Pemanfaatan Sumber Daya Alam ini lebih banyak kita mengatur tarifnya berdasarkan nilai manfaat, kadar, atau kualitas sumber daya alam. Misalkan, batubara dan lain sebagainya.
  • Pengenaan tarifnya akan melihat dampak terhadap dunia usaha, masyarakat, bagaimana kita melestarikan lingkungan, dan lain sebagainya.
  • Objek kedua adalah pelayanan. Ini yang banyak ada di K/L. Untuk objek pelayanan ini nanti bisa diatur dalam PP atau PMK. Tata cara kami menghitung tarifnya adalah dampak tarif terhadap dunia usaha, masyarakat, maupun untuk sosial-budaya, serta mempergunakan penyelenggaraan pelayanan, dan ada aspek keadilan kebijakan Pemerintah.
  • Di aspek keadilan kebijakan Pemerintah biasanya Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan melakukan PP pentarifan sampai dengan 0 untuk masyarakat miskin dan lain sebagainya.
  • Objek ketiga adalah pengelolaan barang milik negara. Ini sejalan dengan kebijakan untuk optimalisasi BMN yang tarifnya diatur dalam maupun PMK dengan memperlihatkan atau mempertimbangkan nilai guna aset tertinggi.
  • Objek keempat adalah pengelolaan dana. Ini hanya diatur di PMK, karena rata-rata hanya ada di Kemenkeu untuk pengelolaan dana ini kita atur untuk berbagai pengelolaan dana yang ada di rekening-rekening Pemerintah. Tarifnya dipertimbangkan melalui hasil dan manfaat terbaik.
  • Objek kelima adalah pengelolaan keuangan negara dipisahkan. Sesuai dengan UU PNBP, tarifnya diatur sesuai undang-undang maupun RUPS, karena ada beberapa badan di luar kekayaan negara yang dipisahkan yang tidak melalui RUPS. Tarifnya diperhitungkan menurut kebutuhan investasi badan, kondisi keuangan badan, maupun operasional badan.
  • Objek keenam adalah hak negara lainnya. Ini merupakan satu objek yang mencakup seluruh tarif atau seluruh jenis PNBP yang tidak dapat kita kategorikan di objek 1 sampai dengan 5.
  • Tentunya akan memperlihatkan bahwa tidak ada celah bagi suatu pungutan yang dipungut oleh negara itu bukan suatu objek pungutan negara. Tarif diatur dalam UU, PP, maupun PMK.
  • Kemudian, tarif dihitung berdasarkan pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, dan sosial-budaya. Ada juga aspek keadilan dan kebijakan Pemerintah.
  • Salah satu contoh hak negara lainnya misalkan denda tilang dan lain sebagainya. Ini lebih ke arah hak negara. Untuk pelayanan seperti Paspor, SIM, dan lain sebagainya. Perizinan juga kami golongkan ke hak negara lainnya.
  • Di tahap perencanaan, sesuai dengan undang-undang mengikuti alur di dalam perancangan APBN, mulai dari penyusunan rencana PNBP sampai dengan penyampaian rencana PNBP kepada Kemenkeu untuk dimasukkan dalam RUU APBN dan Nota Keuangan, dan ada juga untuk penilaian sampai dengan penetapan PNBP.
  • Di tahap pelaksanaan lebih banyak terkait dengan tugas dari K/L sebagai instansi pengelola PNBP. Yang pertama adalah untuk penentuan PNBP Terutang.
  • Secara periodik ini disampaikan kepada kami dan kami berupaya untuk secara online (paperless), karena ingin mempermudah untuk melakukan evaluasi apabila pelaporan ini dengan sistem aplikasi.
  • Pengawasan PNBP dilakukan oleh Kemenkeu dan APIP. Hasil pengawasan ini bisa menjadi dasar tindak lanjut pemeriksaan yang akan dimintakan kepada BPKP.
  • Di APIP akan melakukan pengawasan sejalan dengan pengawasan belanja dan lain sebagainya sesuai dengan PP 60. Kami juga terus melakukan Bimtek bersama APIP untuk lebih menguatkan APIP terhadap pengawasan PNBP.
  • Pengaturan lain dalam PP 58, pertama adalah pengelolaan PNBP oleh BUN. Kita melihat untuk Sumber Daya Alam, KND, dan panas bumi meskipun secara prinsip dan secara teknis ada di Kementerian ESDM tetapi ditetapkan sebagai PNBP BUN. Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa prosesnya membutuhkan earning process dan lain sebagainya.
  • Di dalam undang-undang dan PP pengelolaan ini dikenalkan Mitra Instansi Pengelola (MIP) PNBP. Mitra ini akan melakukan berbagai pekerjaan K/L di bidang PNBP.
  • Dasar penunjukkan untuk MIP ini bisa berdasarkan Peraturan Perundang-undangan atau penugasan dari instansi pengelola PNBP.
  • Penugasan bisa dalam bentuk kontrak atau perjanjian. Paling tidak MIP ini membantu K/L dalam melakukan pemungutan, penyetoran, dan penagihan. MIP juga wajib menatausahakan serta bertanggung jawab terhadap pelaporannya.
  • Untuk tugas dan kewenangan, kami melihat bahwa di dalam UU LLAJ ada beberapa urusan yang nanti akan menjadi tugas kewenangan beberapa K/L.
  • Misalkan di urusan pemerintahan di bidang jalan ini akan menjadi tugas Kementerian PUPR, di bidang sarana dan prasarana LLAJ di Kementerian Perhubungan, di bidang pengembangan industri LLAJ ada di Kementerian Perindustrian di bidang teknologi LLAJ di Kementerian Ristek, di bidang identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen LLAJ di Polri.
  • Untuk pengaturan eksisting terutama Pasal 79 ayat 1, izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 Ayat 1 huruf b diberikan oleh;
    • Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk angkutan orang yang melayani
      • angkutan taksi yang nilai operasinya melampaui satu daerah Provinsi,
      • angkutan dengan tujuan tertentu, dan
      • angkutan pariwisata merupakan kewenangan pusat, sehingga kalau ada izin dan lain sebagainya.
    • Maka pungutan atas penerbitan izin ini merupakan penerimaan Pusat atau PNBP yang tentunya menjadi tercatat sebagai pungutan Kementerian Perhubungan, sedangkan untuk poin b, c, dan d karena ada di dalam wilayah daerah baik Gubernur maupun Bupati/Walikota tentunya ini akan menjadi retribusi untuk masing-masing daerah.
  • Ada penambahan potensi berupa tarif PNBP yang mengakomodir berkembangnya teknologi di bidang transportasi terutama transportasi umum berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
  • Diantaranya, perizinan angkutan org online berbasis aplikasi. Artinya, kalau ada perusahaan-perusahaan atau startup yang bergerak di bidang angkutan umum berbasis TIK, maka perizinannya akan menjadi potensi PNBP Kemenhub.
  • Di dalam komponen pajak kendaraan bermotor, kami saat ini melihat hanya ada pajak untuk daerah, misalkan ada semacam road tax yang dapat dibagi bersama tentunya dapat dipergunakan untuk salah satu sumber dana preservasi jalan.
  • Ada perubahan sanksi pidana atas pelanggaran Over Dimension Over Load (ODOL). Saat ini, apabila ada pelanggaran ODOL lebih banyak ke pelanggaran lalu lintas yang melalui pengadilan di mana kalau melalui pengadilan merupakan pendapatan yg tercatat sebagai PNBP Kejaksaan, yg ini tentunya pada sampai dengan saat ini kebijakan untuk pendapatan tilang belum dipergunakan sama sekali. Ini agar tidak menjadikan denda tilang sebagai target.
  • Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan tidak pernah menargetkan pendapatan dari tilang, karena prinsipnya Perwakilan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan juga tidak mengharapkan banyak pelanggaran, tetapi tentunya dengan pengawasan kepolisian di jalan ternyata banyak pelanggaran yang akhirnya berujung di peradilan.
  • Mengenai perkembangan dana preservasi terkait dengan KPBU-AP yang selama ini ada di Kementerian PUPR. Jumlahnya secara total mulai yang disediakan untuk KPBU-AP mulai tahun 2023 sampai tahun 2029 adalah Rp18,8 Triliun.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan