Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan dan Pandangan terhadap Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - RDPU Komisi 5 dengan Aliansi Pengemudi Independen (API)

Tanggal Rapat: 23 Nov 2022, Ditulis Tanggal: 25 Nov 2022,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: Aliansi Pengemudi Independen (API)

Pada 23 November 2022, Komisi 5 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Aliansi Pengemudi Independen (API) tentang masukan dan pandangan terhadap revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Rapat dipimpin dan dibuka oleh M. Iqbal dari Fraksi PPP dapil Sumatera Barat 2 pada pukul 13.10 WIB. (Ilustrasi: DKI Jakarta)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Aliansi Pengemudi Independen (API)
  • API menyikapi adanya aturan tentang pengujian kendaraan bermotor yang tertuang dalam Pasal 49 dan 56 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya tentang dimensi kendaraan bermotor apabila terjadi pelanggaran dimensi, maka akan dilakukan sanksi pidana dengan pidana 5 tahun penjara atau denda Rp5 Miliar.
  • API selaku pelaku transportasi pada intinya mewakili sopir dan sebagian kecil pengusaha yang dijalankan sendiri.
  • Dengan adanya aturan UU 22/2009, bukanya API tidak mau mentaati peraturan UU. Kita Warga Negara Indonesia pasti akan patuh, tetapi mohon arahan dan solusinya, karena kita di sini melanggar dimensi overload dengan operasional yang sangat tinggi.
  • Sopir selalu yang menjadi pihak yang disalahkan. Saat ini, dari Pemerintah belum ada perlindungan buat sopir. Padahal, sopir yang selalu disalahkan sebagai pelaku.
  • Sopir adalah pemutar roda ekonomi bangsa, akan tetapi saat ini selalu dijadikan kambing hitam dan disalahkan. Di sinilah perlunya keadilan.
  • Terkait masalah overload atau over dimensi yang selalu disalahkan sopir. Pemilik barang ini juga perlu dilibatkan.
  • Kami mengalami kesulitan saat melakukan uji KIR. Selama ini, kendaraan angkutan barang mayoritas surat-menyuratnya mati semua, karena dipersulit oleh petugasnya sendiri. Kita mau taat dan sudah sesuai dengan arahan, akan tetapi pelaksanaannya kita tidak bisa uji KIR sampai sekarang. Kita minta dicarikan solusi jalan keluarnya.
  • Kami juga memohon untuk ditetapkan standardisasi upah. Saat ini, sopir bukan sebagai buruh semata. Sopir ini adalah buruh profesi, akan tetapi saat ini kesejahteraan atau perlindungannya seperti tidak ada sama sekali. Bahkan, gaji sopir pun sangat rendah. Oleh karena itu, kami mohon untuk ada standardisasi upah. Kita kerjanya selama 24 jam. Risiko kita sangat tinggi.
  • Kami mohon dari Pemerintah bisa memberikan plafon dari terendah dan tertinggi untuk dijadikan patokan. Hal ini untuk menyejahterakan maupun untuk memberikan pedoman agar upah bisa tercukupi.
  • Terkait ongkos sopir, ada yang ongkosnya borongan. Saat ini, Semarang-Jakarta satu minggu paling hanya bawa uang Rp700.000 dengan risiko yang selalu disalahkan dan disalahkan.
  • API meminta pada Pimpinan Komisi 5 DPR-RI bahwa banyak dari sopir yang benar-benar mengeluh bahkan sampai bersepakat jika tidak terealisasi, daripada kita menanggung risiko yang tinggi, lebih baik tidak melakukan aktivitas. Kami bukannya tidak taat dengan UU dan hukum.
  • Kami juga minta agar adanya peningkatan buat perlindungan bagi sopir di jalan. Saat ini, sopir terancam jiwanya, karena selalu banyak pemerasan di jalan. Terutama di wilayah-wilayah tertentu yang sangat rawan. Bahkan, sampai ada barang yang diminta. Di ruas jalan tol juga tidak aman. Barang masih diminta dan ban serep hilang. Pengusahanya tidak ingin tahu dan sopir yang harus menggantinya. Oleh karena itu, kami meminta jaminan keamanan buat para sopir agar mereka bisa melakukan kegiatannya secara aman dan nyaman.
  • Terdapat keputusan perubahan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ khususnya tentang pelanggaran overload, overloading, dan over dimensi yang biasa disebut ODOL. Sebetulnya, para sopir tidak akan mau membawa yang risikonya sangat tinggi. Kami membawa barang yang ODOL alasannya karena dengan kebutuhan-kebutuhan ini bisa meng-cover untuk menutup biaya operasional.
  • Kita melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti ini bukan disengaja. Kalau memang nanti dari Pemerintah ada arahan untuk bisa memperbaiki upah maupun ongkos, kita lebih senang dan kita pasti akan mengikuti aturan Pemerintah.
  • Terkait pelanggaran itu bukan karena kita semata-mata tidak mau tertib. Kita akan tertib jika diupayakan adanya standardisasi upah.
  • Terkait penetapan berlakunya perubahan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, maka untuk bisa diperpanjang sampai tahun 2025, karena kita selama pandemi sudah cukup kesusahan.
  • Terkait tol laut, khusus untuk sopir yang lintas Jawa-Kalimantan, saat ini mereka sangat kesusahan untuk melakukan kegiatan Kalimantan-Semarang yang rutenya adalah Semarang-Pontianak, Semarang-Dumai, dan Semarang-Ketapang. Kita akan kesulitan untuk biaya operasi untuk angkutan tol laut. Di Semarang hanya ada satu operator. Di Semarang itu hanya ada satu operator kapal. Kita minta agar Pemerintah bisa memberikan pelayanan atau pengadaan kapal lagi dalam membantu sopir untuk operasionalnya, karena kita sangat kesusahan untuk pelayanan laut.
  • Yang kita bawa dari Jawa ke Kalimantan adalah bahan-bahan pokok, hampir 85%. Bahkan, tidak jarang sayur-mayur pada busuk, karena tidak kedapatan tiket. Padahal, di sana sudah ditunggu oleh konsumen.
  • Kita juga kekurangan sumber daya manusia. Hal itu disebabkan adanya persoalan. Terlalu banyak kesulitan atau masalah yang ada di jalan raya. Kita tidak tahu harus curhat ke mana atau mengadu kemana.
  • Selama ini, tidak ada yang yang peduli terhadap kita semua. Tidak ada pembinaan sama sekali dari Pemerintah. Hal inilah yang menjadi problem yang pada akhirnya teman-teman semua membentuk suatu komunitas sampai ke tingkat kecamatan. Hal ini mohon untuk betul-betul diperhatikan oleh DPR-RI. Barangkali jika ada kegiatan reses dari Komisi 5, mungkin nanti ada sistem pendekatan. Harapan kami, teman-teman yang di daerah bisa memberikan masukan tentang aktivitas dan kendala yang dihadapi secara langsung.
  • Kami sangat butuh perhatian khusus terkait dengan masalah pembinaan untuk masa depan para sopir. Satu hal kenapa pengemudi saat ini tidak pernah memakai kernet. Hal ini karena pengemudi tidak mampu untuk membayar atau memberikan kebutuhan selama proses perjalanan, sehingga sekarang tidak ada regenerasi sama sekali. Mungkin barangkali pengusaha mau cari pengemudi sopir sangat sulit sekali. Ini tidak ada pembinaan dan adanya cuma pembiaran. Kami berharap terutama wakil kami yang ada di DPR-RI ini untuk bisa mendukung kami.
  • Sopir itu sampai istrinya diajak jadi kernet, karena tidak mampu membayar kernet, karena upah sangat minim sekali dan ini bisa kita kroscek di lapangan bersama.
  • Saat ini kita dan teman-teman itu membutuhkan peristirahatan yang nyaman. Sekarang saat ini belum ada tempat parkir yang nyaman. Mohon diperhatikan nanti.
  • Kalau Pemerintah tidak segera untuk memperbaiki upah para pengemudi ini maupun ongkos ini akan carut-marut.
  • Mengapa pada akhirnya banyak rawan kecelakaan mobil karena notabene yang pengemudi biasa membawa mobil muatan berat akhirnya hanya perusahaan besar. Sopir sudah punya SIM tapi belum terlatih dari menjadi kernet. Akhirnya setelah di bawa angkot lalu muatan berat jadinya banyak sekali yang kecelakaan akhirnya menimbulkan korban jiwa yang sangat banyak.
  • API sedikit menyampaikan bahwa UU Nomor 22 Tahun 2009 itu dasarnya mungkin dari tahun-tahun sebelumnya juga undang-undangnya sama dan itu tidak pernah ada perbaikan. Padahal teknologi kemajuan zaman mengenai unit armada ini sudah cukup jauh. Harapan saya agar undang-undang ini bisa mengikuti kemajuan teknologi yang ada.





























Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan