Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Masukan terkait Penyusunan Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan - RDPU Komisi 5 dengan ITDP, YLKI, dan INSTRAN

Tanggal Rapat: 24 May 2022, Ditulis Tanggal: 27 May 2022,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Pada 24 Mei 2022, Komisi 5 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan ITDP, YLKI, dan INSTRAN tentang Masukan terkait Penyusunan Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Lasarus dari Fraksi PDIP dapil Kalimantan Barat 2 pada pukul 14.03 WIB. (Ilustrasi: JawaPos.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Institut Studi Transportasi
  • Idealnya UU LLAJ dan UU Jalan jadi satu karena yang diatur subyeknya sama: pergerakan dengan menggunakan jalan.
  • Alasan perlunya amandemen UU LLAJ:
    • Secara umum, LLAJ sebetulnya sudah cukup baik dan kompresif, hanya sejumlah pasal dalam UU LLAJ sampai sekarang belum dijalankan sehingga yang diperlukan bukan revisi melainkan dorongan pelaksanaan di lapangan;
    • Mungkin yang lebih tepat adalah melakukan amandemen (penambahan pada bagian yang sudah ada) bukan revisi (peninjauan kembali untuk perbaikan). Amandemen berarti hanya menambahkan pada sejumlah pasal yang perlu diperbaiki. Sedangkan revisi bisa menjangkau sampai pada kerangka berpikir. Amandemen perlu dilakukan terutama untuk mensinkronkan pasal-pasal yang telah diamputasi (diubah dan dihilangkan) oleh UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ada 20 Pasal UU LLAJ yang diubah bunyinya dan 7 Pasal dihapus oleh UU Cipta Kerja;
    • UU LLAJ No. 22/2009 ini merupakan UU yang banci karena terlalu banyak Pembina sehingga perlu disederhanakan agar tidak saling tunggu atau lempar tanggung jawab dalam implementasinya.
  • Mimpi transportasi darat ke depan:
    • Tersedia layanan angkutan umum perkotaan yang selamat, aman, nyaman, terjangkau dan tepat waktu;
    • Tersedia angkutan pedesaan yang selamat, aman, terjangkau dan sesuai kebutuhan masyarakat pedesaan;
    • Berkembangnya industri transportasi yang sehat dan berkeselamatan;
    • Tersedianya jalur/lajur khusus sepeda di semua kota
    • Tersedianya fasilitas pejalan kaki yang berkeselamatan, aman dan nyaman;
    • Tersedianya jaringan intergrasi yang selamat, aman, mudah diakses dan efesien;
    • Migrasi dari kendaraan BBM ke kendaraan listrik;
    • Kendaraan tanpa pengemudi (Autonomous Electric Vehicle (AEV));
    • Penurunan pencemaran udara melalui pajak karbon;
    • Adanya kepastian dan penegakan hukum guna mewujudkan tertib berlalu lintas.
  • Kondisi saat ini:
    • Kondisi angkutan umum secara nasional amat buruk. Hanya DKI Jakarta yang memiliki layanan transportasi yang berkeselamatan, aman, nyaman dan terjangkau;
    • Angkutan pedesaan mati suri sehingga ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi, utamanya motor amat tinggi;
    • Selain berkontribusi terhadap angka kecelakaan yang tinggi, penggunaan motor secara masif juga menyedot BBM yang amat besar;
    • Amanat Pasal 138 dan 139 agar Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan angkutan umum belum terlaksana;
    • Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum masih tinggi.
  • Pasal-pasal yang diamputasi oleh UU Cipta Kerja:
    • Pasal 19 Kelas jalan diubah
    • Pasal 36 Setiap angkutan umum wajib berhenti di terminal diubah
    • Pasal 38 Fasilitas terminal diubah
    • Pasal 39 Lingkungan kerja terminal diubah
    • Pasal 40 Pembangunan dan pengoperasian terminal diubah
    • Pasal 43 Fasilitas parkir diubah
    • Pasal 50 Uji tipe diubah
    • Pasal 53 Uji berkala diubah
    • Pasal 60 Bengkel umum kendaraan bermotor diubah
    • Pasal 78 Diklat pengemudi diubah
    • Pasal 99 AMDAL diubah
    • Pasal 100 dan 101 Dihapus
    • Pasal 126 Larangan pengemudi angkutan umum diubah
    • Pasal 162 Angkutan barang khusus dan alat berat diubah
    • Pasal 165 Angkutan multi moda diubah
    • Pasal 170 Jembatan timbang diubah
    • Pasal 173 Perizinan Angkutan diubah
    • Pasal 174, 175, 176, 177 dan 178 Dihapus
    • Pasal 179 Ijin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek diubah
    • Pasal 185 Subsidi angkutan penumpang diubah
    • Pasal 199 Sanksi Administrasi diubah
    • Pasal 220 Rancang bangun kendaraan diubah
    • Pasal 308 Ketentuan pidana dihapus
  • Usulan revisi ketentuan umum:
    • Poin 7: Perlu dilengkapi kendaraan listrik
    • Poin 39: Menteri adalah pembantu Presiden yang bertanggungjawab atau membidangi urusan transportasi
  • Pasal-pasal yang diusulkan dihapus karena terlalu teknis:
    • Pasal 117
    • Pasal 119
    • Pasal 122 ayat (2)
    • Pasal 124 ayat (2)
    • Pasal 125
    • Pasal 135
  • Usulan amandemen asas dan tujuan:
    • Pasal 2 perlu ditambahkan asas melayani
    • Pasal 3 butir a perlu ditambahkan aspek aman dan selamat
  • Usulan amandemen pembina LLAJ:
    • Pasal 5 ayat (3), Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggungjawab untuk urusan transportasi yang dilaksanakan secara koordinatif dengan kementerian/lembaga terkait.
  • Usulan amandemen forum LLAJ
    • Rumusan Pasal 13 ayat (4), Keanggotaan forum LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, K/L terkait, penyelenggara, akademisi, dan perwakilan unsur masyarakat
    • Pasal 13 ayat (5), Ketentuan lebih lanjut mengenai forum LLAJ dilakukan oleh Pembina LLAJ
  • Masukan tentang rencana induk jaringan jalan
    • Pasal 14-18 tentang jaringan LLAJ, khususnya terkait dengan Rencana Induk Jaringan LLAJ Nasional masih relevan, tapi perlu ada dorongan kepada Pembina LLAJ agar Rencana Induk tersebut dapat diwujudkan dan menjadi pedoman pengembangan jaringan LLAJ. Sampai saat ini belum tersusun.
  • Masukan untuk preservasi jalan:
    • Pasal 29 ayat (4), sebaiknya sumbernya perlu dieksplisit agar tidak multitafsir
  • Menolak menjadikan motor sebagai angkutan umum
    • Data menunjukkan secara konsisten dari tahun ke tahun bahwa sepeda motor berkontribusi lebih dari 70% angka kecelakaan lalu lintas;
    • Moda motor tidak memenuhi persyaratan angkutan umum yang selamat, aman dan nyaman seperti diatur dalam Pasal 137 UU LLAJ;
    • Kapasitas angkut terbatas (satu orang saja);
    • Pemborosan BBM
    • Menambah polusi udara;
    • Dimensi sosial politiknya lebih kompleks dan rumit (sulit dikontrol).
  • Pandangan yang terbelah terkait Ojol
    • Pro legalisasi
      • Ojol dibutuhkan oleh masyarakat;
      • Masyarakat milih naik Ojol daripada angkutan umum reguler;
      • Memberikan lapangan pekerjaan baru;
      • Membantu memperlancar mobilitas masyarakat dengan biaya lebih rendah.
    • Kontra legalisasi
      • Motor bukan moda transportasi yang berkeselamatan;
      • Ojek motor sifatnya transisi (sementara) sebelum layanan angkutan umumnya baik. Perlu peningkatan layanan angkutan umum.
  • Problem kelembagaan angkutan online
    • Perizinan di Kominfo
    • Izin aplikator di Kemenhub
    • Penegakan hukum di Polisi
    • Hubungan industrial antara aplikator dan driver di Kemenaker
  • Legalisasi Ojol = Legalisasi PKL , lalu mengapa Ojol harus dilegalkan, tapi kita menolak PKL yang jualan di badan jalan dan trotoar untuk dilegalkan? Berikut persamaan Ojol dan PKL
    • Menyerap jutaan tenaga kerja
    • Meningkatkan perekonomian nasional
    • Dibutuhkan oleh masyarakat
    • Menciptakan ketidaktertiban di jalan
  • Dominasi kendaraan roda dua
    • Keterbatasan kapasitas angkut per kendaraan
    • Menciptakan keruwetan lalu lintas
    • Menyumbang angka kecelakaan yang tinggi


Institut for Transportation and Development Policy (ITDP)
  • Institut for Transportation and Development Policy (ITDP) adalah Lembaga Non Profit (NGO) yang didirikan tahun 1985 di New York untuk menciptakan transportasi yang berkelanjutan dan berkeadilan di seluruh dunia.
  • ITDP Indonesia telah melakukan pendampingan beberapa kota di Indonesia terkait dengan isu:
    • Angkutan umum
    • Kendaraan tidak bermotor (sarana dan prasarana pejalan kaki dan sepeda)
    • Aksesibilitas inklusif
    • Kendaraan bermotor berbasis listrik dan integrasinya dalam lalu lintas perkotaan
    • Transit-oriented development
    • Transport demand management (electronik road pricing dan parking)
    • Sustainable urban design
  • Untuk partner, ITDP selain bermitra dengan kota-kota besar di Indonesia, ITDP juga mempunyai mitra dari internasional yaitu The World Bank, UK Pact, International Climate Initiative (ICI), Climateworks Foundation, UN Environment Programme, Asian Development Bank (ADB), dan juga Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI).
  • ITDP tahu bahwa undang-undang ini tidak hanya disusun untuk 1 atau 2 tahun ke depan, tetapi sampai beberapa tahun ke depan. ITDP menyadari bahwa akan terjadi urbanisasi di kota-kota besar diperkirakan bahwa 70% masyarakat akan tinggal di perkotaan, jadi ITDP sangat senang sekali sudah diundang dalam penyusunan RUU ini.
  • ITDP melihat masih kurangnya sinergi dalam perencanaan, penyelenggaraan, dan pendanaan sistem mobilitas berkelanjutan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pengalaman ITDP dalam bekerja sama dengan kota-kota besar selain Jakarta, untuk penyelenggaraan transportasi massal seperti cita-cita-cita bersama dari segi pendanaannya masih sangat minim, jadi, mungkin perencanaannya secara terpusat dan penyelenggaraan serta pendanaannya itu harus dilakukan secara holistik. ITDP mengusulkan adanya peta jalan dan skema reformasi angkutan umum secara nasional termasuk skema pendanaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, karena ITDP melihat bahwa bermobilitas adalah hak segala bangsa.
  • Adanya rencana induk transportasi skala regional dan kota yang mengedepankan transportasi berkelanjutan, yaitu transportasi umum, kendaraan tidak bermotor seperti bersepeda, dan kendaraan bebas emisi serta terintegrasi dengan tata guna lahan sebagai acuan komitmen pendanaan dan proyek infrastruktur, karena tidak bisa dipungkiri bahwa projek-projek infrastruktur yang ada di negara kita ini masih berpihak kepada kendaraan pribadi, belum ke angkutan umum, oleh karena itu, kami melihat akibatnya dari kurangnya sinergi atas perencanaan, penyelenggaraan, dan pendanaan, yaitu:
    • Tidak adanya penyelenggaraan angkutan umum atau publik yang reliable di mayoritas kota-kota di Indonesia. Hal ini termasuk isu integrasi layanan angkutan umum yang telah tersedia.
    • Kurangnya penyediaan fasilitas kendaraan tidak bermotor terutama berjalan kaki dan bersepeda untuk mendukung peralihan moda.
    • Masih dependensi pada penggunaan kendaraan bermotor utamanya sepeda motor, termasuk peningkatan penggunaan layanan antar barang dengan kendaraan bermotor roda dua dan tiga berbasis aplikasi.
    • Masih adanya keterbatasan ruang dan implikasi keadilan penggunaan ruang
    • Isu keselamatan dan penggunaan jalan umum berkeadilan dan penegakan aturan lalu lintas.
  • Untuk pengayaan isu kuncinya sendiri ITDP melihat sudah ada 3 (tiga) aspek yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yaitu keselamatan, aman, dan tertib, tetapi ITDP masih ingin menambahkan isu kunci yang keempat yaitu berkelanjutan. Ini tidak hanya isu kelestarian lingkungan saja, tetapi keberlangsungan program, karena banyak sekali projek-projek kendaraan umum di kota-kota besar di Indonesia yang tidak berkelanjutan. Lalu, isu yang kelima adalah inklusif, karena kita tahu bertransportasi itu adalah milik semua orang termasuk teman-teman disabilitas dan juga orang tua yang mungkin memiliki abilitas yang berbeda dengan kita yang masih muda.
  • Sudah disampaikan juga bahwa LLAJ dan prinsip keberlanjutan tadi itu salah satunya untuk memitigasi krisis iklim dan juga polusi udara. Kita tahu bahwa transportasi itu sendiri menyumbang sangat besar sebagai salah satu sumber emisi yaitu sekitar 27% di sektor transportasi.
  • Rekomendasi untuk antisipasi tren mobilitas perkotaan ke depannya adalah:
    • Adanya kebijakan holistik transportasi dan juga tata ruang, karena transportasi tidak bisa dipisahkan dengan isu tata ruang. Jadi, adanya rencana induk sistem transportasi yang berkelanjutan termasuk juga integrasi moda dan juga tata ruang yang didukung dengan penetapan action plan, komitmen pendanaan, dan monitoring evaluation dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
    • Terkait pendanaan. Perubahan prioritas alokasi pendanaan pada transportasi berkelanjutan, yaitu angkutan umum dan kendaraan tidak bermotor yang harus diikuti dengan peningkatan kapasitas untuk implementasi dan pemanfaatan anggaran.
    • Reformasi angkot, karena memang kota-kota besar selain di Jakarta, transportasinya umumnya itu masih menggunakan angkot ke transportasi massal perkotaan. Jadi ITDP usulkan di dalam transformasinya nanti perlu didukung oleh kebijakan turunan. Misalnya, pedoman teknis pelaksanaan yaitu pelibatan operator angkot existing, karena kita tidak mau juga bahwa setiap perubahan yang ada yang dilakukan Pemerintah itu tidak inklusif.
    • Terkait transportasi tidak bermotor, yaitu berjalan kaki dan bersepeda, ITDP mengusulkan adanya penguatan penggunaan sepeda sebagai alternatif utama transportasi roda dua.
    • Terkait angkutan daring, ITDP setuju bahwa angkutan daring bukan merupakan transportasi umum. Hal ini mungkin diarahkan sebagai pengumpan angkutan umum, yaitu dengan adanya pembatasan operasi dan juga jarak yaitu 5 Km. ITDP telah melakukan survei di Jabodetabek bahwa rata-rata pengguna angkutan daring itu adalah 5 kilometer, jadi, mungkin di dalam aplikasinya itu ada pembatasan maksimal jarak. Di Malaysia sudah ada pembatasan jarak angkutan daring.
    • Terkait elektrifikasi kendaraan bermotor, perlu adanya road map yang jelas dari Pemerintah Pusat untuk nanti road mapnya itu diterjemahkan oleh Pemda untuk elektrifikasi kendaraan bermotor. Elektrifikasi kendaraan bermotor sebenarnya bisa dimulai dengan elektrifikasi kendaraan angkutan umum dan juga kendaraan roda dua.
    • Pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Kita tidak menyuruh orang untuk tidak membeli kendaraan pribadi, tetapi penggunaannya bisa kita batasi dengan cara pengelolaan ruang parkir, jadi, boleh saja beli kendaraan pribadi, tetapi kita tidak menyediakan ruang parkir. Ruang parkir bukan kewajiban kita untuk menyediakannya, jadi, perlu pengelolaan ruang parkir dan kawasan dengan pembatasan kendaraan bermotor atau kawasan rendah emisi.
    • Pembatasan kecepatan. Isu keselamatan pengguna jalan harus ada penetapan batas kecepatan tertentu pada tipe ruang jalan disertai dengan penegakan hukum.
    • Penegakan hukum. Jadi, aktivasi stakeholder lain dalam fungsi pengawasan penyelenggaraan termasuk isu ETLE dan data kepemilikan kendaraan oleh kepolisian.
  • Perlu adanya perencanaan holistik sistem transportasi berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan keadilan. Hal itu perlu dilakukan, karena perlunya rencana nasional sistem transportasi perkotaan yang holistik berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan. Ini salah satunya ada benchmark dari India. Mereka bikin National Urban Transport Policy di 2014 yang mencakup pedoman perencanaan sistem transportasi di tingkat daerah. Di situ juga ada skema pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan skema alokasi dana melalui Badan Perencanaan Transportasi Perkotaan di tingkat regionalnya. Hal ini mencakup pedoman penyusunan rencana sistem transportasi untuk Pemerintah Daerah termasuk prinsip transportasi berkelanjutan yang terintegrasi dengan tata ruang, peta jalan penyediaan angkutan umum nasional, peta jalan penyediaan sarana dan prasarana pejalan kaki dan pesepeda nasional, dan tentu saja yang tidak kalah penting adalah skema pembiayaannya.
  • Kita memprioritaskan dan mengalokasikan dana yang memang ditunjukkan untuk peningkatan angkutan umum massal, keselamatan lalu lintas, dan daya penyesuaian terminal untuk pihak berkebutuhan khusus, serta pembangunan infrastruktur dan sistem transportasi daerah perlu selaras dengan peta jalan yang tersusun dalam rencana nasional sistem transportasi perkotaan yang disusun tadi.
  • Terkait isu tata ruang, seharusnya pengembangan wilayah itu disesuaikan dengan ketersediaan angkutan massal, tapi bukan sebaliknya. Yang sekarang dilakukan adalah sebaliknya.
  • Terkait isu keadilan dalam alokasi ruang jalan, ITDP telah melakukan survei di Jakarta bahwa 9 dari 10 pejalan kaki itu berasal dari kelompok dengan pendapatan di bawah UMR. Alokasi ruang jalan itu umumnya belum menunjukkan keberpihakan terhadap kelompok rentan. Kami juga melakukan survei ini terhadap pria dewasa, wanita, dan juga anak-anak. Kesimpulannya, mayoritas pejalan kaki dan pengguna angkutan umum itu berasal dari kelompok wanita dan anak-anak. Jadi, pembangunan berorientasi kendaraan bermotor pribadi itu tidak menunjukkan keberpihakan terhadap kelompok rentan.
  • Adanya potensi pengembangan sepeda. Sebenarnya, bersepeda sangat banyak manfaatnya yang pertama adalah pengutamaan penggunaan sepeda kayu sebagai pilihan mobilitas roda dua di dalam kota, lalu ITDP usulkan adanya amanat percepatan penyelenggaraan jalur sepeda, promosi peralihan layanan antar barang dengan sepeda kayu, sepeda cargo, dan sepeda listrik, karena kami juga melihat industri ini sebenarnya sudah terbangun. Kemudian, pengaturan dan percepatan penyelenggaraan sepeda sewa. Hal ini juga bisa menjadi angkutan pengumpan untuk kendaraan umum.
  • ITDP juga menyoroti isu penggunaan sepeda motor jika digunakan sebagai angkutan umum. Hal itu tidak layak digunakan sebagai angkutan umum, karena faktor keselamatan. Rekomendasi ITDP itu harus ada pengaturan jarak tempuh maksimal. Penggunaan sepeda motor sebagai alat transportasi itu sebaiknya digunakan dengan jarak maksimal 5 kilometer untuk mendorong penggunaan angkutan pengumpan.
  • Perlunya pengaturan tarif minimal dengan mempertimbangkan tarif angkutan umum massal dan mendorong penggunaan kendaraan listrik.
  • Sebenarnya itu elektrifikasi ini sangat baik untuk dilakukan, tetapi dengan elektrifikasi saja penurunan gas rumah kaca atau emisi itu tidak akan turun secara signifikan, tetapi isu elektrifikasi perlu juga dikombinasikan dengan pembangunan kota yang padat, yaitu dengan pembauran tata guna lahan yang berfokus terhadap penggunaan angkutan umum, bersepeda, dan juga berjalan kaki. Jadi, elektrifikasi kendaraan juga harus didorong bersamaan dengan penggunaan angkutan umum, sepeda, dan berjalan kaki, karena elektrifikasi kendaraan saja itu tidak akan menurunkan gas emisi rumah kaca secara signifikan.
  • Terkait manajemen kebutuhan lalu lintas melalui pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Rekomendasi kami adalah adanya pengaturan tarif parkir, pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor berdasarkan tingkat emisi kendaraan. Hal ini kita dijadikan landasan hukum jika kita ingin mengembangkan low-emission-zone. Hal ini sudah mulai diterapkan di Jakarta, Medan, dan juga Semarang di bawah Kementerian PUPR.
  • Perlu adanya landasan hukum untuk e-parking atau jalan berbayar maupun pembatasan kebijakan lainnya untuk pengembangan sistem transportasi berkelanjutan. Jika hal ini dilakukan, komunikasi ke masyarakatnya bisa lebih baik.
  • Pengaturan kepemilikan kendaraan bermotor berdasarkan ketersediaan ruang parkir di hunian. Salah satu contohnya adanya bukti bahwa dia mempunyai ruang parkir.
  • Terkait pembatasan kecepatan kendaraan bermotor. Perlunya membatasi kecepatan kendaraan pada jalan, khususnya kendaraan bermotor termasuk kendaraan bermotor listrik untuk meningkatkan keselamatan seluruh pengguna jalan. Misalnya, 15 Km untuk di jalan tanpa trotoar, 30 Km untuk jalan dengan trotoar namun tanpa jalur sepeda, dan 40 Km untuk jalan dengan trotoar dan jalur sepeda terpisah.
  • Terkait penegakan hukum, perlu adanya kemudahan atau pemberian wewenang bagi instansi terkait penyelenggaraan kebijakan lalu lintas. Seperti kementerian dan instansi daerah terkait perhubungan untuk mengakses data kepemilikan bermotor yang kini dikelola oleh Kepolisian. Sebenarnya, data-data kepemilikan kendaraan bermotor ini manfaatnya sangat banyak:
    • Perlu adanya ketentuan wewenang pemeriksaan dokumen analisis dampak lalu lintas oleh kepolisian dalam Naskah Akademik perlu ditinjau ulang yang.
    • Selain mengumpulkan, menyimpan, dan analisis data itu perlu dipastikan bahwa data kecelakaan lalu lintas serta hasil analisisnya itu dapat diakses publik secara transparan sebagai salah satu bentuk pencegahan kecelakaan lalu lintas melalui monitoring dan evaluasi oleh masyarakat. Contohnya di Amerika, dashboard data kecelakaan lalu lintas dapat diakses oleh publik.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
  • Terhadap hal yang disampaikan oleh narasumber pertama dan kedua, YLKI mengira secara subjektif sudah sangat komplit, sehingga banyak hal yang sudah disinggung yang nanti juga mungkin ada kemiripan-kemiripan.
  • Terkait asas dan tujuan di Pasal 2 Bab 2. Ini sudah sangat komplit, tetapi YLKI mengusulkan adanya penambahan asas keadilan.
  • Terkait Pasal 3 di poin a dari narasi tersebut YLKI mengusulkan untuk ditambahkan melindungi konsumen, karena disitu belum ada klausul melindungi konsumen di dalam narasi tersebut.
  • Terkait regulasi di bidang lalu lintas, YLKI setuju dengan usulan dari ITDP bahwa angkutan jalan perlu disinergikan dengan tata ruang, karena itu tidak terpisahkan antara angkutan jalan dengan tata ruang.
  • Terkait dengan ruang lingkup, aspek mobilitas itu bukan hanya diukur dari sisi waktu tempuh dan cost, tetapi juga bisa disinergikan dengan banyaknya belanja transportasi masyarakat dari total penghasilan, karena kadang-kadang kita menerapkan tarif suatu angkutan itu tidak mengukur berapa sebenarnya belanja transportasi dari masyarakat berdasarkan penghasilan yang diperoleh.
  • YLKI melihat data dari Bank Dunia, belanja transportasi khususnya di Jabodetabek jauh melebihi dari batas kuota maksimal belanja transportasi yang dikeluarkan. Itu artinya ada persoalan sistemik yang belum tergarap sehingga harus dibebankan kepada konsumen untuk bayar ongkos yang mahal
  • Terkait dengan dana reservasi atau road fund, selama ini mungkin hanya dipungut dari pajak kendaraan. YLKI mengusulkan agar road fund ini bisa dipungut ketika konsumen membeli BBM. Hal ini lebih adil, karena ketika kita menggunakan BBM itu kita berkontribusi terhadap pencemaran dan sebagainya. Fungsi road fund selain ada upaya pengendalian konsumsi BBM, juga ada semacam disinsentif untuk pengguna kendaraan pribadi.
  • Ketika difabel menggunakan kendaraan umum dengan modifikasi, itu dikenakan sanksi atau dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Kami mengusulkan agar modifikasi yang dilakukan oleh kelompok difabel sepanjang itu tidak mengancam keselamatan mereka, jangan dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum.
  • Selama ini terkait dengan kecelakaan lalu lintas itu banyak faktor mulai dari faktor infrastruktur, jalan, dan kendaraannya. Ada satu hal yang kurang disorot yaitu faktor penerbitan SIM. Kita tahu penerbitan SIM itu masih banyak hal-hal yang kurang fair. Kami mengusulkan agar proses bisnis penerbitan SIM bisa dikaji kembali. Idealnya proses penerbitan SIM tidak 100% menjadi kewenangan kepolisian, baik pada konteks uji SIM, penerbitan, ataupun penegakan hukum. Kami mengusulkan agar penerbitan SIM bisa diposting di sektor perhubungan atau di Kementerian Perhubungan, dan kepolisian tetap mempunyai peran yang penting dalam konteks uji SIM dan juga penegakannnya.
  • YLKI menyampaikan bahwa fenomena kendaraan bermotor khususnya sepeda motor sangat mengkhawatirkan di Indonesia. Sepeda motor hanya dilihat dari segi aksesbilitas tetapi dari segi akses kecelakaan dan sebagainya kurang mendapatkan perhatian, oleh karena itu, pengendalian kendaraan pribadi harus cukup serius khususnya di kota-kota besar.
  • YLKI juga menyampaikan pendapat tidak setuju jika kendaraan roda dua dijadikan angkutan umum karena tidak memenuhi syarat teknis dan juga aspek-aspek lainnya.
  • Terkait transportasi online, YLKI tidak sepakat untuk diatur dalam Undang-Undang dan menyarankan untuk diatur di level yang lebih rendah, karena hal itu hanya menyangkut teknologi sedangkan aspek-aspek lainnya bisa diatur melalui undang-undang lainnya.
  • Terkait kendaraan bermotor listrik, YLKI menyampaikan memang kendaraan bermotor listrik ini bisa mereduksi polusi suara dan udara tetapi hanya di sisi hiliir di sisi hulunya tidak. Karena mayoritas pembangkit PLN masih menggunakan pembangkit batu bara yang sangat tidak ramah lingkungan. Jadi reduksi bukan hanya di sisi hilir tetapi di sisi hulunya juga.
  • YLKI mendorong jika pemerintah ingin mengembangkan kendaraan listrik konsumen harusnya diberikan insentif agar kendaraan listrik ini lebih murah karena konsumen telah berkontribusi untuk mengurangi polusi.
  • Mengenai forum lalu lintas, YLKI mengatakan bahwa di UU ini bisa mengadopsi Jakarta yaitu adanya Dewan Transportasi Jakarta oleh karena itu di Forum Lalu lintas ini bisa dikonkritkan menjadi Dewan Transportasi Kota/Kab. SDM di dalamnya merepresentasikan dari operator transportasi, pengguna, pengamat, LSM, kelompok difabel yang fungsinya memberikan rekomendasi kepada gubernur.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan