Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pengaduan terkait Maraknya Kasus Penipuan Investasi yang Berkedok Robot Trading melalui Distribusi Penjualan Langsung atau Member get Member - RDPU Komisi 6 dengan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI)

Tanggal Rapat: 22 Mar 2022, Ditulis Tanggal: 23 Mar 2022,
Komisi/AKD: Komisi 6 , Mitra Kerja: Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI)

Pada 22 Maret 2022, Komisi 6 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) tentang pengaduan terkait maraknya kasus penipuan investasi yang berkedok Robot Trading melalui distribusi penjualan langsung atau member get member. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Gde Sumarjaya dari Fraksi Golkar dapil Bali pada pukul 14.30 WIB. (Ilustrasi: BeritaSatu.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI)
  • APLI adalah Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia. APLI sudah 37 tahun dan APLI berafiliasi dengan World Federation of Direct Selling Association (WFDSA), organisasi MLM dunia yang berkantor pusat di Washington DC.
  • Anggota APLI saat ini sudah 108 perusahaan, diantaranya Tupperware, Herbalife, Nu Skin Oriflame, Jafra, Kelly, dan lain-lain.
  • APLI merupakan asosiasi yang sangat tertib, artinya tertib dengan aturan, karena APLI berkiblat di Kementerian Perdagangan, khususnya di Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.
  • APLI mengadu ke DPR-RI, karena APLI melihat fenomena yang sudah sangat merusak citra APLI. Mungkin Bapak/Ibu pernah mendengar kasusnya Robot Trading. Bahkan, korbannya itu sudah sampai jutaan orang dan nominalnya per satu perusahaan yang mengatasnamakan melakukan trading itu kurang lebih membernya 500 sampai 1 juta orang.
  • Kerugian per perusahaan kurang lebih ditaksir minimal Rp500 Miliar, untuk satu perusahaan yang mengklaim dirinya melakukan trading di Indonesia.
  • APLI sudah melalkukan audiensi di Bareskrim terhadap beberapa pelaku trading yang dianggap melakukan skema piramida dan penipuan.
  • APLI harus mengadu di Komisi 6 DPR-RI, pertama ini merupakan dilematis buat APLI. APLI mengatakan dilematis karena pada awalnya perusahaan APLI dilirik oleh para pelaku dikarenakan menggunakan sistem network marketing.
  • Network marketing itu member get member. Contohnya begini, kalau misalnya mereka melakukan trading secara konvensional butuh waktu untuk mendapatkan komisi atau bonus misalkan target Rp1 Miliar, ketika menggunakan jalur konvensional mereka mungkin membutuhkan waktu 3 bulan atau 4 bulan, tetapi kalau menggunakan network marketing, mereka bisa mendapatkan hanya dalam hitungan hari. Industri APLI ini sangat dirugikan dengan adanya fenomena ini. Yang kedua, masalahnya adalah APLI selama ini berkiblat di rekan-rekan perdagangan dalam negeri bina usaha di bawah Kementerian Perdagangan.
  • Anggota perusahaan APLI kalau ingin menjual produk, harus mempunyai izin MLM License. Dalam MLM License harus punya lampiran produk yang bisa dijual.
  • Fenomena yang sekarang adalah perusahaan anggota APLI diizinkan menjual robot. Izinnya dikeluarkan oleh Kemendag. Kemudian, setelah robot itu laku dijual, dilakukan trading.
  • Ketika robot ini sudah dibeli, sudah selesai tugas perusahaan anggota APLI. Kemudian, mereka melakukan trading menggunakan robot yang dijual yang sudah mendapatkan izin.
  • Asosiasi Penjualan Langsung ada satu lagi, tetapi bukan APLI, namanya AP2LI. Asosiasi tersebut anggota perusahaannya menjual robot, istilahnya software analyzer. Asosiasi itu almost 90% mereka melakukan penjualan software analyzer.
  • APLI tidak dapat menyalahkan, karena mereka berargumen mendapatkan izin dari Kemendag, dan memang benar. Akan tetapi, seiring waktu berjalan trading yang dilakukan oleh robot-robot itu ternyata hoax alias tidak trading. Jadi, robotnya kamuflase seperti penggalangan dana masyarakat.
  • Masalahnya adalah ketika mereka melakukan perekrutan itu, mereka menggunakan network marketing industri APLI yang sudah sangat besar, sehingga jaringan itu sekarang sudah rusak tidak karuan.
  • Seiring berjalannya waktu dengan adanya si trading ini yang tadinya sangat menguntungkan, ternyata mulai ada penangkapan dan pengakuan-pengakuan bahwa semuanya adalah fiktif. Bahwa semuanya sebenarnya hanya perputaran atau permainan uang biasa.
  • Yang dibekukan itu ada banyak seperti Viral Blast, DNAPro, Fahrenheit, dan lain-lain. Sebenarnya dibekukannya macam-macam. Contohnya seperti Fahrenheit, mereka tiba-tiba Merging Call (MC). Jadi, seakan-akan semua trading-nya kalah. Mereka memutuskan sepihak.
  • Kasus Fahrenheit yang mencapai Rp5 Triliun tentu luar biasa. APLI berpikir ini adalah jaringannya kami, karena real MLM, tetapi sama AP2LI diacak-acak jadi jaringan robot. Maka maksud APLI apakah tidak ada kebijakan dari Pemerintah, karena sudah terlanjur terbentuknya jaringan, apakah sebaiknya dibentuk peraturan tersendiri terkait masalah ini.
  • APLI dari direct selling tidak boleh melakukan trading atau bisnis komoditi berjangka, karena APLI terhalang oleh PP 29 Pasal 50.
  • APLI dari awal tahun 1980-an sangat menjaga agar tidak terjadi namanya money game atau skema Ponzi. Dulu, BKPM ada peraturan yang mengakui hanya satu asosiasi saja. Jadi, selama 35 tahun terakhir kita jaga negara ini dari terjadinya money game atau skema Ponzi.
  • APLI sangat ketat memeriksa setiap pengajuan yang masuk, tetapi akhir-akhir ini terjadi perubahan. Entah bagaimana peraturan itu dicabut sehingga jadi ada 2 asosiasi.
  • Dengan adanya 2 asosiasi ini mulai terjadi kompetisi. APLI tidak bisa menjaga lagi. Yang terjadi adalah setiap perusahaan APLI tolak, pasti larinya ke AP2LI, dan di sana yang belum ada izin tetap boleh jadi anggota.
  • Skema Piramida atau Skema Ponzi tidak akan pernah hilang. Di Amerika ada Bernie Madoff yang melakukan penipuan divonis penjara seumur hidup. Di Indonesia, ada kasus Dream for Freedom (DF4). Itu luar biasa mencapai triliunan, tetapi hukuman penjaranya hanya 3 tahun.
  • Skema Ponzi dan skema Piramida sangat berbahaya. Albania itu pernah melakukan skema Piramida termasuk militernya. Akhirnya, negaranya bangkrut. Itu masih terjadi pemberontakan dengan korban 2.000 orang meninggal.
  • APLI merupakan industri ini yang memberikan kesempatan bagi mereka yang tidak punya tempat untuk menjual produk atau tidak terserap pada lapangan kerja resmi, bisa diserap oleh APLI.
  • Permasalahannya sekarang adalah ada serigala berbulu domba yang masuk dengan perizinan lengkap.
  • Omset daripada MLM di APLI sekitar Rp11 Triliun, tetapi di AP2LI dengan money game sangat cepat menggunakan skema ponzi dan piramida omsetnya mencapai Rp50 triliun hanya dalam beberapa bulan.
  • Di Bali ada 1 kabupaten yang kelurahan atau kecamatannya yang dana pemerintahnya dipakai buat ke sana dengan harapan berkembang, tetapi ternyata tidak. Mereka sedang panik.
  • Bahayanya skema ponzi dan piramida ini kalau tidak dihentikan segera atau tidak dibuatkan peraturan yang lebih keras bisa merusak negara.
  • Bisnis industri multi level marketing ini sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2018, di Pasal 7 dibagi bahwa ada yang namanya penjualan langsung dan penjualan tidak langsung.
  • Penjualan langsung APLI yang disebut direct selling dibagi menjadi multi level marketing dan single level. Karena dia menggunakan jaringan mitra usaha ini sering disalahgunakan makanya sejak tahun 1980-an sudah ada yang namanya koperasi yang berkedok MLM, tetapi dia menjalankan skema piramida.
  • Skema Piramida kalau kita baca di UU 7/2018 adalah bahwa perolehan bonus dan komisi bukan dari penjualan barang, tetapi diperoleh dari recruiting. Jadi, kalaupun ada barang, itu hanya kamuflase.
  • Dalam perjalanannya, mereka mencoba untuk merekrut orang dengan cara model modern sekarang ini. Terlebih, dengan era digital ini sudah mulai kepada digitalisasi dalam hal skema piramida. Oleh karenanya, APLI sangat prihatin dengan keadaan sekarang.
  • Akibat daripada skema ponzi ini, satu negara bisa hancur, seperti Albania, karena perang saudara.
  • Sekarang sudah berkembang dengan robot trading. Robot trading itu dalam bentuk software sebagai alat, sehingga oleh Kemendag diterbitkan izinnya. Problemnya adalah robot itu diperjualbelikan, seharusnya dipakai langsung oleh orang tersebut. Oleh karena itu, perlu aturan terkait robot. Misalnya perlu standardisasi untuk tidak melakukan over promise, dan segala macamnya.
  • Dengan menggunakan robot sebenarnya ada yang real trading dan fake trading. Yang real trading akan dilempar ke pasar ke liquid provider, sedangkan yang fake trading menggunakan cara-cara penipuan. Tentu ini merugikan dunia MLM.
  • Jika nantinya ada peraturan terkait digital trading, mohon dibuatkan larangan untuk berjualan di online marketplace. Alasannya, karena itu merupakan bisnis konvensional atau retail.
  • UU Perdagangan 7/2014 juncto PP 29/2021 disebutkan apa yang dimaksud dengan barang sebagai objek yang diperjualbelikan secara langsung dan tidak langsung.
  • Barang adalah benda yang berwujud atau tidak berwujud, yang bisa dihabiskan dan tidak bisa dihabiskan, kecuali jasa. Jasa tidak boleh diperjualbelikan secara multi level.
  • Di dalam PP 29 sudah disebutkan sebetulnya tidak boleh perdagangan dengan cara multilevel yang berkaitan dengan produk bursa berjangka.
  • APLI hanya berpikir ada dualisme. Di satu sisi APLI sebagai pelaku bisnis penjualan langsung, produk APLI ini harus terdaftar dalam lampiran izin MLM APLI.
  • Semua perusahaan MLM yang benar itu harus memiliki MLM License, dan barang yang APLI jual itu harus tercantum dalam lampiran izin APLI.
  • Untuk yang robot trading ini dikeluarkan izinnya oleh Kemendag karena termasuk benda. Setelah izin robot itu dikeluarkan, APLI jualan. Ketika jualan robotnya selesai, produk ini dipergunakan untuk skema piramida dan skema ponzi untuk penggalangan dana masyarakat.
  • Ketika APLI dituduh melakukan itu, dipanggil oleh Kemendag dalam hal ini PKTN. Jadi, APLI bingung. APLI dikasih izin jualan, APLI juga yang dipanggil.
  • Sampai saat ini, Kemendag tidak ada batasan terkait robot ini. Jadi, mereka hanya menganggap bahwa ini barang. Ending-nya produk dipakai seperti apa itu beda lagi.
  • APLI pernah melakukan seminar gabungan dengan Satgas Waspada Investasi di Ritz Carlton yang dibuka oleh Ketua MPR-RI, Ketua Bappebti sudah sampaikan jika MLM ingin menjual software saja silakan, tetapi tidak boleh mengurus yang namanya broker apalagi menerima uang masyarakat.
  • Yang APLI tangkap saat ini adalah mereka menjual robot kemudian mereka juga menerima uang masyarakat. WFSDA di Amerika sudah ada 2-3 perusahaan yang menjual software. Acuannya sudah bagus, tidak terjadi skema piramida dan skema ponzi.
  • Kita bisa mengambil contoh direct selling yang ada di Amerika. Itu salah satu standar yang sudah cukup bagus. Di Amerika, skema ponzi dan skema piramida hukuman penjaranya seumur hidup.
  • Mengenai market price, APLI sedikit komplain kepada Kemendag. APLI menjual suplemen, kemudian APLI dilarang menjualnya di marketplace. APLI sudah patuhi tetapi kemudian karena APLI menjual ke anggota yang berlapis-lapis dan ada kemungkinan masuk ke marketplace yang kena dan dimarahi adalah APLI.
  • Seharusnya, marketplace tersebut yang melarang dengan melakukan filter. Ini ada sedikit in balance dimana marketplace lebih dibelain.
  • APLI paham bahwa marketplace menjadi unicorn Indonesia, tetapi jangan lupa di APLI ada 10 juta orang dan dengan market yang hampir Rp15 Triliun per tahun itu juga sebuah market yang besar.
  • Kita tidak bisa kontrol kalau barang sudah dibeli kemudian dijual kembali. Dari peraturan yang ada, industri kami itu tidak boleh menjual di e-commerce. Contohnya, Tupperware. APLI sebagai perusahaan tidak boleh menjual barang kami di e-commerce, karena APLI terikat dengan aturan direct selling.
  • Direct selling harus menjualnya ke anggota kepada anggota yang lain dan sebagainya. Tetapi, begitu ada masalah saat ini, misalnya ada anggota kami yang nakal, maka yang akan ditegur adalah perusahaannya.
  • Sebetulnya itu sangat menghambat perkembangan industri APLI saat ini, karena dulu industri APLI memiliki jaringan eksklusif, tetapi sejak adanya marketplace ini semuanya dibuka.
  • APLI sebagai pemain-pemain konvensional sangat terhambat ruang geraknya dengan aturan ini. Jadi, pemain-pemain MLM itu tidak diperbolehkan menjual di e-commerce, tetapi anggota-anggota APLI yang liar berjualan di e-commerce dan yang kena adalah perusahaan.
  • APLI memohon agar Pemerintah bisa mengatur dengan baik dan biarkanlah APLI yang mengatur anggota-anggota APLI agar APLI diberikan ruang untuk bisa mengelola e-commerce itu.
  • APLI ada beberapa pertemuan, mereka mempunyai asosiasi namanya IDEA. Kita sepakat bahwa anggota IDEA tidak boleh menjual produk dari produk marketing direct selling, tetapi alasan mereka bahwa mereka tidak punya filter untuk tahu apakah produk itu produk direct selling atau bukan.
  • Ini berkaitan dengan revolusi industri yang 4.0 yang sekarang sudah menjalar ke 5.0. Artinya, kita sekarang serba digital. Industri multi level marketing ini dalam PP 29 ada larangan untuk menjual di online marketplace. Jadi, kalau menurut APLI itu sudah tidak selaras lagi.
  • Prinsipnya di sini APLI ingin agar ada ruang atau ada aturan bahwa tidak hanya yang konvensional tetapi yang direct selling pun dimungkinkan untuk berjualan secara digital.
  • Paling tidak nanti jika ada yang cutting press di marketplace yang merugikan perusahaan APLI, distribusinya bisa eksklusif di toko APLI, jadi, tidak menghilangkan prinsip multi level-nya, sehingga mereka yang mau cutting press di situ tidak akan mungkin mau.


Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan