Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Kepastian Pasokan Bahan Baku untuk Indonesia Battery Corporation (IBC) — Komisi 7 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direksi Kelembagaan MIND-ID, Dirut PT. Antam, dan Indonesia Battery Corporation (IBC)

Tanggal Rapat: 19 Sep 2022, Ditulis Tanggal: 25 Oct 2022,
Komisi/AKD: Komisi 7 , Mitra Kerja: Direksi Kelembagaan MIND-ID, Dirut PT. Antam, dan Indonesia Battery Corporation (IBC)

Pada 19 September 2022, Komisi 7 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direksi Kelembagaan MIND-ID, Dirut PT. Antam, dan Indonesia Battery Corporation (IBC) mengenai Kepastian Pasokan Bahan Baku untuk IBC. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Eddy Soeparno dari Fraksi PAN dapil Jawa Barat 3 pada pukul 11:20 WIB. (ilustrasi: thedispatch.in)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Direksi Kelembagaan MIND-ID, Dirut PT. Antam, dan Indonesia Battery Corporation (IBC)

Direksi Kelembagaan MIND-ID

  • Atas nama direksi MIND-ID, kami menyampaikan mohon maaf atas ketidakhadiran direksi yang lain karena ada agenda yang tidak bisa diwakilkan.
  • Kami akan terus memperbaiki pola komunikasi, sinergi, dan kolaborasi yang ada agar kedepan semua rapat-rapat ini dapat dihadiri secara lengkap.
  • Ini bukan berarti mengurangi kehormatan kami kepada lembaga tinggi negara.
  • Kami akan membahas tentang IBC dan rantai pasok IBC beserta bahan bakunya. Kita tahu bersama bahwa roadmap IBC untuk integrasi dalam baterai EV untuk menjadi salah satu pilar penting perwujudan masa depan energi terbarukan.
  • Keberadaan IBC ini dalam rangka memperkuat ekosistem baterai EV juga memperkuat ketahanan, kemandirian, dan mengurangi ketergantungan terhadap impor. 
  • Berdasarkan riset bahwa ini kedepannya mengurangi emisi karbon dan subsidi dari bahan bakar sebanyak 29,4 juta ton per tahun. Hal ini bisa dikurangi dengan penguatan sistem integrasi baterai.
  • Terkait bahan baku kita tahu bersama bahwa 80% bahan baku dari produksi baterai ini di support oleh nikel dan nikel ini dimiliki oleh PT Antam. Sumber dayanya cukup banyak.
  • IBC ini ditargetkan berdasarkan roadmap menjadi market leader di Asia Tenggara. Di samping bahan baku nikel yang 80% mendominasi dari proses produksi, ada juga manufacturing yang lain. Yang terbesar ada litium hidroksida. Kebutuhannya sekitar 70.000 ton per tahun yang selama ini impor dari China, Chile, dan Australia. Proses pengolahannya juga ada di Cina. Kedua, ada graphite 44.000 ton per tahun yang diimpor dari China, Brazil, dan Mozambik. Ketiga, ada Mangan Sulfat dan Kobalt Sulfat yang besarnya masing-masing 12.000 ton per tahun kebutuhannya dan ini semua masih impor. Jadi, 20% selain nikel itu kita semua masih impor. Oleh karenanya, ke depan kita perlu menyusun roadmap kemandirian agar kita tidak tergantung terhadap produk-produk impor.
  • Paling tidak ketergantungan impor bisa kita kurangi dan kita bisa melihat masa depan IBC sebagai investment company, karena IBC ini diciptakan untuk menjadi investment company agar lebih lincah untuk melakukan beberapa terobosan breakthrough aksi-aksi korporasi.

Dirut PT. ANTAM

  • PT. Antam sebagai pemasok utama daripada baterai EV. Kami mau menjelaskan agar kita semua mempunyai kesamaan persepsi terkait dengan bijih nikel.
  • Bijih nikel di Indonesia dipakai ada 2 kelas, ada yang kelas 1 dan kelas 2. Untuk yang kelas 2 akan dijadikan bahan yang kalau diproses lebih lanjut feronikel menjadi stainless steel.
  • Semua bijih nikel yang kita proses untuk hilirisasi menjadi bahan baku untuk stainless steel. Sedangkan, yang kelas 1 merupakan bijih yang akan dibicarakan terkait dengan industri baterai EV.
  • Indonesia memiliki kedua kelas bijih nikel. Kita sangat bersyukur diberikan berkat oleh Tuhan, sehingga kita memiliki sumber daya bijih nikel yang menjadi bahan baku utama untuk stainless steel maupun bahan baku utama untuk baterai EV.
  • Hal pertama yang sudah kami lakukan, yaitu menandatangani Framework Agreement. Hal ini sejalan dengan yang dicanangkan oleh Presiden maupun Komisi 7. Kita mau melihat bahwa bijih nikel kita tidak hanya menjadi stainless steel, tapi justru masuk ke dalam industri yang baru.
  • Kami menandatangani Framework Agreement dengan CBL maupun dengan LGES. CBL ini adalah perusahaan baterai EV terbesar di dunia, sedangkan LGES merupakan perusahaan produsen baterai EV nomor 2 di dunia.
  • Marketnya CBL di China, sedangkan LGES di Eropa dan di Amerika. Oleh karena itu, kami telah menandatangani Framework Agreement. Hal ini belum belum final. Kita masih harus terus mengejar agar kita bisa menandatangani sampai kepada JV Agreement. Kami perlu bantuan dan dukungan dari Komisi 7.
  • Pada 23 Agustus, kita telah menandatangani Spin Off, karena IUP Antam cukup besar sehingga harus dibagi. Oleh karena itu, kita spin off untuk anak perusahaan kita yang nantinya akan kita kerjasamakan dengan CBL maupun LGES.
  • PT. Antam hanya mensuplai untuk bijih nikelnya, karena ini adalah bahan baku utama. Jadi, kalau dilihat ada presentase-presentase dari bahan baku inilah yang akan dilakukan di dalam kerjasama dengan CBL maupun dengan LGES.
  • PT. Antam akan memiliki mayoritas daripada anak perusahaan saham kita dengan kedua perusahaan tersebut, tapi itu di hulunya. Prosesnya panjang, tapi di dalam proses JV ini kami akan bersama-sama dengan IBC. Oleh karena itu, Framework Agreement itu ditandatangani antara Antam, IBC, dan investor CBL maupun LGES. 

Indonesia Battery Corporation (IBC)

  • Sebagai informasi, IBC baru berdiri 1,5 tahun. Kami diminta untuk mengembangkan ekosistem EV dan baterai EV.
  • Pasokan yang diperlukan untuk baterai EV semuanya dari ANTAM.
  • Kami akan memberikan gambaran baterai EV dan juga mobil EV berkembang. Dapat dilihat bahwa sebenarnya posisi sekarang sampai proyeksi tahun 2035 akan terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap penggunaan kendaraan-kendaraan EV dan baterainya. Ini naik hampir hampir 15-20% per tahun.
  • Di tahun 2022 hampir 5 juta kendaraan EV yang dijual.
  • Terdapat 3 konsumen utama EV, yaitu Amerika, Eropa dan China. Alasannya, karena aspek lingkungan dan aspek transisi energi. Di sini kita lihat bahwa tren seluruh baterai EV dan EV dunia naik secara signifikan.
  • Di Indonesia, proyeksi ke depan juga sangat signifikan.
  • Terdapat 1 hal yang sangat penting yang digunakan dari baterai EV adalah untuk keperluan Energy Storage System (ESS) untuk membantu pengembangan energi terbarukan kita. Terutama, untuk daerah Indonesia Timur.
  • Khusus untuk ESS itu digunakan dari baterai-baterai mobil dan EV yang sudah digunakan. Hal ini sangat menunjang untuk program dedieselirisasi ataupun EBT yang sedang digalakkan. Jadi, ini bukan hanya untuk kendaraan bermotor saja, tapi juga untuk ESS di energi terbarukan.
  • Terkait roadmap, membuat baterai EV dari nikel tidak mudah. Memerlukan waktu 3 sampai 4 tahun untuk membangun keseluruhan infrastruktur produksi, sehingga kita bisa mendapatkan baterai dari nikel Indonesia.
  • IBC di tahun 2022 awal kami mendorong 2 hal, yaitu pertama terkait baterai yang prototype-nya sudah dibuat dengan teknologi Indonesia. Baterai selnya dari luar, tapi komponen paling penting seperti baterai manajemen sistem atau otaknya sudah dibangun dengan karya anak bangsa. Itu merupakan achievement yang cukup baik di tahun 2022.
  • Tahun 2024 akan menjadi suatu milestone untuk Indonesia, karena pabrik LGES yang diproduksi dengan Hyundai dan nanti akan kerja sama dengan IBC akan mulai berproduksi yang 10 giga watt hour. 
  • Saat ini, kondisi di Karawang sudah sekitar 45%-50% konstruksinya. Ini merupakan pabrik baterai EV terbesar di ASEAN. 
  • Di tahun 2025-2026, seluruh proses konversi sudah siap, sehingga kita bisa memproduksi baterai EV di Indonesia secara massal dan siap untuk produksi di domestik maupun untuk ekspor.
  • Terdapat 1 hal yang cukup penting di tahun 2025 dan 2030 bahwa kita harus mulai penguasaan teknologi baterai, karena saat ini teknologi baterai hampir semua dikuasai oleh LGES ataupun CBL. Hal ini penting agar kita memiliki kemandirian terhadap teknologi baterai di Indonesia.
  • Sebagai garis besar bahwa salah satu manfaat dari proses ini adalah transisi energi. Jika kita konversi hampir target 30% di tahun 2030, kita secara potensi bisa mengurangi hampir 30 juta barel per tahun dari impor. Dengan harga sekarang, totalnya mendekati hampir US$5-6 juta per tahun.
  • Selain itu, dari emisi CO2 bisa kita reduksi hampir 9 juta ton yang mana sekitar 8%-10% dari emisi transportasi di Indonesia.
  • Di Framework Agreement sudah disepakati dari segi jumlah dan waktu. Salah satu yang jelas sudah bahwa di tahun 2024 sudah ada produksi di Indonesia 10 gigawatt hour. Itu diintegrasi dengan pabrik Hyundai EV yang di Karawang. 
  • Perlu kami sampaikan bahwa untuk membuat baterai EV dari mining memerlukan beberapa tahapan utama. 
  • Dari aspek suplai itu merupakan bagian pertama dari kerjasama IBC dan ANTAM yang sangat menginginkan kepastian suplai dari aspek nikel. Dengan terjadinya beberapa tension di Eropa seperti dengan Ukraina, ini sangat mengganggu pasokan suplai. Oleh karena itu, mereka menginginkan kepastian jangka panjang.
  • Pola yang dilakukan terhadap kerjasama ini yaitu mereka mendapatkan garansi dari segi aspek mining, tapi mereka harus melakukan investasi di Indonesia, sehingga produksi sampai baterai sales itu terjadi di Indonesia.
  • Polanya, pertama ada mining-nya dahulu. Antam menjadi mayoritas dengan partner yang contohnya dengan Project Titan (LGES) yang akan mensuplai hampir 16 juta ton per tahun terhadap bijih nikelnya. Dilanjutkan dengan beberapa proses, yaitu RKEF dan HPAL yang sebenarnya proses konversi. Lalu, dengan Nikel Sulfat yang akan memproduksi precursor dan cathode yang akhirnya baterai cells. Tentunya, keseluruhan ini akan terepresentasi. 
  • Khusus untuk mining mayoritas ANTAM. Lalu, untuk RKEF dan HPAL ada ANTAM dan IBC. Precursor, Cathode, dan Battery Cells ada di IBC.
  • Untuk lokasi, khusus untuk LGES posisi dari mining sampai HCPAL itu ada di Halmahera Timur. Namun, untuk battery cells dilakukan di Kawasan Industri Batang dan di Karawang yang untuk 10 gigawatt hour.
  • Secara garis besar, kepemilikan saham mayoritas di ANTAM untuk mining, tapi untuk downstream kita memiliki large minority, karena saat ini untuk keperluan dari investasi, teknologi, dan juga pasar dipegang oleh kedua partner ini.
  • Yang menarik dari CBL adalah ada baterai recycling. Jadi, recycling ini mengambil baterai-baterai dari kendaraan roda dua, roda empat, ataupun ESS, sehingga bisa di recycle dan bisa mendapatkan lagi nikel, mangan, dan kobalt yang kita butuhkan. Kami merasa hal ini sangat baik untuk Indonesia.
  • CBL akan membangun hampir keseluruhan fasilitas sampai baterry cells di tahap pertama itu di Halmahera Timur. Untuk tahap kedua mereka rencana untuk di Kawasan Industri Kalimantan Utara.
  • Dari ujung ke ujung ini memerlukan waktu 2 sampai 4 tahun, karena itu sudah tertulis dalam Framework Agreement. Jadi, dari segi waktu, IBC sudah mengunci kedua partner ini.
  • Khusus yang untuk LGES di tahun 2024 kuartal kedua mereka sudah melakukan produksi baterai EV. LGES masuk hilir dahulu, baru men-secure di hulu. Keseluruhan terintegrasi di tahun 2026, tapi tahun 2024 sudah berproduksi.
  • Khusus untuk CBL mereka akan langsung melakukan produksi, sehingga diharapkan di tahun 2025 fasilitas produksi dan recycling sudah in place.
  • Terdapat beberapa kebutuhan impor, karena tidak semua bisa kita penuhi dari nikel Indonesia.
  • Kedua kerjasama ini masuk dalam Project Strategis Nasional (PSN). Sekarang, sudah dalam koordinasi juga dengan KPPIP dan di sini sangat dibutuhkan beberapa dukungan terkait percepatan perizinan, AMDAL, lokasi, dan dengan adanya dukungan dari PSN, kita harapkan project ini bisa dapat dieksekusi dengan waktu yang cepat.
  • Manfaat pengembangan industri baterai EV terintegrasi di Indonesia:
    • Manfaat jangka pendek:
      • Pelatihan teknis 300 pekerja Indonesia di Korea yang bekerja di Pabrik 10 GWh Cell di Karawang.
      • Tambahan modal untuk ANTAM dari transaksi tambang, untuk berinvestasi pada pengolahan nikel (RKEF dan HPAL) untuk baterai EV.
      • Rencana Investasi serupa dalam ekosistem baterai EV Battery, diantaranya: Investasi Vale & Huayou dalam pengolahan nikel untuk baterai EV, Investasi Ford untuk Electric Vehicle, dan Investasi BASF dan VW di ekosistem EV.
    • Manfaat jangka panjang:
      • Terciptanya lapangan kerja dengan total tenaga kerja kurang lebih 125.000 orang per tahun.
      • Terpenuhinya kebutuhan produk Baterai EV dari dalam negeri.
      • Terwujudnya ekosistem rantai nilai baterai EV, melibatkan UMKM dan Swasta Nasional.
      • Pengurangan emisi dan potensi pengurangan impor BBM.
  • Dampak dari kedua project ini berkisar hampir Rp3.000 Triliun selama 25 tahun dan dari aspek pekerja yang diserap hampir 125.000. Nilai untuk negara dari aspek pendapatan juga sangat signifikan dan di sini bisa dilihat bahwa yang paling penting adalah peningkatan nilai dari nikelnya sendiri. Jika saat ini harga nikel sekitar US$15.000-16.000 per ton, tapi kalau kita sudah jadi baterai EV bisa meningkat hampir 12 sampai 15 kali lebih tinggi.
  • Aspek teknologi sangat penting dan kita tidak bisa menggantungkan aspek teknologi ke pihak luar. Saat ini, kami sudah bekerjasama dengan BRIN, ITB, UNS dan National Battery Research Indonesia untuk melakukan pengembangan teknologi baterai Indonesia, karena kita tidak bisa menggantung teknologi luar dan sebisa mungkin mengurangi baterai materials yang diperlukan secara impor.
  • Riset di Indonesia untuk baterai sudah sangat bagus. Masalah utama adalah bagaimana melakukan scale up. Antara korporasi, lembaga pendidikan, dan research center harus bekerja sama dengan baik.
  • Terdapat beberapa tantangan yang harus kita lihat ke depan, pertama bagaimana kita men-secure demand di domestik untuk kendaraan EV. Jika kita lihat akhir-akhir ini pemesanan mobil untuk seperti Hyundai sudah sangat tinggi, sehingga harus inden hampir 12 bulan. Untuk kendaraan roda dua juga sangat meningkat dengan cepat. Namun, kita harus memastikan bahwa ekosistem ini terjadi dengan masif, sehingga baterai-baterai yang kita produksi nanti akan diserap oleh mobil EV ataupun motor EV di Indonesia. 
  • Terdapat beberapa strategi bagaimana kita di negara lain itu juga memberlakukan subsidi energi untuk baterai EV. 
  • Dukungan yang kami perlukan dari DPR tentunya ini sangat penting, karena beberapa hal terkait regulasi. 
  • Dukungan konkret juga diperlukan dari Kementerian ESDM, Kementerian LHK, dan Pemda, karena di Indonesia setiap ada project yang menjadi tantangan adalah terkait dengan perizinan.
  • Kami sudah banyak melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM dan Kementerian LHK juga dibantu oleh Menko Marves.
  • Kami sangat yakin dan percaya bahwa Komisi 7 pasti akan membantu kami di dalam memperoleh beberapa dukungan-dukungan yang kami perlukan.
  • Tentunya selain dari aspek hulu, dari aspek hilir ada beberapa yang ingin kami sampaikan terkait percepatan agar aspek produksi sesuai dengan timeline yang sudah ditetapkan.
  • Beberapa negara yang menjadi kunci utama untuk kesuksesan terutama seperti di China bahwa aspek insentif atau subsidi mendorong industri EV di awal. Hal itu yang memberikan dorongan awal. Setelah itu, mereka akan beralih secara alami.
  • Di Taiwan dan China memberikan dari subsidi energi yang biasanya dulu dilakukan dimasukkan ke subsidi baterainya, karena baterai di kendaraan EV kurang lebih hampir 30-35% ada di baterai. Jika kita memang melakukan produksi dari dalam negeri dan tingkat TKDN-nya juga tinggi, akan mengurangi biaya dari konsumen untuk mengadopsi EV, baik motor Ev maupun mobi EV.
  • Hal-hal seperti ini bisa dibantu dari Komisi 7 bagaimana dari aspek subsidi energi yang dahulu dilakukan bisa disubsidi terhadap baterai, sehingga konsumen masyarakat dapat mengadopsi baterai EV khususnya untuk roda dua atau roda empat secara lebih cepat.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan