Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Strategi Pencapaian Jaminan Kesehatan Nasional, dll – Komisi 9 DPR-RI dan Komisi 11 DPR-RI Rapat Kerja (Raker) Gabungan dengan Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dll

Tanggal Rapat: 27 Aug 2019, Ditulis Tanggal: 15 May 2020,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Pada 27 Agustus 2019, Komisi 9 DPR-RI dan Komisi 11 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) Gabungan dengan Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dll mengenai Strategi Pencapaian Jaminan Kesehatan Nasional, dll .

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

  • Hasil dari BPKP jika piutang dari tahun penuh bisa understat sekitar Rp 1 Triliun lebih.
  • UU BPJS mengatakan laporan keuangan BPJS diaudit oleh kantor akuntan publik dalam melakukan audit dengan menggunakan metode standar akuntansi yang berlaku, sehingga setiap kali akuntan publik datang selalu adanya debat karena akan menggunakan UU atau Perpres, sedangkan kantor akuntan publik ingin menggunakan UU. Pada saat BPKP datang kantor akuntan publik mencatat satu bulan piutang, sedangkan BPKP mencatat piutang selama 12 bulan. Sehingga adanya konflik perbedaan.
  • BPJS sudah bersepakat dengan Kementerian Kesehatan untuk faskes pertama ke puskesmas ataupun klinik, baru nanti adanya rujukan ke rumah sakit tingkat atasnya.
  • Telah dilakukan review bahwa terdapat kelas rumah sakit sesuai Kepmenkes No. 373 Tahun 2019 dan akan diimplementasikan mulai September 2019.

Menteri Keuangan (Menkeu) - Sri Mulyani

  • Mengenai sistem audit perlakuan terhadap piutang dan BPKP menggunakan pegangan Perpres, hal tersebut merupakan komplain terhadap peraturan yang sudah berdasarkan BPJS.
  • Sektor kesehatan dalam perspektif fiskal adalah kunci untuk mendorong produktivitas.
    • Strategic value of health sector:
      • Kesehatan berkualitas untuk mendorong produktivitas (kreativitas dan inovasi).
      • Produktivitas meningkat yang dapat membuat pertumbuhan ekonomi menguat.
      • Pertumbuhan ekonomi meningkat membuat penerimaan perpajakan meningkat dan fiskal semakin sehat.
      • Fiskal yang sehat dapat mendukung sektor kesehatan menguat.
  • Program JKN untuk mencapai UHC:
    • Program jaminan kesehatan nasional (JKN) berjalan sejak 1 Januari 2014 dan merupakan alat untuk mencapai universal health coverage (UHC).
    • Definisi UHC adalah seluruh masyarakat memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dengan biaya yang terjangkau.
    • Tujuan:
      • Mencapai outcomes sektor kesehatan dan pembangunan yang lebih baik.
      • Melindungi masyarakat, khususnya yang rentan untuk tidak jatuh miskin karena sakit.
      • Meningkatkan peluang masyarakat untuk hidup lebih sehat dan lebih produktif.
      • Dimensi cakupan:
        • Populasi (seluruh penduduk harus terlindungi).
        • Jenis layanan dijamin (seluruh kebutuhan medis).
        • Biaya yang ditanggung (harus terjangkau).
  • Capaian JKN:
    • Jumlah peserta terus meningkat.
      • Peserta per 1 Agustus 2019: 223.347.554 jiwa (PBI APBN 96.591.479 jiwa, PBI APBD 37.342.529 jiwa, PPU Pemerintahan 17.536.732 jiwa, PPU Badan Usaha 34.129.984 jiwa, bukan pekerja 5.157.942 jiwa).
    • Iuran yang terjangkau:
      • PBI APBN dibayar oleh Pemerintah (Rp 23.000).
      • PBI APBD dibayar oleh Pemda (Rp 23.000).
      • PNS/TNI/Polri 5% dari penghasilan tetap, 3% oleh Pemerintah, 2% oleh Peserta, tertanggung sampai dengan 3 anak.
      • PPU BU 5% dari penghasilan tetap, max yang diperhitungkan Rp 8 juta, 4% oleh Pemberi kerja, 1% oleh peserta, tertanggung sampai dengan 3 anak.
      • PBPU dan BP Rp 25.500 (kelas 3), Rp 51.000 (kelas 2), Rp 81.000 (kelas 1).
    • Jumlah faskes yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan semakin banyak. Faskes yang bekerja sama per Juli 2019 sebanyak 25.528 (FKTP 23.075 dan FKRTL 2.453).
    • Pemanfaatan faskes oleh peserta terus meningkat. Tahun 2018 (audited) FKTP 147,4 juta, rawat jalan RS 76,8 juta, rawat inap RS 9,7 juta. Total pemanfaatan/tahun 233,9 juta. Total pemanfaatan/hari kalender 640.822.
  • Perkembangan defisit tahunan BPJS kesehatan dan bantuan pemerintah.
    • Sejak dimulainya pelaksanaan JKN, DJS kesehatan yang dikelola BPJS kesehatan selalu mengalami defisit dan cenderung membesar. Pemerintah selalu melakukan intervensi, baik melalui PMN maupun bantuan Pemerintah, namun tidak sepenuhnya dapat menutup defisit.
    • Dukungan Pemerintah untuk menangani defisit (di luar kewajiban sebagai pemberi kerja dan penjamin bagi warga miskin) dari tahun 2018 mencapai Rp 25,7 Triliun. PMN dari 2015-2016 sebesar Rp 11,8 Triliun. Bantuan (belanja) 2017-2018 sebesar Rp 13,9 Triliun.
  • Dukungan pembiayaan JKN oleh Pemerintah:
    • Kewajiban langsung Pemerintah terhadap JKN berupa bantuan iuran PBI dan iuran Pemerintah sebagai pemberi kerja atas ASN/TNI/Polri selalu ditunaikan secara tepat waktu dan tepat jumlah. Bahkan dalam rangka membantu cash flow DJS kesehatan, dapat dilakukan percepatan pembayaran bantuan iuran PBI.
    • Adapun bantuan Pemerintah dapat diberikan setelah dilakukan review oleh BPKP.
    • Uraian (dalam Triliun Rp):
      • PPU Pemerintah: 2014 4,5; 2015 4,8; 2016 4,7; 2017 4,8; 2018 5,4.
      • Bantuan iuran untuk PBI JKN: 2014 19,9; 2015 19,9; 2016 25,5; 2017 25,5; 2018 25,5.
      • PMN atau bantuan Pemerintah: 2014 -; 2015 5,0; 2016 6,8; 2017 3,6; 2018 10,3.
      • Total penerimaan bersumber dari pemerintah (pusat): 2014 24,4 atau 61,6%; 2015 20,7 atau 57,8%; 2016 37,0 atau 55,0%; 2017 33,8 atau 45,4%; 2018 41,2 atau 50,2%.
      • Total penerimaan iuran: 2014 39,6; 2015 51,4; 2016 67,3; 2017 74,4; 2018 82,0.
  • Akar masalah defisit DJS Kesehatan:
    • Struktur iuran masih underpriced.
    • Banyak peserta PBPU yang mendaftar pada saat sakit dan setelah mendapatkan layanan kesehatan berhenti membayar iuran.
    • Tingkat keaktifan peserta PBPU cukup rendah, hanya sekitar 54% sementara tingkat utilisasinya sangat tinggi.
    • Beban pembiayaan penyakit katastropik yang sangat besar (lebih dari 20% dari total biaya manfaat).
  • Upaya mendukung keberlanjutan program JKN:
    • Perbaikan sistem dan manajemen JKN.
      • Sistem kepesertaan dan manajemen iuran.
        • Perbaikan database peserta.
        • Optimalisasi kepesertaan badan usaha.
      • Sistem pelayanan (pencegahan fraud, perbaikan sistem rujukan, dan pengendalian dan efisiensi layanan).
      • Strategic purchasing.
        • Perbaikan sistem pembayaran dan pemanfaatan dana kapitasi.
      • Sinergitas antar penyelenggara jamsos.
      • Implementasi turun biaya (cost sharing/co-payment) dan selisih bayar.
      • Pengendalian biaya operasional.
    • Penguatan peranan Pemda.
      • Mendukung peningkatan kepesertaan JKN (PPU BU dan PBPU).
      • Pembiayaan JKN (pajak rokok, integrasi jamkesda ke BPJS Kes).
      • Penguatan promotive, preventif, dan supply side.
    • Penyesuaian iuran peserta JKN.
      • Iuran JKN, baik PBI maupun non PBI sedang dalam proses penyesuaian
  • Kemenkeu mengusulkan kepada Presiden mengenai PBI daerah mulai agustus sampai desember yang akan ditanggung oleh Pemerintah pusat terlebih dahulu karena bisa menimbulkan konflik jika tidak dibebankan kepada pemerintah pusat.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)

  • Untuk melayani besarnya peserta yang ada, sudah tersedia pelayanan faskes pertama sejumlah 23.084.
  • Dalam sistem pelayanan verifikasi dan pembayaran klaim Perpres No. 32 Tahun 2014 oleh Kemendagri, kapitasi berbasis komitmen pelayanan yang dilakukan revisi Permenkes No. 52 Tahun 2016 oleh Kemenkes bersama BPJS.
  • Program jaminan kesehatan nasional:
    • Kepesertaan JKN - KIS 222.506.152 jiwa (83,9% penduduk Indonesia) per 30 Juni 2019. Peserta PBI 43,4%, peserta non PBI 56,6%.
    • Ketersediaan fasilitas pelayanan meningkat dengan adanya 23.084 faskes tingkat pertama, 2.431 faskes tingkat lanjut, serta 4.099 optik dan apotek.
  • Peta jalan JKN 2019-2024 dengan 4 agenda strategis:
    • Penguatan dan harmonisasi peraturan Perundang-undangan JKN.
      • Jangka pendek: Perubahan Perpres terkait penyesuaian besaran manfaat dan iuran.
      • Jangka menengah: Revisi Peraturan Pemerintah dan UU SJSN untuk:
        • Besaran iuran dan kebijakan tarif.
        • Metode pembayaran faskes.
        • Talangan dana jamsos dari Pemerintah.
        • Sanksi pelayanan publik.
        • Standarisasi mutu layanan kesehatan.
        • Payung hukum untuk pencegahan fraud.
    • Penguatan program jaminan sosial.
      • Jangka pendek:
        • Penetapan iuran dan paket manfaat.
        • Sinkronisasi PBI APBN dan daerah.
        • Sosialisasi, edukasi, dan advokasi terintegrasi.
        • Peningkatan kualitas fasilitas kesehatan.
      • Jangka menengah:
        • Penyempurnaan sistem pembayaran JKN.
        • Penguatan pengelolaan keuangan SJSN.
        • Perluasan kepesertaan mandiri dan sektor informal terintegrasi.
    • Penguatan kelembagaan penyelenggara sistem jaminan sosial nasional.
      • Jangka pendek:
        • Perbaikan peraturan perundangan terkait DJSN.
        • Analisis kelembagaan dewan dan direksi BPJS.
        • Perbaikan pembagian wewenang antar K/L, DJSN, dan BPJS dalam perbaikan dan pelaksanaan program SJSN.
      • Jangka menengah:
        • Perluasan kantor perwakilan BPJS.
        • Pengembangan profesi agen konsultasi ahli jaminan sosial.
    • Penguatan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.
      • Jangka pendek:
        • Evaluasi sistem monev untuk pengawasan internal dan eksternal.
        • Optimalisasi implementasi sistem monitoring dan evaluasi terpadu program jaminan kesehatan nasional.
      • Jangka menengah:
        • Pengembangan sistem pencegahan, penanganan, dan penindakan kesalahan, dan kecurangan (P3K2).

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas)

  • Strategi dalam mencapai JKN-KIS berkesinambungan fiskal dan manfaat:
    • Kementerian PPN/Bappenas sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden Peta Jalan Jaminan Sosial 2020-2024.
    • Peta jalan ini mempunyai tujuan utama “mewujudkan jaminan sosial yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan”.
    • Peta jalan 2020-2024 diarahkan juga untuk menuju Universal Social Protection 2030 dan mendukung pencapaian SDGs 2030.
    • Penyelarasan substansi dengan Rancangan RPJMN 2020-2024.
    • Peta jalan memberikan arahan kepada K/L untuk menyelesaikan permasalahan JKN secara bertahap dan terintegrasi.
  • Penyusunan peta jaminan sosial 2020-2024:
    • Peta jalan jaminan sosial yang meliputi jaminan kesehatan dan jaminan di bidang ketenagakerjaan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden yang meliputi peta jalan jaminan sosial bidang kesehatan dan bidang ketenagakerjaan.
    • Saat ini, rancangan Perpres peta jalan jaminan sosial tahun 2020-2024 sudah selesai tahap pembahasan panitia antar kementerian, yang melibatkan Bappenas (pemrakarsa), DJSN, KSP, Kemenkes, Setneg, Kemensos, Kementerian Pertanian, Kemenkumham, Kemenaker, Kemenhan, Kemenko PMK, Kemenlu, Kemenperin, Kemendagri, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Kemenkeu, Kemen ESDM, Kementerian Koperasi dan UKM.
    • Selanjutnya akan dilaksanakan proses harmonisasi rancangan Perpres oleh Kementerian Hukum dan HAM.
  • Target JKN dalam rancangan awal RPJMN 2020-2024:
    • Capaian kepesertaan JKN (persen): 2019 (per 1 Juli) 83,3%, 2020 85%, 2021 90%, 2022 92%, 2023 95%, 2024 98%.
    • Cakupan penerima bantuan iuran (PBI) JKN (juta jiwa): 2019 target 96,8 juta jiwa (capaian per 1 Februari 96,6 juta jiwa), 2020 107,2 juta jiwa (dalam pagu anggaran baru dialokasikan untuk PBI sebanyak 96,8 juta jiwa), 2021 108,6 juta jiwa, 2022 110,0 juta jiwa, 2023 111,4 juta jiwa, 2024 112,9 juta jiwa.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

  • Tugas dan fungsi DJSN dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN:
    • Fungsi DJSN - Pasal 7 ayat (2):
      • Merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN.
    • Tugas DJSN - Pasal 7 ayat (3):
      • Melakukan penelitian dan kajian.
      • Mengusulkan kebijakan investasi.
      • Mengusulkan anggaran PBI.
    • Wewenang DJSN - Pasal 7 ayat (4):
      • Melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan SJSN.
  • Rasio klaim:
    • 2014: 104,76%.
    • 2015: 108,16%.
    • 2016: 99,19%.
    • 2017: 113,74%.
    • 2018: 115%.
    • Sampai dengan Juni 2019: 115,98%.
    • Angka klaim rasio yang >100% mengindikasikan adanya ketidak seimbangan antara pendapatan (iuran) dan pengeluaran (pembiayaan manfaat).
  • Kebijakan kelas standar rumah sakit dalam program JKN:
    • Menetapkan salah satu dari kelas perawatan yang ada (kelas 1/kelas 2/kelas 3) sebagai kelas standar dengan mempertimbangkan kondisi infrastruktur rumah sakit yang ada saat ini.
    • Menghitung iuran JKN untuk kelas standar yang berlaku bagi semua peserta PBPU yaitu sebesar rata-rata cost per member per month.
    • Menetapkan kenaikan kelas yang diperbolehkan untuk mencegah moral hazard contohnya peserta mendaftar kelas 3 yang tidak mau membayar iuran kelas 1 tapi hanya mau membayar selisih biaya ketika dirawat.
    • Untuk menjamin prinsip ekuitas, harus ditetapkan kriteria kelas standar yang berlaku bagi semua rumah sakit yang meliputi: luas ruangan, akses, jumlah tempat tidur, frekuensi visit dokter, fasilitas, dll.
    • Merumuskan tahapan pelaksanaan serta masa transisi.
  • DJSN sedang menyelesaikan kajian akademis kebijakan kelas standar rumah sakit dan akan melakukan sinkronisasi dengan stakeholders terkait.
  • Dasar hukum Pasal 23 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 tentang SJSN dan Penjelasan Pasal:
    • Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
    • Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dipinjam oleh BPJS dengan biaya peningkatan kelas perawatan (penjelasan pasal).
    • Catatan: ketentuan tersebut menunjukkan bahwa layanan kelas rawat inap yang ditanggung oleh BPJS sama untuk semua peserta JKN (kelas standar). Rumah sakit menyediakan kelas diatas kelas standar untuk melayani peserta yang ingin naik kelas.
  • Rekomendasi DJSN tentang iuran program JKN:
    • Iuran peserta bukan penerima upah:
      • Kelas 1 awalnya Rp 80.000 menjadi Rp 120.000.
      • Kelas 2 awalnya Rp 51.000 menjadi Rp 75.000.
      • Kelas 3 awalnya Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
    • Iuran penerima bantuan iuran menjadi Rp 42.000 sebelumnya Rp 23.000.
    • Iuran peserta penerima upah badan usaha 5% dengan batas upah Rp 12 juta sebelumnya Rp 8 juta.
    • Iuran peserta penerima upah pemerintah 5% dari take home pay (sebelumnya 5% dari gaji pokok dan tunjangan kerja).

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan