Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Panitia Kerja Pengawasan Peredaran Obat — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)

Tanggal Rapat: 4 Oct 2016, Ditulis Tanggal: 21 Apr 2021,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Dirut BPJS Kesehatan dan Kepala LKPP

Pada 4 Oktober 2016, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengenai Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Peredaran Obat. RDP ini dibuka dan dipimpin oleh Syamsul Bahri dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dapil Sulawesi Selatan 2 pada pukul 15.14 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: klikdokter.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Dirut BPJS Kesehatan dan Kepala LKPP

Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

  • Mengenai program e-katalog, ini terkait dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bahwa Fasilitas Kesehatan (faskes) yaitu harga obat ditentukan oleh Menteri, dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan (Menkes).
  • Dalam posisi tidak langsung, BPJS menerima masukan dan keluhan dari faskes yaitu provider BPJS karena seperti yang diketahui bahwa harga obat sangat mempengaruhi akan tarif kesehatan tersebut.
  • Komponen obat 30% dari komponen tarif.
  • BPJS merasa, jika pihak Rumah Sakit (RS) tidak diberikan special price obat tersebut, maka akan sangat mempengaruhi pihak-pihak BPJS.
  • Tidak semua faskes dapat membeli obat melalui mekanisme e-purchasing. Banyak juga obat-obat, baik obat premium maupun tidak, tidak ada di dalam e-katalog. Perubahan harga obat dalam e-katalog sangat dinamis.
  • Pembiayaan obat per tingkat pelayanan terbagi menjadi dua yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
  • Proses pengadaan obat murni dilaksanakan oleh provider. BPJS membayar persis dalam pemaparan e-katalog.
  • Landasan hukum daftar dan harga tertinggi obat adalah UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 25 dan Perpres Jaminan Kesehatan No.19 Tahun 2016.
  • Untuk non kapitasi, BPJS membayar sesuai tagihan dan pemakaian obat. Jadi, obat dibeli oleh RS melalui mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu melalui e-katalog.
  • Ada kemungkinan RS membeli di luar sistem karena tidak semua RS swasta bisa mengakses e-katalog ini sehingga harus dicari obat dengan harga kompetitif namun terjamin.
  • Semua jenis obat ditentukan oleh Menkes, BPJS, Pemerintah, dan swasta.
  • Semua kebutuhan obat diatur Menkes dan melibatkan semua elemen termasuk BPJS.
  • Semua jenis obat diadakan langsung oleh pihak MenKes sepenuhnya, namun tetap berpedoman pada rencana kebutuhan obat.
  • Jika pemenuhan obat rendah, pabrik akan menyesuaikan. Namun jika tiba-tiba pemenuhan tinggi, pabrik pasti akan mengalami kendala-kendala tertentu terkait pengadaan.
  • Setelah dituangkan dalam e-katalog faskes membeli langsung ke pabrikan. Jika tarif pengadaan obat dengan special price ini ada permasalahan, pastilah rumah sakit akan mengalami kendala karena tarif BPJS maksimal sudah habis untuk obat.
  • Persoalan pabrik, ada jaminan. Jika diminta 1.000.000 tablet, pabrik akan langsung membuat 1.000.000 tablet. Hal yang menjadi kendala adalah jika kebutuhan hanya 500.000 tablet, sedangkan obat ada expirednya sehingga pabrik mengalami kerugian.
  • Keluhan faskes terkait kebutuhan obat adalah tidak semua faskes mengetahui cara penyusunan rencana kebutuhan obat.
  • Pelayanan promotif preventif vaksin disediakan oleh Dinas Kesehatan (DInkes) yang berupa penyuluhan kesehatan dan imunisasi rutin.
  • Untuk pelayanan obat, semua obat tersedia jenis dan harganya sesuai e-katalog. Pelayanan cepat dengan e-katalog sudah dapat diakses oleh semua jenis faskes baik itu Pemerintah/swasta.
  • Pelayanan cepat dengan obat terdistribusi dengan baik ke seluruh faskes secara continue.

Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)

  • Sistem e-katalog diselenggarakan oleh LKPP.
  • Karakter e-katalog adalah transparansi.
  • Peraturan Menkes No. 63 tahun 2014 membahas mengenai pengadaan obat berdasarkan e-katalog.
  • Isi e-katalog adalah komoditas nasional, komoditas lokal, dan komoditas sektoral.
  • Sudah ada lebih dari 76.000 barang atau jasa yang dapat diproduksi dan bisa dieksekusi langsung.
  • Inti dari e-katalog adalah mempercepat proses, memudahkan pelaksanaan, memberikan transparansi, dan akuntabel.
  • Sifat LKPP adalah membantu Kementerian untuk melakukan pengadaan obat.
  • Jika dilihat dari kacamata pengadaan, ada banyak penyedia yang menyediakan.
  • Proses pemilihan katalog obat tahun 2016 dibagi menjadi 3 tahap yaitu jumlah penyedia, kategori obat, dan metode pemilihan. Kalau penyedianya banyak, akan menggunakan metode lelang item. Kalau penyedianya tunggal, akan menggunakan metode tatap muka.
  • Permasalahan yang dihadapi e-katalog :
    • Rencana kebutuhan obat tidak mencerminkan kebutuhan aktual, maka penyedia tidak berani langsung produksi.
    • Pemerintah tidak memberikan garansi.
    • Kurangnya pemetaan permasalahan obat versi kantor staf Presiden.
    • Kurangnya ketersediaan obat.
  • Lelang dilakukan sekali dalam setahun guna memberikan kepastian kepada Pemerintah.
  • LKPP sering mengadakan pertemuan dengan asosiasi, tetapi mereka selalu mengatakan "kami siap jika Pemerintah membeli".
  • Terkait dengan reimbursement BPJS, seharusnya BPJS menggunakan harga yang ada di e-katalog.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan