Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Panitia Kerja Pengupahan — Komisi 9 DPR-RI Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Dewan Pengupahan Nasional, dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia

Tanggal Rapat: 25 Apr 2016, Ditulis Tanggal: 8 Mar 2021,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Dewan Pengupahan Nasional, dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia

Pada 25 April 2016, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Dewan Pengupahan Nasional, dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengenai Panitia Kerja (Panja) Pengupahan. RDPU ini dibuka dan dipimpin oleh Dede Yusuf dari Fraksi Partai Demokrat dapil Jawa Barat 2 pada pukul 10.59 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: kompas.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Dewan Pengupahan Nasional, dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)

  • KSPI berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 mengenai Pengupahan harus dicabut dan dihapus oleh Pemerintah, kemudian diadakan pertemuan tripartit. Ada Dewan Pengupahan di sini yang selalu mengikuti, namun serikat buruh tidak pernah dilibatkan, bahkan ada permainan uang di sini. Pembahasan PP No. 78 Tahun 2015 diduga penuh korupsi dan kolusi.
  • Pertumbuhan ekonomi yang dikejar Pemerintah itu adalah suatu keniscayaan untuk mengundang investasi. Buruh setuju bahwa investasi akan menambah Produk Domestik Bruto (PDB). Hal yang tidak disetujui para buruh adalah Pemerintah tidak terlalu peduli menjaga tingkat konsumsi. Pemerintah sebelumnya lebih bijak dalam mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi masih memperhatikan tingkat konsumsi. Padahal, Pemerintah terdahulu menghadapi kondisi yang lebih berat, tetapi pertumbuhan bisa 6% karena tingkat konsumsi diperhatikan. Konsumsi penting bagi buruh karena berhubungan dengan upah. Krisis ekonomi waktu itu justru menyebabkan konsumsinya meningkat karena sudah dijaga oleh Pemerintah. Purchasing power priority bisa mencapai yang ke-10 di dunia kalau konsumsi dijaga.
  • Hari ini, semua subsidi dicabut, sedangkan pada saat bersamaan upah dikendalikan dengan PP No. 78 Tahun 2015.
  • Terdapat 11 paket kebijakan Pemerintah dan tidak ada satupun yang pro buruh.
  • PP No. 78 Tahun 2015 terlalu dipaksakan. Dalam prosesnya, buruh sama sekali tidak dilibatkan.
  • Bagi buruh, upah adalah instrumen untuk menaikkan purchasing power.
  • Ada tidaknya pembahasan upah, hak mogok dan berunjuk rasa itu dilindungi konstitusi asal tidak merusak. Ada “hak perundingan musim semi” di setiap negara yang merupakan negara demokrasi dan hal tersebut wajar. Aksi tidak bisa dijadikan alasan oleh pengusaha kepada Pemerintah untuk mengendalikan upah.
  • Hal yang perlu diubah adalah adalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Alasan yang dikeluarkan pengusaha adalah memberikan kepastian namun PP No. 78 Tahun 2015 justru tidak memberikan kepastian.
  • Upah minimum harus dirundingkan dan ada penaikan. Kalau aksi dan mogok membuat pengusaha tertekan, itu hanya cari-cari alasan. Argumentasi bahwa unjuk rasa membuat pengusaha tertekan dan buruh mendapat kepastian dengan PP No. 78 ini hanya dibuat-buat. Secara UU, unjuk rasa dan mogok harus dihormati. Ada serikat yang menyetujui PP No. 78, tetapi harus dilihat jumlah anggotanya. Meski demokrasi, harus mempertimbangkan mayoritas.
  • KSPI berharap dapat memberikan sebuah perspektif baru mengenai alasan PP No. 78 Tahun 2015 tidak memberikan kepastian. Bagi konsumen, hal yang harus dijaga dan diproses dalam pembuatan suatu kebijakan adalah harus memperhatikan hal substansial. Alasan substansial dari PP No. 78 Tahun 2015 tidak memberikan kepastian adalah karena:
    • Prosesnya tidak melibatkan serikat.
    • Melanggar UU mengenai KHL. Hidup layak ini absurd. UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa yang berhak menetapkan upah minimum adalah Gubernur, bukan Pemerintah Pusat. Sebelum keluar PP No. 78, sudah ada parameter ekonomi. Parameter survei berada di Peraturan Daerah mengenai KHL. Pasal 44 ayat 2 PP No. 78 pun hanya memberikan legitimasi semua di pusat.
    • Menghapus hak runding serikat buruh. Padahal di dalam UU jelas menyatakan hak berunding serikat buruh di Dewan Pengupahan. PP No. 78 menghapus hal tersebut. Prosesnya tidak benar, substansinya pun tidak benar. Hak berunding buruh juga diperkuat oleh konvensi ILO 131.
    • PP No. 78 Tahun 2015 merugikan pekerja. Misalnya, hasil survei di Jawa Timur itu upah minimumnya menjadi Rp3.200.000. Ketika PP No. 78 keluar, upah minimum tersebut dibatalkan dan menjadi Rp3.000.000. Kasus lain adalah upah di Batam lebih kecil dari di Cimahi.
  • Based on upah di Indonesia masih rendah. KSPI memakai data ILO mengenai rata-rata upah di ASEAN. Laos USD119, Indonesia USD174, Vietnam USD181, Kamboja USD181, Thailand 3 kali lipat upah rata-rata Indonesia, Singapore USD3000. Upah minimum di Indonesia masih lebih jauh dari di Vietnam. Orang lebih suka berinvestasi di Vietnam bukan karena upah, melainkan karena produktivitasnya. Kalau dibandingkan, upah terendah Indonesia dengan negara lain, Indonesia berada di bawah Kamboja dan Vietnam dan sedikit di atas Laos. Upah di Australia USD2930. Indonesia upah tertingginya USD252. Terendahnya tidak usah disebut karena di bawah Thailand dan Malaysia. China pada tahun 2016 upah tertingginya Rp275. Filiphina USD301.
  • KSPI meminta Panja Upah untuk merekomendasikan kepada Pemerintah agar mencabut PP No. 78 Tahun 2015, khususnya Pasal 44 ayat 2. Setelah dihapus, dibentuk rapat dengan tripartit untuk penyusunan aturan baru.
  • PP No. 78 tidak menjawab persoalan untuk pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
  • PP No. 78 ibarat orang sakit jantung, diberikan obat pilek.
  • Data KSPI menyebutkan sebanyak 32.620 orang terkena PHK sampai Maret 2016.
  • Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kesenjangan pendapatan dari 0,1 turun menjadi 0,4.
  • Ada karyawan farmasi di Jawa Tengah yang sudah kerja 25 tahun, tetapi upahnya sama dengan yang baru masuk. Upah di Jawa Tengah merupakan upah minimum terkecil sejagat.
  • Di Tangerang, sebuah pabrik plastik manajemennya melakukan kurang lebih 15 pelanggaran. Kondisi ini hampir sama dengan zaman penjajahan sebelum perang dunia kedua.
  • Begitulah upah. Padahal, Indonesia sudah masuk dalam negara kaya, tetapi upahnya masih kurang. Apabila upah suatu daerah sangat rendah, maka tidak ada kontribusinya terhadap ekonomi negara.
  • Kalau mengikuti UU, upah minimum itu untuk orang yang belum berpengalaman atau belum satu tahun bekerja.
  • KSPI akan turun aksi di DPR dengan massa sebanyak 150.000 orang dan di istana dengan masa sebanyak 150.000 orang. Isunya hanya 1, yaitu penghapusan PP No. 78 Tahun 2015.
  • KSPI mengajak berunding untuk menentukan formula upah minimum.

Serikat Pekerja Nasional (SPN)

  • SPN memiliki anggota sebanyak 321.152. Total anggota buruh SPN sebanyak 7.000an. SPN akan diundang oleh Pakistan untuk membahas upah layak. SPN pastinya akan membuka mengenai PP No. 78 Tahun 2015 dan meminta memberikan masukan yang bisa dijelaskan di federasi.
  • Pada 1 Mei 2016, SPN akan melakukan aksi dengan titik kumpul di depan gedung DPR ini. SPN memohon ada perwakilan Komisi 9 yang bisa menerima SPN dan mendengar aspirasi SPN.

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

  • PP No. 78 mereduksi peraturan sebelumnya yang diatur dalam UU No. 13. Ada PP No. 78 ini, fungsi dan peran serikat pekerja dihapuskan dan sudah tidak ada lagi.
  • Hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana buruh akan mendapatkan kehidupan yang layak jika kenaikan upah per tahun hanya 11%, buruh berharap 20-25%. Kecuali Pemerintah bisa menjamin biaya pendidikan dan kesehatan benar-benar gratis, maka buruh setuju 11%. Kenyataannya saja sekarang orang yang mengikuti BPJS mendapat jawaban dari RS bahwa kamarnya penuh. Sebuah jawaban klasik.
  • PP No. 78 Tahun 2015 jika ingin mengakomodir kehidupan buruh yang jauh lebih baik, Pemerintah perlu membuat struktur dan skala upah. Sampai saat ini Pemerintah belum mempunyai keberanian itu. Padahal hal tersebut penting untuk memproteksi pekerja lama.

Dewan Pengupahan Nasional

  • Lahirnya PP No. 78 Tahun 2015 adalah rekomendasi dari bank dunia. Di Dewan Pengupahan, seluruhnya menolak formula upah minimum berdasarkan inflasi. Konsep ini juga pernah disodorkan pada Dewan Pengupahan namun ditolak karena melanggar UUD 1945. Dewan Pengupahan belum sepakat untuk mengubah Peraturan Kemenaker mengenai Kebutuhan Hidup Layak. Namun, di bulan Juli Pemerintah mendesak agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini dimasukkan formula. Atas dasar hal tersebut Dewan Pengupahan memberikan draft masukan kepada Pemerintah, tetapi tidak bisa.
  • Ada upaya penyuapan terhadap Dewan Pengupahan itu benar. Salah satu ketua Apindo memberikan uang kepada Dewan Pengupahan agar memasukkan formula. Kalau Dewan Pengupahan mengambil itu, akan diberikan Rp50.000.000. Namun Dewan Pengupahan berpikir jangan-jangan mereka mendapatkan Rp5 Triliun. Jadi, isi penyuapan dalam penyusunan PP No. 78 Tahun 2015 ini memang ada.
  • Harga melalui mekanisme pasar membuat pajak menurun. Ketika daya beli masyarakat turun karena upah murah, maka serapan pajak rendah. Akibatnya, depresiasi nilai tukar Rupiah. Untuk meningkatkan daya beli, harus ada unsur kesempatan kerja, upah yang layak, dan subsidi.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan