Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penjelasan tentang Tindak Lanjut Putusaan MK No.91/PUU-XVIII/2020 sehubungan dengan dinyatakannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja Inskonstitusional Bersyarat dan Upah Minimum Tahun 2022 — Komisi 9 DPR RI Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Tenaga Kerja

Tanggal Rapat: 24 Jan 2022, Ditulis Tanggal: 28 Jan 2022,
Komisi/AKD: Komisi 9 , Mitra Kerja: Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Republik Indonesia →Ida Fauziyah

Pada 24 Januari 2022, Komisi 9 DPR-RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Tenaga Kerja mengenai Penjelasan tentang Tindak Lanjut Putusaan MK No.91/PUU-XVIII/2020 sehubungan dengan dinyatakannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja Inskonstitusional Bersyarat dan Upah Minimum Tahun 2022. Raker ini dibuka dan dipimpin oleh Anshory Siregar dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dapil Sumatera Utara 3 pada pukul 13.30 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. (Ilustrasi: JejakParlemen)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Republik Indonesia → Ida Fauziyah
  • Terdapat 3 besaran pokok yang dipersoalkan dalam uji formil berdasarkan materi gugatan perkara Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yaitu pertama terkait legal-formal bahwa pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan ketentuan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Yang kedua terkait partisipasi masyarakat bahwa di dalam pembentukan UU Cipta Kerja masih minim adanya partisipasi masyarakat. Yang ketiga terkait metode Omnibus Law yang tidak dikenal dan diatur dalam ketentuan UU PPP. Adapun pertimbangan MK atas tiga besaran pokok uji formil perkara tersebut yang pertama terkait legal-formal, MK memberikan pertimbangan bahwa UU Cipta Kerja telah melanggar UU sebab tidak dilakukan sesuai dengan UU PPP. Yang kedua terkait partisipasi masyarakat, MK memberikan pertimbangan bahwa telah melanggar prinsip kedaulatan rakyat, karena minim partisipasi masyarakat. Yang ketiga terkait metode Omnibus Law, MK memberikan pertimbangan bahwa tidak dilakukan dalam koridor pedoman yang pasti, baku, dan standar serta dituangkan terlebih dahulu dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sehingga MK berpendapat proses pembentukan UU Cipta Kerja adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, oleh sebab itu harus dinyatakan cacat formil.
  • Oleh karena UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak putusan diucapkan, maka terhadap 11 perkara lainnya menjadi kehilangan objek sehingga terahadap 11 perkara lainnya MK memutuskan menyatakan permohonan para pemohon tdk dapat diterima. Setelah adanya putusan MK, Presiden memberikan arahan bhw MK tdk membatalkan satupun pasal dan bahwa aturan UU Cipta Kerja sepenuhnya tetap berlaku.
  • Jadi, Kementerian Tenaga Kerja tidak lagi mengeluarkan peraturan yang bersifat strategis karena sudah Kementerian Tenaga Kerja selesaikan sebagaimana perintah UU Cipta Kerja. 
  • Amar Putusan MK yang memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggat waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan