Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2023 - Rapat Paripurna DPR-RI dengan Menteri Keuangan

Tanggal Rapat: 20 May 2022, Ditulis Tanggal: 8 Jun 2022,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Menteri Keuangan RI

Pada 20 Mei 2022, DPR-RI melaksanakan Rapat Paripurna dengan Menteri Keuangan tentang penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2023. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Sufmi Dasco dari Fraksi Gerindra dapil Banten 3 pada pukul 09.42 WIB. (Ilustrasi: Liputan6.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan RI
  • Setelah lebih dari 2 tahun dunia dihantam Pandemi Covid-19, Alhamdulillah saat ini Indonesia mampu mengendalikannya, berkat kerja sama, kedisiplinan, sinergi, dan kegotong-royongan seluruh komponen bangsa. Dengan rendahnya kasus Covid-19 dan akselerasi program vaksinasi yang mencapai 61,5% dosis kedua dan bahkan vaksin tambahan (booster), serta penerapan protokol kesehatan, Alhamdulillah, tahun ini lebih dari 84 juta masyarakat dapat kembali menjalankan mudik di Hari Raya Idulfitri untuk berlebaran dan berkumpul dengan sanak-saudara tercinta. Mobilitas masyarakat yang begitu masif di tengah Pandemi yang belum berakhir mampu kita kelola secara relatif lancar, aman, selamat, dan semarak. Hal ini tentu mampu merekatkan kembali dan mempertebal tali sosial, sekaligus menggerakkan dan pemulihan ekonomi Indonesia. Ini suatu pencapaian yang tidak mudah dan tidak boleh kita pungkiri. Saat ini masih banyak negara bergulat dengan Covid-19 dan negara yang masih berjuang memulihkan ekonomi, bahkan ada yang tengah menghadapi krisis ekonomi dan keuangan yang kompleks.
  • Pemulihan ekonomi Indonesia yang cukup kuat yang kita jaga bersama dan pengendalian Pandemi Covid-19 secara efektif, tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Ini merupakan hasil kerja keras dari berbagai upaya luar biasa dari kita bersama Pemerintah dan DPR-RI serta segenap unsur masyarakat, akademisi, dan para ahli serta dunia usaha. Sejak awal Pandemi Maret 2020, KEM PPKF memainkan peran yang sangat penting dalam menangani guncangan hebat akibat Pandemi dan dampaknya yang multidimensi dan kompleks.
  • Langkah-langkah darurat dan extraordinary kebijakan ekonomi makro dan fiskal dilakukan secara terorganisir sistematis untuk tujuan: Pertama, menyelamatkan jiwa dari ancaman Covid-19 dengan kenaikan dukungan anggaran sangat besar untuk penguatan sarana, prasarana kesehatan, penanganan pasien, obat-obatan, pemberian insentif tenaga kesehatan, termasuk pengadaan vaksin. Kedua, memberikan tambahan secara masif dan signifikan bantalan sosial untuk melindungi masyarakat dari merosotnya daya beli akibat kehilangan pekerjaan dan terhentinya aktivitas ekonomi yang meluas. Ketiga, mendukung dan melindungi dunia usaha terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari tekanan kebangkrutan akibat Pandemi. Keempat, menjaga stabilitas sistem keuangan dari ancaman efek domino akibat kontraksi dan perlemahan ekonomi.
  • Pemerintah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 yang telah disetujui dan disahkan oleh Ibu/Bapak Anggota DPR-RI menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2020, yang memberikan landasan hukum yang kuat agar Pemerintah dapat lebih fleksibel, responsif, dan antisipatif dalam penanganan pandemi Covid-19 yang sangat diwarnai dengan ketidakpastian.
  • Kebijakan ekonomi makro dan kebijakan fiskal di masa Pandemi ditujukan untuk countercyclical dan menahan guncangan (shock absorber) untuk menangani merosotnya sisi permintaan (aggregate demand) maupun sisi supply.
  • Kebijakan fiskal bekerja sangat keras sebagai instrumen utama dan paling depan menangani potensi katastropi krisis ekonomi dan keuangan. Sebagai konsekuensi, batas atas defisit APBN diijinkan melebihi 3% PDB untuk tiga tahun yaitu 2020, 2021, dan 2022.
  • Kebijakan Fiskal (APBN) tidak mungkin bekerja sendiri menghadapi tantangan ekonomi yang multidimensi, diperlukan bauran kebijakan dan sinergi yang kuat dengan otoritas moneter Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). OJK telah berperan dalam menjaga kesinambungan stabilitas sistem keuangan sekaligus memberikan bantalan kepada dunia usaha melalui program restrukturisasi kredit serta kebijakan strategis lainnya sejak awal pandemi. Sementara Bank Indonesia juga mengambil peran penting dalam mendukung pemulihan ekonomi melalui kebijakan yang akomodatif serta menjaga agar pasar SBN tetap kondusif. Dukungan skema burden sharing baik sebagai standby buyer pada setiap lelang maupun bersama-sama mendukung pembiayaan kebijakan fundamental terbukti ampuh dalam menjaga stabilitas pasar SBN di masa pandemi.
  • Dengan respons dan koordinasi kebijakan yang cepat, masif, dan komprehensif, didukung anggaran (kebijakan fiskal) yang memadai, pandemi dapat tertangani secara efektif dan pemulihan ekonomi mulai berjalan secara merata baik sisi produksi dan sektoral, daerah dan dari komponen permintaan antara konsumsi, investasi, dan ekspor. Dengan momentum pemulihan ekonomi tersebut, peranan instrumen fiskal dapat disesuaikan sehingga dapat kembali pulih sehat terjaga sustainabilitas dan kredibilitas dalam jangka menengah panjang. Perppu No. 1 Tahun 2020 atau UU No. 2 Tahun 2020 yang mengamanatkan pelebaran defisit fiskal selama 3 tahun di atas 3% PDB terbukti mampu menjawab kebutuhan penanganan krisis yang luar biasa dan kompleks secara disiplin, kredibel, dan akuntabel, dengan tetap menjaga prinsip kehati- hatian dan sustainabilitas jangka menengah.
  • Pemulihan ekonomi menunjukkan tren menguat. Setelah mampu menjaga pertumbuhan positif 3,7% di tahun 2021 - meski dihantam gelombang Covid-19 varian Delta, pemulihan ekonomi berlanjut di triwulan I-2022, dengan pertumbuhan mencapai 5,01%.
  • Melonjaknya varian Omicron tidak terlalu berdampak pada proses pemulihan ekonomi nasional, ini hasil nyata dari akselerasi vaksinasi dan kekebalan alami yang tumbuh di masyarakat.
  • Konsumsi dan investasi terus menunjukkan tren peningkatan, disertai pemulihan yang kuat di hampir semua sektor ekonomi termasuk transportasi, akomodasi, dan konstruksi - selain dua sektor utama yaitu manufaktur dan perdagangan.
  • Indikator PMI Manufaktur Indonesia pada April 2022 masih terus ekspansif, pada level 51,9. Sementara itu, kenaikan harga komoditas global mampu mendorong peningkatan surplus neraca perdagangan Indonesia.
  • Secara kumulatif pada triwulan I-2022, neraca perdagangan tercatat surplus USD9,3 miliar. Pada April 2022, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai USD7,6 miliar, rekor tertinggi surplus bulanan dalam sejarah.
  • Neraca transaksi berjalan tahun 2022 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun 2021. Peningkatan kualitas pemulihan ekonomi juga terlihat dengan membaiknya kondisi ketenagakerjaan serta tingkat kemiskinan.
  • Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun mendekati level pra-pandemi, menjadi 5,83% pada Februari 2022 dari 6,26% pada Februari 2021. Sementara, angka kemiskinan nasional juga konsisten menurun, dari sebelumnya 10,1% di tahun 2020, kembali menjadi single digit 9,7% di tahun 2021.
  • Proses pemulihan ekonomi nasional yang menguat tentu patut kita syukuri, namun ini tidak menyebabkan kita cepat berpuas diri. Tantangan dan Risiko baru telah muncul dari faktor global baik dari sisi geopolitik, ekonomi dan keuangan yang sangat kompleks dan dinamis harus segera diantisipasi dan dikelola. Dalam World Economic Outlook April, IMF memproyeksikan melambatnya pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 pada tingkat 3,6%, turun signifikan 0,8 poin persentase dari proyeksi di Januari 2022.
  • Selain pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya selesai, ada dua tantangan besar lain yang perlu terus kita waspadai dan antisipasi, yaitu: lonjakan inflasi global, terutama akibat perang Rusia – Ukraina, dan percepatan pengetatan kebijakan moneter global, khususnya di Amerika Serikat (AS). Perang Rusia – Ukraina juga telah menyebabkan disrupsi sisi produksi/supply yang sangat besar, sehingga mendorong kenaikan ekstrem tinggi harga-harga komoditas global.
  • Harga minyak mentah terus-menerus berada pada kisaran USD100 per barel. Sejak awal tahun (year to date), harga gas alam naik 127,0%, batu bara naik 137,3%, CPO naik 26,1%, gandum naik 56,5% dan jagung naik 34,3%.
  • Secara indeks harga pangan dunia telah mengalami kenaikan 145,0% dibanding situasi awal 2020. Tingkat inflasi di Amerika Serikat yang sangat tinggi yaitu 8,4% (tertinggi dalam 40 tahun terakhir) menjadi ancaman nyata bagi pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan bahkan ancaman dunia. Bank Sentral Amerika Serikat - The Fed, akan melakukan percepatan pengetatan moneter. Saat ini, kenaikan suku bunga acuan diperkirakan dapat terjadi hingga 7 kali di tahun 2022 dan berpotensi diikuti dengan kontraksi balance sheet yang menyebabkan lebih ketatnya kondisi likuiditas global. Sementara itu, sejak awal 2021 sampai dengan Maret 2022, sejumlah negara berkembang G20 seperti Brazil, Meksiko, ,dan Afrika Selatan telah menaikkan suku bunga acuannya secara sangat signifikan. Spillover effect dari pengetatan kebijakan moneter dan likuiditas global ini harus kita waspadai khususnya terhadap kenaikan cost of fund untuk pembiayaan, baik APBN maupun sektor korporasi, di tengah fase pemulihan ekonomi yang masih awal dan masih rapuh.
  • Pergeseran risiko, tantangan inflasi, dan pengetatan moneter ini menimbulkan situasi pilihan kebijakan (policy trade-off) yang sangat sulit, yang dihadapi oleh semua negara di dunia.
  • Pilihan kebijakan tersebut adalah, apakah segera mengembalikan stabilitas harga (mengendalikan inflasi) yang berarti pengetatan moneter dan fiskal yang akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan atau tetap mendukung akselerasi pemulihan ekonomi setelah terpukul pandemi. Jika tidak terkelola, risiko global ini akan menggiring kepada kondisi stagflasi, yaitu fenomena inflasi tinggi dan terjadinya resesi seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada periode awal 1980-an dan 1990-an. Kondisi stagflasi akan memberikan imbas negatif luar biasa ke seluruh dunia terutama terhadap negara-negara berkembang dan emerging market.
  • Perubahan risiko global ini harus menjadi fokus perhatian dan harus kita kelola secara tepat langkah dan tepat waktu, hati-hati dan efektif. Pilihan kebijakan menjadi sangat sensitif dan tidak mudah.
  • Namun dengan berbekal kebersamaan dan keberhasilan kita semua (Pemerintah Pusat dan Daerah, MPR-DPR-DPD, Legislatif, Yudikatif, institusi lainnya, masyarakat, akademisi, dan dunia usaha) dalam mengelola pandemi yang begitu sulit, kita berharap dan sekaligus percaya bahwa Indonesia akan mampu menghadapi tantangan baru yang berbeda dan sangat kompleks ini.
  • Dalam mengantisipasi eskalasi risiko global terutama dalam menghadapi tiga potensi krisis: krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan, Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan telah membentuk Global Crisis Response Group (GCRG) yang mengidentifikasi tiga potensi krisis tersebut. Krisis seperti ini, sama seperti Pandemi Covid-19, tidak mungkin diselesaikan secara individual oleh satu negara manapun, betapapun super-power posisi mereka.
  • Kerja sama global menjadi keharusan. Indonesia terpilih menjadi bagian dari enam negara-negara champion GCRG tersebut, dan tentunya kesempatan ini dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk mengusung agenda kerja sama global yang juga sangat strategis bagi kepentingan perekonomian domestik. Dalam forum G20, eskalasi risiko ekonomi global juga telah menjadi salah satu fokus perhatian. Presidensi Indonesia mendorong adanya solusi nyata secara kolektif untuk mengatasi berbagai potensi krisis tersebut.
  • Kenaikan harga komoditas global telah berdampak pada naiknya harga- harga di dalam negeri, terutama energi dan pangan. Hal ini dapat dilihat pada tekanan inflasi yang mulai meningkat akhir-akhir ini meskipun faktor musiman yaitu bulan Ramadan dan perayaan Hari Raya Idufitri juga turut memberikan andil terhadap kenaikan harga. Inflasi April 2022 tercatat 3,5%, lebih tinggi dibandingkan Maret 2022.
  • Bila dibandingkan negara-negara G20, seperti: AS 8,3%, Inggris 9,0%, Turki 70,0%, Argentina 58,0%, Brazil 12,1%, dan India 7,8% tekanan inflasi di Indonesia masih jauh lebih rendah.
  • Tekanan inflasi di Indonesia tidak setinggi di negara-negara tersebut karena kenaikan harga energi global diredam oleh APBN (shock absorber) yang konsekuensinya menyebabkan kebutuhan belanja subsidi energi dan kompensasi meningkat tajam.
  • Dalam kondisi pemulihan ekonomi dan kesejahteraan yang masih awal dan rapuh, ketersediaan dan keterjangkauan harga energi dan pangan menjadi sangat krusial untuk menjamin daya beli masyarakat dan menjaga keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional.
  • Terkait potensi transmisinya ke sektor keuangan, Pemerintah - dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Keuangan - bersama dengan anggota KSSK lainnya (BI, OJK dan LPS), berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sampai dengan saat ini, kondisi sektor keuangan nasional masih relatif stabil. Fungsi intermediasi perbankan mulai meningkat, tercermin pada peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit. Sementara itu tingkat kecukupan modal juga tinggi dengan likuiditas yang masih memadai. Cadangan devisa nasional juga masih memadai dan diharapkan dapat memberikan ruang bagi BI untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar serta momentum pemulihan ekonomi nasional.
  • Keberlanjutan proses penguatan pemulihan ekonomi nasional perlu terus dijaga untuk memperkuat fondasi ekonomi dan akselerasi tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, upaya lebih lanjut untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif juga sangat penting untuk pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah - panjang agar Indonesia dapat keluar dari jebakan kelas menengah (middle-income trap).
  • Oleh karena itu, struktur perekonomian nasional dan tingkat produktivitas nasional perlu diperkokoh melalui percepatan transformasi ekonomi. Akselerasi agenda reformasi struktural pasca pandemi Covid-19 mutlak diperlukan melalui peningkatan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur, dan reformasi birokrasi dan regulasi. Penguatan program pendidikan, kesehatan, serta perlindungan sosial sangat krusial dalam mengatasi isu fundamental perekonomian termasuk rendahnya tingkat produktivitas nasional. Peningkatan produktivitas juga perlu diakselerasi untuk memperkuat sisi supply. Penguatan hilirisasi manufaktur, adopsi ekonomi digital, dan pengembangan ekonomi hijau diyakini akan menjadi sumber pertumbuhan baru di masa depan. Dorongan kepada keberlanjutan tahapan industri manufaktur akan memacu pengembangan produk dalam negeri yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan mampu berkompetisi di pasar global.
  • Sementara, pengembangan ekonomi digital akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi di tengah kecenderungan perubahan pola hidup ke arah ”new normal”. Selain itu, sejalan dengan tujuan mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih awal, pembangunan ekosistem ekonomi yang ramah lingkungan merupakan wujud komitmen kita bersama dalam mengatasi isu perubahan iklim. Potensi besar pengembangan ekonomi hijau yang kita miliki merupakan daya tarik tersendiri bagi investasi dunia di masa depan. Dengan mempertimbangkan berbagai risiko dan potensi pemulihan ekonomi nasional di tahun depan, Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 5,3% hingga 5,9%; inflasi 2,0% hingga 4,0%; nilai tukar Rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 per USD; tingkat suku bunga SBN 10 Tahun 7,34% hingga 9,16%; harga minyak mentah Indonesia USD80-USD100 per barel lifting minyak bumi 619 ribu - 680 ribu barel per hari dan lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.
  • Proses pemulihan ekonomi ke depan masih penuh tantangan yang harus direspons dengan kebijakan makro ekonomi dan kebijakan struktural secara tepat.
  • Kenaikan inflasi, biaya bunga dan pengetatan moneter dunia harus direspons dengan disiplin fiskal yang tepat. Perppu No. 1 Tahun 2020 atau UU No. 2 Tahun 2020 telah memberikan landasan yang tepat dan kredibel dengan mengamanatkan defisit fiskal menjadi maksimal 3% dari PDB di tahun 2023. Upaya konsolidasi fiskal di tahun 2023 disertai dengan reformasi fiskal yang komprehensif dari sisi pendapatan, perbaikan belanja (spending better) dan mendorong pembiayaan produktif dan inovatif. APBN yang sehat menjadi modal yang kokoh untuk terus mendukung pembangunan dan perbaikan ekonomi. Kebijakan fiskal tahun 2023 didesain agar mampu merespons dinamika perekonomian, menjawab tantangan, dan mendukung pencapaian target pembangunan secara optimal. Selaras dengan hal tersebut, maka tema kebijakan fiskal tahun 2023 difokuskan pada “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.”
  • Tema kebijakan fiskal tersebut selaras dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023. Berdasarkan tema kebijakan fiskal tahun 2023 tersebut, strategi yang ditempuh Pemerintah adalah; Pertama, memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri dan mendorong pembangunan ekonomi hijau. Kedua, meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi didukung dengan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja, serta terus mendorong pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif.
  • Kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan.
  • Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas reformasi perpajakan (UU HPP), mendorong agar sistem perpajakan lebih sehat dan adil sehingga dapat mendorong perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.
  • Melalui implementasi UU HPP yang efektif, maka rasio perpajakan akan meningkat. Sementara itu, optimalisasi PNBP juga dilakukan dengan peningkatan inovasi layanan, dan reformasi pengelolaan aset.
  • Berbagai kebijakan tersebut akan mendorong peningkatan rasio pendapatan negara tahun 2023.
  • Kebijakan belanja negara diarahkan untuk menghasilkan output/outcome yang berkualitas, memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat dan perekonomian serta dapat mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.
  • Sejalan dengan hal tersebut, maka penguatan spending better secara konsisten akan dilakukan. Belanja negara bukan hanya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga untuk melakukan pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, serta peningkatan daya beli masyarakat.
  • Untuk itu, kebijakan belanja negara akan difokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, percepatan pembangunan infrastruktur, penguatan implementasi reformasi birokrasi, mendukung revitalisasi industri, dan pembangunan ekonomi hijau.
  • Sementara itu, untuk antisipasi ketidakpastian, dibutuhkan strategi mitigasi risiko yang lebih solid dengan mendorong implementasi automatic stabilizer. Sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut, Pemerintah terus mendorong penguatan spending better menjadi komitmen bersama.
  • Hal ini dilaksanakan melalui penghematan belanja barang, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai, peningkatan efektivitas termasuk ketepatan sasaran belanja bantuan sosial dan subsidi, serta penguatan kualitas transfer ke daerah dan dana desa.
  • Sebagai konsekuensi atas kebijakan fiskal yang ekspansif dan terukur, maka postur APBN tahun 2023 masih akan defisit. Namun, pengelolaan pembiayaan untuk menutup financing gap tersebut akan dilakukan secara efisien, hati-hati/prudent, dan berkelanjutan (sustainable). Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif. Kebijakan pembiayaan investasi akan terus dilakukan dengan memberdayakan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sovereign Wealth Funds (SWF), Special Mission Vehicle (SMV), dan Badan Layanan Umum (BLU) dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, UMKM, dan UMi. Pemerintah terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.
  • Melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal maka diharapkan kebijakan fiskal 2023 tetap efektif mendukung pemulihan ekonomi namun tetap sustainable.
  • Hal tersebut akan terefleksi pada pendapatan negara yang meningkat dalam kisaran 11,19% sampai dengan 11,70% PDB, belanja negara mencapai 13,80% sampai dengan 14,60% PDB serta keseimbangan primer yang mulai bergerak menuju positif di kisaran -0,46% sampai dengan -0,65% PDB. Selain itu, defisit juga diarahkan kembali di bawah 3% antara -2,61% sampai dengan -2,90% PDB, dan rasio utang tetap terkendali dalam batas manageable di kisaran 40,58% sampai dengan 42,42% PDB.
  • Dengan pengelolaan fiskal yang sehat disertai dengan efektivitas stimulus kepada transformasi ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat, tingkat pengangguran terbuka tahun 2023 dapat ditekan dalam kisaran 5,3% hingga 6,0% angka kemiskinan dalam rentang 7,5% hingga 8,5%, rasio gini dalam kisaran 0,375 hingga 0,378 serta Indeks Pembangunan Manusia dalam rentang 73,31 hingga 73,49.
  • Selain itu Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 103 sampai dengan 105 dan 106 sampai dengan 107.
  • Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan, kerjasama internasional juga memegang peranan penting dalam proses pengambilan keputusan perekonomian secara global.
  • Presidensi G20 Indonesia tahun ini memegang peranan strategis dalam mengarahkan kebijakan perekonomian global dan mendorong sejumlah agenda strategis internasional, walaupun dihadapkan pada situasi geopolitik yang sangat menantang.
  • Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang akan dilaksanakan pada bulan November tahun ini menjadi momentum untuk memimpin pemulihan ekonomi global dan mengangkat kepentingan nasional Indonesia dan negara berkembang dalam forum multilateral.
  • Peran penting Indonesia di dunia internasional terutama di kawasan menjadi semakin strategis dengan kepemimpinan Indonesia sebagai ASEAN Chairmanship tahun 2023.
  • Untuk memastikan kepemimpinan Indonesia di kawasan yang lebih kuat dan strategis, maka kita harus mendorong pemulihan ekonomi di kawasan serta kebersamaan untuk keluar dari krisis menuju perekonomian di kawasan yang lebih kuat dan tangguh.
  • Demikianlah Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023 yang telah disusun Pemerintah dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian, tantangan dan agenda pembangunan.
  • Selanjutnya Pemerintah mengharapkan dukungan, masukan, dan kerja sama seluruh Anggota Dewan yang terhormat dalam pembahasan KEM-PPKF tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan