Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penetapan Anggota Pansus Ibukota, Pengesahan Undang-Undang Perkawinan, Laporan Hasil Fit and Proper Test (FPT) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Laporan Hasil Kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) - Rapat Paripurna DPR-RI

Tanggal Rapat: 16 Sep 2019, Ditulis Tanggal: 13 May 2020,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri

Pada 16 September 2019, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna mengenai Penetapan Anggota Pansus Ibukota, Pengesahan Undang-Undang Perkawinan, Laporan Hasil Fit and Proper Test (FPT) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Laporan Hasil Kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Rapat ini dibuka dan dipimpin oleh Fahri Hamzah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapil Nusa Tenggara Barat pada pukul 14:33 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Menurut catatan sekretariat, Rapat Paripurna telah dihadiri dan ditandatangani oleh 170 anggota. Berdasarkan headcount Tim JejakParlemen, rapat dihadiri oleh 59 anggota.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
  • Kementerian PPPA sangat bahagia, bangga, dan berterima kasih kepada DPR karena telah membuat sejarah bagi 80 juta anak Indonesia terkait batas usia perkawinan bagi perempuan. Hal ini sungguh ditunggu oleh seluruh rakyat Indonesia dengan mengingat banyaknya praktik perkawinan anak yang sangat memprihatinkan. 
  • Tujuan pembangunan berkelanjutan menargetkan kekerasan terhadap anak termasuk pernikahan anak usia dini. Indonesia memilki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di Asia dengan tingkat perkawinan anak tertinggi. Perkawinan anak bahwasanya merupakan bentuk pelanggaran HAM anak, utamanya dalam hal memperoleh pendidikan, sebab perkawinan ini menyebabkan banyak anak perempuan yg terputus sekolahnya. Anak yang menikah kemudian harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Mereka bekerja dengan tingkat pendidikan dan skill yang minim, akibatnya mereka tidak mampu untuk hidup dan mencukupi kebutuhan mereka dan hal ini berujung pada kasus perceraian.
  • Praktik perkawinan Anak berdasarkan data BPS sebesar 25,2% atau 1 dari 4 anak perempuan menikah dibawah 18 tahun atau 340 ribu setiap tahun. Jika kondisi ini tidak dicegah, ini akan membuat Indonesia darurat perkawinan anak. Praktir perkawinan anak harus dicegah demi terpenuhinya hak-hak anak dan terwujudnya kesejahteraan anak Indonesia. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan 15 Kementerian/Lembaga dan lebih 25 lembaga masyarakat.
  • Mahkamah Konstitusi membacakan gugatan No 2, Kementerian PPPA dalam tempo cepat menanggapi gugatan itu sendiri. Pemerintah setuju menaikkan batas pernikahan usia perkawinan. Batas 19 tahun tersebut dinilai sudah cukup, dinilai sehat dan menurunkan perceraian serta melahirkan bayi yang sehat-sehat, serta kesiapan terpenuhinya hak-hak keluarga dan anak. Penghapusan praktik perkawinan anak merupakan usaha negara untuk melindungi anak dari kekerasan dan diskriminasi yang diamanahkan oleh UUD 1945.
  • Upaya pencegahan perkawinan dini ini sudah melibatkan 15 K/L. Hasil akhirnya, pada tahun 2017, MK sudah menetapkan batas usia baru untuk dilangsungkannya perkawinan bagi anak perempuan. Kemudia pemerintah bersama dengan DPR segera menyusun naskah akademik untuk mengubah bunyi Pasal 7 ayat (1) UU No.1/1974 tentang perkawinan, di mana batas usia perkawinan bagi perempuan diubah dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
  • Perubahan batas usia perkawinan ini dilakukan demi mencegah terjadinya praktik perkawinan dini. Usia 19 tahun dirasa sudah cukup matang bagi seseorang untuk melangsungkan perkawinan, karena konidisi fisik dan mental sudah matang. Adapun perubahan batas usia perkawinan bagi perempuan ini juga berimplikasi pada pengaturan Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan, dimana kewenangan pemberian dispensasi hanya diberikan kepada pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Pengaturan ini menghapuskan frasa “oleh pejabat lain” karena bisa menimbulkan multitafsir. Pasal 7 ayat 1 pria dan wanita minimal 18 tahun, orang tua wanita dapat meminta dispensasi dengan alasan sangat mendesak disertai bukti yang cukup. Ayat 2 wajib mendengar kedua mempelai yang akan melaksanakan perkawinan. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pencegahan perkawinan demi bangsa yang lebih unggul.

Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri
  • Pemerintah menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada DPR, khususnya Baleg dalam membahas RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU MD 3. Pemerintah mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota dewan yang telah menyelesaikan UU ini secara baik dan lancar. Perubahan RUU ini dilakukan karena Pemerintah menganggap perlu memutuskan lembaga yang lebih efektif dan akuntabel.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan