Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2021, Pendapat Fraksi terhadap RUU Usul Inisiatif Komisi 7 tentang Energi Baru dan energi Terbarukan, Persetujuan Perpanjangan Waktu Pembahasan terhadap RUU tentang Landas Kontinen, dan lain-lain - Rapat Paripurna DPR-RI dengan BPK-RI

Tanggal Rapat: 14 Jun 2022, Ditulis Tanggal: 16 Jun 2022,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Badan Pengawas Keuangan (BPK)

Pada 14 Juni 2022, DPR-RI melaksanakan Rapat Paripurna dengan BPK-RI tentang Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2021, Pendapat Fraksi terhadap RUU Usul Inisiatif Komisi 7 tentang Energi Baru dan energi Terbarukan, Persetujuan Perpanjangan Waktu Pembahasan terhadap RUU tentang Landas Kontinen, dan lain-lain. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Lodewijk dari Fraksi Golkar dapil Lampung 1 pada pukul 13.10 WIB. (Ilustrasi: Super Radio)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Badan Pengawas Keuangan (BPK)
  • LKPP merupakan pertanggungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan APBN yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
  • Untuk LKPP Tahun 2021, Pemerintah telah menyampaikan LKPP Unaudited kepada BPK pada 28 Maret 2022. BPK kemudian melaksanakan pemeriksaan atas LKPP Tahun 2021 yang merupakan laporan keuangan konsolidasian dari 87 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (atau LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (atau LKBUN). Memenuhi ketentuan perundang-undangan, hasil pemeriksaan atas LKPP dimaksud telah kami sampaikan secara tertulis pada 31 Mei 2022 kepada DPR-RI, DPD-RI, dan Presiden RI. Pemerintah melaporkan diantaranya realisasi APBN serta posisi keuangan, dalam hal ini aset, kewajiban, dan ekuitas, dengan pengungkapan secara umum sebagai berikut: Realisasi APBN yang dilaporkan Pemerintah pada LKPP Tahun 2021 meliputi: Realisasi pendapatan negara dan hibah senilai Rp2.011,34T atau 115% dari target anggaran pendapatan yang ditetapkan dalam UU APBN Tahun 2021 senilai Rp1.743,64T, Realisasi pendapatan dan hibah tersebut diperoleh dari: - realisasi Penerimaan Perpajakan senilai Rp1.547,84T atau 107% dari target senilai Rp1.444,54T; - realisasi PNBP senilai Rp458,49T atau 154% dari target senilai Rp298,20T; dan realisasi Penerimaan Hibah sebesar Rp5,01T, atau 555% dari target senilai Rp0,9T.
  • Pemerintah juga melaporkan realisasi belanja negara Tahun 2021 senilai Rp2.786,41T atau 101,32% dari anggaran belanja yang ditetapkan dalam UU APBN Tahun 2021 senilai Rp2.750,03T. Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari:
    • realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.000,70 triliun, atau 102% dari anggaran belanja yang ditetapkan;
    • realisasi transfer ke daerah sebesar Rp713,85 triliun, atau 98,67% dari anggaran yang ditetapkan; dan
    • realisasi dana desa sebesar Rp71,85 triliun, atau 99,80% dari anggaran yang ditetapkan. Realisasi belanja pemerintah pusat yang melebihi anggaran disebabkan oleh realisasi belanja barang sebesar 146% dari anggaran, realisasi belanja subsidi sebesar 138% dari anggaran, dan realisasi belanja bantuan sosial sebesar 108% dari anggaran. Pelampauan atas belanja tersebut dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
  • Dengan realisasi pendapatan negara dan hibah serta realisasi belanja negara tersebut, maka realisasi Defisit Anggaran Tahun 2021 senilai Rp775,06 triliun atau 77% dari target yang ditetapkan dalam UU APBN Tahun 2021.
  • Realisasi Defisit Anggaran tersebut mencapai 4,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih rendah dari target defisit anggaran dalam UU APBN TA 2021, yakni 5,70% dari PDB.
  • Realisasi defisit anggaran tahun 2021 juga lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran tahun 2020 yang mencapai 6,14% dari PDB.
  • Terkait Pembiayaan Tahun 2021, Pemerintah melaporkan Realisasi Pembiayaan senilai Rp871,72T atau 87% dari anggaran pembiayaan yang ditetapkan. Realisasi tersebut terdiri dari Realisasi Pembiayaan Dalam Negeri senilai Rp881,62T dan Realisasi Pembiayaan Luar Negeri senilai minus Rp9,91T. Realisasi Pembiayaan Dalam Negeri sebagian besar berasal dari Surat Berharga dan Pinjaman Dalam Negeri serta penggunaan Rekening Pemerintah – Saldo Anggaran Lebih (atau SAL).
  • Untuk Realisasi Pembiayaan Luar Negeri yang minus Rp9,91 triliun, sebagian besar disebabkan oleh Realisasi Pembayaran Pokok Cicilan Utang Luar Negeri melebihi Realisasi Penarikan Pinjaman.
  • Pemerintah melaporkan posisi keuangan per 31 Desember 2021 sebagai berikut;
    • Total Aset senilai Rp11.454,67T, meningkat 3% dibandingkan posisi 31 Desember 2020, yang sebagian besar disebabkan peningkatan Investasi Jangka Panjang
    • Total Kewajiban senilai Rp7.538,32 triliun, atau meningkat 14% dibandingkan posisi 31 Desember 2020, yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan Utang Jangka Panjang Dalam Negeri
    • Total Ekuitas senilai Rp3.916,34 triliun, atau turun 12,45% dibandingkan posisi 31 Desember 2020. Selain itu, Pemerintah juga melaporkan Langkah Penanganan Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Perekonomian.
  • Realisasi Anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021 senilai Rp655,13T dari alokasi senilai Rp744,77T dengan rincian:
    • Klaster Kesehatan terealisasi Rp198,13T dari alokasi Rp214,96T;
    • Klaster Perlindungan Sosial terealisasi Rp167,71T dari alokasi Rp186,63T;
    • Klaster Program Prioritas terealisasi Rp105,55T dari alokasi Rp117,94T;
    • Klaster Dukungan UMKM dan Korporasi teralisasi Rp116,15T dari alokasi Rp162,40T; dan
    • Klaster Insentif Usaha teralisasi Rp67,57T dari alokasi Rp62,82T.
  • Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPP, LKKL, dan LKBUN Tahun 2021, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2021 dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
  • Opini WTP atas LKPP Tahun 2021 tersebut didasarkan pada opini WTP atas 83 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Tahun 2021 yang berpengaruh signfikan terhadap LKPP Tahun 2021.
  • Sebanyak empat LKKL, yakni Laporan Keuangan Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (atau BRIN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (atau LIPI) Tahun 2021 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (atau WDP). Namun demikian, secara keseluruhan, pengecualian pada LKKL tersebut tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP Tahun 2021.
  • Hasil pemeriksaan BPK juga mengungkapkan temuan-temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2021 namun tetap perlu ditindaklanjuti Pemerintah guna perbaikan pengelolaan APBN, antara lain sebagai berikut; 1. Pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan Tahun 2021 sebesar Rp15,31T belum sepenuhnya memadai. Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar menguji kembali kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang telah diajukan Wajib Pajak dan disetujui, serta menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai. 2. Piutang Pajak macet sebesar Rp20,84 triliun belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Pemerintah agar mlakukan inventarisasi atas piutang macet yang belum daluwarsa penagihan per 30 Juni 2022 dan mlakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan. 3. Sisa dana Investasi Pemerintah clm rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (IPPEN) Tahun 2020 dan 2021 kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp7,5 Triliun tidak dapat disalurkan dan kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp800 Miliar berpotensi tidak dapat tersalurkan. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar melakukan pengembalian sisa dana Investasi Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (IPPEN) kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp7,50 triliun ke Rekening Kas Umum Negara.
  • 4. Perlakuan Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebagai Investasi Jangka Panjang Non-Permanen Lainnya pada LKPP Tahun 2021 belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema pengelolaan dana, dan penyajian dalam Laporan Keuangan BP Tapera. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar menetapkan kebijakan akuntansi penyajian Investasi Jangka Panjang Non Permanen Lainnya terkait pengelolaan Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada BP Tapera sebagai badan hukum lainnya yang ditunjuk sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP). 5. Penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Belanja Non - Program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp12,52 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja untuk memitigasi risiko ketidakpatuhan dalam proses, ketidaktercapaian output dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan belanja.
  • 6. Sisa Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler Tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp1,25 triliun belum dapat disajikan sebagai Piutang Transfer ke Daerah (TKD). Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana BOS reguler TA 2020 dan 2021.
  • 7. Kewajiban Jangka Panjang atas Program Pensiun telah diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar memerintahkan Tim Task Force Dukungan Percepatan Penyelesaian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Mengenai Imbalan Kerja, termasuk pengaturan masa transisi selama proses perubahan peraturan perundang-undangan terkait pensiun.
  • 8. Kelemahan penatausahaan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht) sehingga tidak dapat diketahui potensi hak dan kewajiban pemerintah secara keseluruhan. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Pemerintah antara lain agar menetapkan mekanisme pemantauan dan penatausahaan atas putusan hukum inkracht yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban atau pelepasan aset pemerintah sebagai dasar pelaporan keuangan pemerintah pusat.
  • Dalam memberikan tambahan informasi mengenai pelaksanaan APBN Tahun 2021, BPK juga menyampaikan Hasil Reviu Pelaksanaan Transparansi Fiskal yang secara umum menunjukkan Pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria transparansi fiskal berdasarkan praktik terbaik internasional. Guna mengoptimalkan kualitas LKPP sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, BPK berupaya mendorong Pemerintah untuk melakukan upaya efektif menyelesaikan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, khususnya rekomendasi yang terkait dengan hasil pemeriksaan LKPP, LKKL, dan LKBUN.
  • Sejak tahun 2005 hingga tahun 2021, BPK telah menyampaikan 19.802 temuan pemeriksaan LKPP, LKKL dan LKBUN dengan 42.553 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa. Hasil pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi tersebut menunjukkan bahwa 75% telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi; 19% telah ditindaklanjuti namun belum sesuai dengan rekomendasi; 5%) belum ditindaklanjuti; dan 1% tidak dapat ditindaklanjuti.
  • Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan, merupakan basis untuk meningkatkan performa pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif dan inklusif guna mewujudkan kesejahteraan bangsa, oleh karena itu, pengawasan oleh DPR sebagai bentuk political commitment dan pemantauan yang dilakukan BPK menjadi hal yang esensial untuk memanifestasikannya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan