Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pengesahan Perpanjangan Pembahasan RUU dan Penutupan Masa Sidang — Rapat Paripurna DPR-RI Ke-32 Masa Persidangan V Tahun 2017-2018

Tanggal Rapat: 26 Jul 2018, Ditulis Tanggal: 4 Aug 2020,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Menteri Keuangan RI→Sri Mulyani

Pada 26 Juli 2018, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna Ke-32 Masa Persidangan V Tahun 2017-2018 mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pengesahan Perpanjangan Pembahasan RUU dan Penutupan Masa Sidang. Rapat Paripurna ini dibuka dan dipimpin oleh Fadli Zon dari Fraksi Partai Gerindra dapil Jawa Barat 5 pada pukul 10:56 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum. Berdasarkan laporan Sekretariat, terdapat 197 anggota yang tanda tangan dan 110 yang izin sehingga total 307 anggota. Berdasarkan headcount tim Jejak Parlemen, terdapat 146 anggota yang berada di ruangan saat rapat. (Ilustrasi: merdeka.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Keuangan RI → Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) - Sri Mulyani

  • Menteri Keuangan membacakan Pidato Pendapat Akhir Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP).

Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun. UU tersebut telah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional, baik melalui fungsi budgetary maupun regulatory. Dalam perkembangannya, terdapat permasalahan dan tantangan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, PNBP yang terlambat/tidak disetor ke Kas Negara, maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu faktor yang digunakan untuk mengatasi permasalahan dan tantangan tersebut melalui perlunya negara melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP dengan Undang-Undang Baru yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam penggunaan PNBP saat ini, dan mengantisipasi tantangan di masa depan sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari PNBP dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Persetujuan DPR RI untuk menetapkan Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang akan menggantikan Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 merupakan wujud nyata dukungan DPR RI terhadap upaya peningkatan kemandirian bangsa dalam rangka mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan hukum dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak ini akan sangat bermanfaat sebagai nilai untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, pelestarian lingkungan hidup untuk keseimbangan antar generasi, dan tetap mempertimbangkan aspek keadilan.

Penyelenggaraan tata kelola PNBP yang dituangkan dalam RUU ini dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan pelayanan Pemerintah yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel, serta mendukung tata kelola pemerintahan yang baik secara keseluruhan.

Terdapat beberapa tujuan penyempurnaan pengaturan dalam Undang-Undang tentang PNBP, yaitu:

  • Mewujudkan upaya terus menerus peningkatan kemandirian bangsa dengan mengoptimlakan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan fiskal dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan.
  • Mendukung kebijakan Pemerintah dalam rangka perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, distribusi pendapatan, dan pelestarian lingkungan hidup serta kesinambungan antar generasi dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan.
  • Mewujudkan peningkatan pelayanan Pemerintah yang bersih, efisien, profesional, transparan dan akuntabel serta mendukung tata kelola pemerintahan yang kuat serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
  • Menyederhanakan atau mengimbangi jasa dan/atau tarif PNBP, khususnya yang berkaitan dengan layanan dasar tanpa mengurangi tanggung jawab Pemerintah untuk tetap menyediakan layanan dasar secara berkualitas dan berkeadilan.

Pokok-pokok penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR RI antara lain sebagai berikut:

  • Penyempurnaan definisi dan ruang lingkup PNBP.
  • Pengelompokkan objek PNBP menjadi 6 klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
  • Pengaturan tarif PNBP dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk pengaturan kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (no Rupiah) atau 0% (nol persen) untuk kondisi tertentu.
  • Pengusulan pengawasan PNBP oleh Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka pengelolaan PNBP.
  • Penyempurnaan aturan pengelolaan PNBP termasuk penggunaan dana PNBP oleh instansi pengelola PNBP untuk unit-unit di lingkungan kerja dalam rangka peningkatan layanan.
  • Penyelenggaraan mekanisme pemeriksaan PNBP, keberatan, keringanan (berupa penundaan, pengaturan, pengurangan, dan pembebasan), dan pengendalian PNBP.
  • Keterbukaan peralihan berupa penyelesaian hak dan kewajiban Wajib Bayar yang belum diselesaikan sebelum berlakunya RUU, diberikan jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak RUU PNBP mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum RUU PNBP.

Pemerintah sangat menghargai dan menyambut berbagai masukan dan pandangan yang disampaikan anggota Dewan dan Pemerintah terbuka untuk melakukan perbaikan atau penyempurnaan dalam mewujudkan pengendalian PNBP ke depan berdasarkan RUU PNBP ini yang akan menggantikan UU No. 20 Tahun 1997.

  • Menteri Keuangan membacakan Pidato Pendapat Akhir Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pentanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (RUU P2 APBN TA 2017).

Dengan disetujuinya RUU P2 APBN 2017 menjadi UU, maka selesailah rangkaian siklus pengelolaan APBN TA 2017. Atas nama Pemerintah, menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan dan Anggota DPR RI atas dukungan dan kerja sama yang telah diberikan sehingga pembahasan RUU P2 APBN 2017 dapat berjalan dengan sesuai dan dapat diselesaikan tepat waktu.

Sesuai dengan ketentuan dan tata tertib proses pembahasan RUU, DPR dan Pemerintah telah melakukan serangkaian rapat pembahasan RUU P2 APBN TA 2017, baik dalam rapat paripurna, rapat kerja, dan rapat panitia kerja di Badan Anggaran DPR RI. Dalam pembahasan RUU tersebut, DPR RI telah memberikan masukan dan rekomendasi untuk peningkatan kualitas pengelolaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada tahun-tahun mendatang.

Dalam pembahasan RUU P2 APBN ini sejak awal hingga akhir, terjadi dinamika diskusi yang konstruktif terutama adanya penolakan dari Fraksi Partai Gerindra atas RUU P2 APBN TA 2017 yang diajukan Pemerintah. Namun demikian, Pemerintah menghargai perbedaan pandangan tersebut, yang merupakan penambah semangat bagi Pemerintah agar di masa yang akan datang Pemerintah dapat berkinerja jauh lebih baik.

Pemerintah memperhatikan dengan seksama saran dan rekomendasi yang telah disampaikan oleh masing-masing fraksi DPR RI dalam pendapat mini fraksi pada rapat kerja Badan Anggaran. Saran dan rekomendasi tersebut akan menjadi masukan yang konstruktif untuk mewujudkan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN yang lebih baik di masa mendatang. Pemerintah akan dengan sungguh-sungguh menindaklanjuti saran dan rekomendasi DPR RI, termasuk yang telah disepakati dalam rapat kerja Badan Anggaran. Disamping itu, Pemerintah juga memperhatikan pertimbangan dan telaah DPD yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam rangka peningkatan kualitas pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN.

Di tengah kondisi perekonomian global yang masih dalam tahap pemulihan, kinerja realisasi APBN TA 2017 masih mampu mencatat capaian yang cukup menggembirakan, yang antara lain tercermin dari realisasi defisit APBN terkendali pada level yang lebih rendah dari yang ditargetkan, realisasi keseimbangan primer yang semakin membaik, kemiskinan yang semakin menurun, gini ratio yang semakin baik, serta pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dalam kurun waktu 2014 sampai 2017, telah banyak perubahan yang dilakukan Pemerintah dalam upaya meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Hal ini ditujukan dari berbagai indikator yang terkait dengan membaiknya akuntabilitas pengawasan APBN. Indikator yang terkait langsung dengan akuntabilitas adalah diperolehnya opini WTP dari BPK atas perbaikan pengelolaan keuangan negara juga membawa pengaruh penuh terhadap membaiknya kondisi perekonomian maupun pada periode tersebut yang ditunjukan oleh berbagai indeks rasio maupun penilaian objektif yang dilakukan oleh lembaga rating internasional yang independen.

Opini WTP merupakan tingkatan tertinggi dari hasil penilaian objektif dan profesional BPK, selaku auditor eksternal Pemerintah. Opini WTP atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN TA 2017 menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan APBN TA 2017 yang meliputi pengelolaan penerimaan dan belanja, serta pengelolaan aset dan utang Pemerintah telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai ketentuan, dan tidak ada temuan signifikan yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Di samping itu, penyusunan laporan pertanggungjawaban APBN TA 2017 telah sesuai dengan standar akuntansi Pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun demikian, BPK masih memberikan catatan dan rekomendasi atas temuan yang perlu menjadi perhatian Pemerintah.

Sementara itu, dari sisi kesejahteraan rakyat, beberapa indikator telah menunjukkan perbaikan. Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat yang membaik tersebut antara lain meliputi:

  • Indeks pembangunan manusia mencapai 70.81, lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 70.18.
  • Tingkat pengangguran terbuka mencapai 5.50%, lebih rendah dibandingkan tahun 2016 sebesar 5.61%.
  • Persentase penduduk miskin mencapai 10.12%, lebih rendah dibandingkan tahun 2016 sebesar 10,70%.
  • Rasio gini mencapai 0.391, lebih rendah dibandingkan tahun 2016 sebesar 0.394.

Keempat indikator tersebut seluruhnya menunjukan bahwa kesejahteraan masyarakat tahun 2017 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, berdasarkan data BPS per triwulan 1 tahun 2018, tiga dari empat indikator tersebut telah menunjukkan angka yang lebih baik lagi, yaitu rasio gini menjadi 0.369, tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 5.13% dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, Pemerintah dapat menurunkan persentase penduduk miskin sampai pada level satu digit pada angka 0.62%.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 sebesar 5.07% merupakan pertumbuhan tertinggi selama 3 tahun terakhir. Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga momentum pertumbuhan yang baik, walaupun terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi risiko bagi pertumbuhan ekonomi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari perekonomian global.

Naiknya peringkat Indonesia dalam penilaian Bank Dunia, dari peringkat 91 ke peringkat 72 dalam hal tingkat kemudahan berusaha (easy of doing business), menunjukkan meningkatnya kepercayaan investor yang akan membawa dampak positif bagi perekonomian negara. Disamping itu, hadirnya dukungan dari segenap komponen bangsa dalam mewujudkan stabilitas nasional akan sangat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Pemerintah optimis bahwa perekonomian nasional akan tetap baik dan semakin baik di masa yang akan datang, seiring dengan membaiknya kepercayaan para investor dan terjaganya stabilitas nasional.

Hasil pelaksanaan APBN TA 2017 yang sangat baik dan telah dipertanggungjawabkan secara penuh sesuai amanat konstitusi dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku menunjukkan bahwa Pemerintah terus memperkuat pengelolaan keuangan negara. Dengan demikian, APBN sebagai instrumen fiskal dapat bermanfaat untuk terus mendukung pelaksanaan pembangunan yaitu memperbaiki kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia. Dengan perkembangan ekonomi global yang semakin dinamis dan meningkatnya ketidakpastian yang berpotensi menciptakan risiko yang makin tinggi bagi perekonomian, maka kesehatan dan kredibilitas APBN menjadi modal yang sangat berguna dan efektif dalam menjaga kepentingan nasional serta melindungi masyarakat dan perekonomian Indonesia.


Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan