Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Penyampaian Pandangan Fraksi atas KEM-PPKF RAPBN Tahun Anggaran 2023 — Paripurna DPR-RI ke-41

Tanggal Rapat: 24 May 2022, Ditulis Tanggal: 11 Jul 2022,
Komisi/AKD: Paripurna , Mitra Kerja: Ketua BPK-RI, Pimpinan Baleg DPR-RI, Menteri Keuangan, dan Fraksi-Fraksi

Pada 24 Mei 2022, DPR-RI menyelenggarakan Rapat Paripurna mengenai Penyampaian IHPS II Tahun 2021 serta Penyerahan LHP Semester II Tahun 2021 oleh BPK-RI, Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Penyampaian Pandangan Fraksi atas KEM-PPKF RAPBN Tahun Anggaran 2023. Rapat Paripurna ini dipimpin dan dibuka oleh Puan Maharani dari Fraksi PDI-Perjuangan dapil Jawa Tengah 5 pada pukul 10:45 WIB. Menurut catatan Sekjen DPR-RI, Rapat Paripurna ini telah dihadiri secara fisik 56 orang, virtual 220 orang, dan izin 62 orang. (ilustrasi: JejakParlemen)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Ketua BPK-RI, Pimpinan Baleg DPR-RI, Menteri Keuangan, dan Fraksi-Fraksi

Agenda Pertama:

Penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 serta Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2021 oleh BPK-RI

  • Sejak tahun 2005 hingga 2021, BPK telah menyampaikan 633.648 rekomendasi hasil pemeriksaan. Sebesar Rp305,84 T kepada entitas yang diperiksa.
  • Hasil pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi tersebut menunjukkan sebanyak 77,3% atau 490.014 rekomendasi sebesar Rp156,1 T telah sesuai, 16,6% atau 105.193 rekomendasi sebesar Rp100,15 T belum selesai, 5% atau 31.709 rekomendasi sebesar Rp27,89 T belum ditindaklanjuti, dan sebanyak 1,1% atau 6.732 rekomendasi sebesar Rp21,7 T tidak dapat ditindaklanjuti.
  • Secara kumulatif hingga 31 Desember 2021, entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran uang dan/atau penyerahan aset ke negara, daerah, atau perusahaan sebesar Rp117,52 T.
  • Capaian tersebut merupakan implementasi komitmen entitas untuk bersama mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan yang lebih baik.
  • Selanjutnya, IHPS tahun 2021 yang akan disampaikan ini memuat ringkasan dari 535 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari atas 3 LHP keuangan, 317 LHP kinerja, dan 215 LHP dengan tujuan tertentu.
  • BPK mengungkap 4.555 temuan yang memuat 6.011 permasalahan sebesar Rp31,34 T. 
  • Sebanyak 53% atau 3.173 dari permasalahan tersebut berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
  • Selanjutnya, 29% atau 1.720 permasalahan merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp29,7 T, dan sebanyak 18% atau 1.118 permasalahan terkait pelemahan sistem pengendalian intern.
  • Sebesar 95,9% atau sebanyak 2.043 permasalahan merupakan ketidakefektifan sebesar Rp218,56 M, dilanjutkan dengan 127 permasalahan ketidakhematan sebesar Rp1,42 T, dan juga permasalahan ketidakefisienan sebesar Rp1,59 M.
  • Di samping itu, permasalahan ketidakpatuhan pada di IHPS ini terdiri atas; yang pertama ketidakpatuhan yang dapat mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebanyak 75% atau 1.286 permasalahan sebesar Rp29,7 T; yang kedua ketidakpatuhan berupa penyimpangan administrasi sebanyak 25% atau 434 permasalahan. Atas permasalahan tersebut, selama proses pemeriksaan tindak lanjut entitas dengan penyetoran uang dan/atau penyerahan aset baru sebesar 0,6% atau Rp194,53 M. 
  • Penting kami tekankan, bahwa BPK terus berupaya keras untuk mendorong terwujudnya tata kelola keuangan yang efektif, akuntabel, dan transparan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan praktik internasional terbaik khususnya terkait pencapaian SDGs pada target 16.6 yakni mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel dan transparan di semua tingkat. 
  • 61 pemeriksaan kinerja yang terdiri atas 24 objek pemeriksaan pada Pemerintah Pusat dan 37 objek pemeriksaan pada Pemerintah Daerah. Pemeriksaan kinerja antara lain dilakukan atas efektivitas penganggaran dan pengalokasian serta monitoring dan evaluasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
  • Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah belum sepenuhnya efektif untuk meningkatkan TKDD yang berkualitas dikarenakan yang pertama penganggaran TKDD belum sepenuhnya mencerminkan penganggaran berbasis kinerja serta belum mendukung peningkatan akuntabilitas dan yang kedua pengalokasian TKDD belum sepenuhnya didukung dengan mekanisme dan kebijakan penghitungan secara formal serta belum didokumentasikan secara memadai. 
  • Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan untuk berkoordinasi dengan Kementerian PPN/Bappenas menetapkan definisi serta jenis TKDD berbasis kinerja dalam dokumen formal perencanaan dan penganggaran termasuk penetapan kantor secara jelas dan terukur. 
  • 117 pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang terdiri atas 57 objek pemeriksaan pada Pemerintah Pusat, 97 objek pemeriksaan pada Pemerintah Daerah, dan 23 objek pemeriksaan pada BUMN dan badan lainnya.
  • Hasil pemeriksaan yang signifikan antara lain menyimpulkan bahwa pengendalian dan pengawasan penggunaan kawasan hutan tanpa izin pada Kementerian LHK tidak sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pembatasan Kerusakan Hutan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam semua hal yang material.
  • Permasalahan yg ditemukan diantaranya terdapat kurang lebih 2,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit dan kurang lebih 841,79 ribu hektar kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa izin di bidang kehutanan serta belum teridentifikasi subjek hukumnya.
  • Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri LHK antara lain agar mengidentifikasi subjek hukum perkebunan sawit, pertambangan, dan aktivitas lain di dalam kawasan hutan tetapi tanpa izin di bidang kehutanan dan memproses penyelesaiannya serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum. 
  • Dengan semangat accountability for all, kami mengajak Bapak dan Ibu Anggota DPR RI untuk bersama-sama mengawal pengelolaan keuangan negara agar memberikan manfaat besar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
  • Terakhir, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pimpinan dan Seluruh Anggota DPR karena telah menunjukkan kerja sama yang baik dengan BPK terutama dalam rangka mewujudkan good governance bagi Indonesia yang kita cintai. Semoga sinergi antara DPR dan BPK dapat terjalin lebih kuat dan lebih solid lagi di masa mendatang untuk Indonesia yang lebih baik untuk Indonesia yang tangguh dan terus tumbuh.

Agenda Kedua:

Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

M. Nurdin (Fraksi PDI-Perjuangan, Jawa Barat 10) membacakan Laporan Baleg atas Hasil Pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

  • Mengacu pada ketentuan Pasal 105 huruf G UU Nomor 2 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD junto Pasal 66 huruf G Peraturan DPR-RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Tugas Baleg DPR-RI. Kami melakukan pembahasan terkait Perubahan atau penyempurnaan RUU yang ditugasi oleh badan musyawarah untuk melakukan pembahasan RUU ini kami selalu melakukan rapat secara intensif dan detail baik secara daring maupun luring.
  • Adapun terkait penyelesaian RUU tentang PPP ini terdapat 19 poin bahan penjelasan umum pada lampiran 1 dan 2 secara garis besar sebagai berikut:
    • Perubahan Pasal 5 huruf G mengatur penjelasan asas keterbukaan;
    • Perubahan Pasal 9 mengatur penanganan pengujian Peraturan Perundang-undangan;
    • Penamaan bagian ketujuh dalam Bab 4 UU PPP;
    • Penambahan Pasal 42a mengatur mengenai perencanaan Peraturan Perundang-undangan dengan Omnibus;
    • Perubahan Pasal 49 mengatur mengenai perubahan RUU beserta DIM-nya;
    • Perubahan Pasal 58 mengatur mengenai perhamonisasian dan pemantapan konsepsi atas rancangan Peraturan Daerah;
    • Perubahan Pasal 64 mengatur mengenai penyusunan Peraturan Perundang-undangan dapat menggunakan metode Omnibus Law;
    • Perubahan Pasal 72 mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU yang disetujui bersama;
    • Perubahan Pasal 73 mengatur mengenai mekanisme perbaikan setelah RUU disetujui bersama namun telah disampaikan kepada Presiden;
    • Perubahan Pasal 78 mengatur mengenai Rapperda penerapan Provinsi;
    • Perubahan Pasal 85 mengatur mengenai Peraturan Perundangan;
    • Perubahan Pasal 95 memasukan mengenai substansi penyandang disabilitas;
    • Perubahan Pasal 95a mengatur mengenai pemantauan dan peninjauan UU;
    • Perubahan Pasal 96 mengatur partisipasi masyarakat termasuk penyandang disabilitas;
    • Penambahan Pasal 97a, 97b, 97c dan 97d mengatur mengenai materi muatan Peraturan Perundang-undangan mengenai metode Omnibus dan berbasis elektronik, evaluasi regulasi serta Peraturan Perundangan di lingkungan Pemerintah;
    • Perubahan Pasal 98 mengatur mengenai jabatan analis hukum untuk merancang Peraturan Perundang-undangan;
    • Perubahan Pasal 99 mengatur mengenai keikutsertaan jabatan analisis administratif dan TA dalam pembentukan UU;
    • Perubahan Penjelasan Umum; dan
    • Perubahan Lampiran 1 Bab 2 huruf D mengenai naskah akademik, perubahan Lampiran 2 mengenai teknik perancangan Peraturan Perundang-undangan.
  • Setelah melakukan pembahasan 365 DIM bersama Pemerintah pada 13 April 2022, Pemerintah diwakili oleh Menko Perekonomian dan Menko Polhukam. Dalam Rapat Kerja secara terbatas RUU tentang PPP mengadakan mendengar pandangan mini fraksi.
  • Hasil pembahasan RUU, ada 8 fraksi, yaitu PDI-P, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN dan  PPP menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU  tentang PPP untuk dilanjutkan pada Rapat Paripurna. Selanjutnya, Fraksi PKS  menolak RUU tentang PPP.
  • Sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan tentang tata tertib pada Raker Baleg bersama Pemerintah memutuskan menyetujui hasil pembicaraan Tingkat I RUU tentang PPP dilanjutkan pada Tingkat II untuk kita sepakati menjadi UU.
  • Izinkan kami menyerahkan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) untuk mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPR-RI.
  • Kami mengucapkan terima kasih kepada semua anggota Baleg untuk menyelesaikan RUU tentang PPP dan seluruh mitra kerja dari Pemerintah dalam menyelesaikan RUU tentang PPP dapat diresmikan dan disetujui.

Menteri Keuangan RI membacakan pendapat akhir Presiden RI atas hasil pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

  • Izinkan saya, Menkeu selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk membacakan pendapat akhir Pemerintah terhadap RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • Atas nama Pemerintah, kami mengucapkan terima kasih, penghargaan, dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Panitia Kerja Badan Legislasi DPR-RI, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang PPP yang telah melaksanakan proses pembahasan RUU ini dengan berbagai pandangan, masukan, dan saran yang konstruktif. 
  • Pembentukan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU PPP merupakan tindak lanjut dan respons DPR dan Pemerintah terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XXVIII/2020 atas pengujian formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  • Dalam amar putusannya, MK memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan UU tentang Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun dan dalam rangka perbaikan pembentukan UU tentang Cipta Kerja tersebut, MK dalam pertimbangan hukumnya memerintahkan kepada pembentuk undang-undang agar segera membentuk landasan hukum yang baku untuk menjadi pedoman di dalam pembentukan undang-undang dengan menggunakan metode omnibus yang mempunyai sifat kekhususan. 
  • Pengaturan landasan hukum metode Omnibus Law dilakukan melalui perubahan terhadap UU tentang PPP. Dengan penguatan metode Omnibus di dalam UU PPP, maka pembentukan Peraturan Perundang-undangan memiliki cara atau metode yang pasti, baku, dan standar serta memenuhi azas-azas untuk pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode Omnibus. 
  • Pengaturan metode Omnibus dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pendekatan hukum ke arah yang dinamis dan progresif dimana hukum harus mampu untuk mengatur perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang secara sangat dinamis.
  • Dengan demikian, hukum akan terus tumbuh, berubah, dan berkembang untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya.
  • Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam rangka menindaklanjuti Putusan MK tersebut adalah pengaturan mengenai partisipasi masyarakat secara bermakna atau meaningful participation dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • Untuk itu, perubahan UU tentang PPP harus mampu merumuskan esensi dari meaningful participation dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). 
  • Pengaturan mengenai meaningful participation akan memperkuat ruang untuk partisipasi publik dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Materi muatan yang tidak kalah penting lainnya adalah disepakatinya dalam Panja RUU dimaksud mengenai pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dapat dilakukan secara elektronik. Hal ini tentu sejalan dengan pesatnya perkembangan dan penggunaan teknologi digital dan kebutuhan pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berbasis digital agar prosesnya lebih efektif dan efisien namun tanpa mengurangi pelaksanaan asas keterbukaan yang menerapkan prinsip meaningful
  • Adapun beberapa materi penting dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas UU PPP yang dibahas dalam Panja, antara lain menyangkut pengaturan penanganan perkara pengujian undang-undang oleh MK serta pengujian Peraturan Perundang-undangan dibawah UU oleh Mahkamah Agung, baik ini di lingkungan DPR-RI maupun di lingkungan Pemerintah. 
  • Pelaksanaan penanganan perkara pengujian Peraturan Perundang-undangan di lingkungan Pemerintah tersebut selaras dengan UU tentang Kejaksaan.
  • Materi muatan lainnya adalah penyempurnaan pengaturan mekanisme pengundangan yang mencakup UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, PP, dan Peraturan Presiden dalam rangka efektivitas dan percepatan pelaksanaan pengundangan.
  • RUU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang PPP sangat diperlukan dalam rangka pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya yang menggunakan metode omnibus sebagai landasan dalam penyusunan kebijakan untuk merespon kebutuhan masyarakat dan perekonomian secara nasional yang tentu sangat dipengaruhi oleh dinamika baik global maupun nasional. 
  • Pada saat ini, kita dihadapkan pada dinamika global yg sangat nyata. Dalam 2 tahun terakhir, Indonesia dan seluruh di dunia dihadapkan pada pandemi Covid-19 yang menimbulkan ketidakpastian yang begitu tinggi dengan terus-menerus berubahnya varian Covid-19.
  • Dunia juga dihadapkan pada isu perubahan iklim, normalisasi kebijakan keuangan terutama di bidang moneter untuk merespon kenaikan inflasi yang begitu tinggi akibat kenaikan harga-harga komoditas global dan pengetatan likuiditas yang tentu akan menimbulkan dampak disrupsi ke seluruh dunia. 
  • Selain itu, disrupsi rantai pasok yang muncul juga akibat meningkatnya geopolitical global menjadi perhatian dan harus kita waspadai. Konflik Rusia dan Ukraina sangat mempengaruhi geopolitical dunia dan ini juga menimbulkan ancaman krisis.
  • PBB dalam hal ini Sekretaris Jenderal telah membentuk sebuah grup untuk mengantisipasi 3 kemungkinan krisis dunia, yaitu krisis energi, krisis pangan, dan krisis keuangan. Dihadapkan pada ketidakpastian yang sangat tinggi dan begitu dinamis, maka Indonesia perlu untuk terus mampu merespons secara tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat aksi. 
  • Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia di dalam melakukan penanganan Covid-19 dan dampaknya tersebut telah mampu membangkitkan aktivitas perekonomian domestik.
  • Implementasi berbagai kebijakan makro fiskal dalam APBN kita yang responsif. Sekali lagi, juga karena dukungan dari DPR mampu membuat kita merespon secara fleksibel dan secara sinergis di dalam rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi yang tidak mudah.
  • Alhamdulillah, ekonomi Indonesia mampu tumbuh di kisaran 5,1% pada Triwulan I Tahun 2022, lebih baik dari RRT 4,8%, Jerman 3,7%, Korea Selatan 3,1%, dan Singapura 3,4%.
  • Pertumbuhan yang kuat ini juga tetap didukung oleh stabilitas tingkat harga atau inflasi yang tercatat sebesar 0,95% month-to-month atau 3,47% year-on-year pada April 2022.
  • Angka inflasi Indonesia ini masih dalam rentang target 3 plus minus satu persen dan jauh di bawah inflasi di berbagai negara di dunia dimana sekarang bahkan ada yang mencapai double digit.
  • Memperhatikan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, namun pada saat yang sama mewaspadai tantangan global yang begitu dinamis, maka kita perlu untuk terus melakukan kebijakan yang komprehensif terutama agar pemulihan ekonomi dan kesejahteraan rakyat bisa terus kita jaga, baik di dalam proses pemulihan itu sendiri maupun dalam menjaga Pandemi Covid-19 yang memang belum berakhir. 
  • Meskipun dalam dinamika yang begitu tinggi dan menantang, terdapat perbedaan pandangan dari berbagai fraksi di dalam kita merumuskan kebijakan ini adalah bentuk proses demokrasi yang sehat serta tentu dilandasi dengan kesungguhan untuk terus bekerja sama antara legislatif dan eksekutif. Panja pada 13 April 2022 telah dapat menyelesaikan pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang PPP dan menyampaikan hasilnya kepada Badan Legislasi DPR-RI.
  • Pada kesempatan tersebut juga sekaligus dilakukan penyampaian pandangan mini fraksi atas RUU tentang Perubahan Kedua atas UU PPP.
  • Sebelum kami mengakhiri pendapat akhir Pemerintah, izinkanlah kami untuk menyampaikan harapan agar RUU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang PPP ini dapat disetujui pada Pembicaraan Tingkat II dan akhir kata, perkenankan kami atas nama Pemerintah sekali lagi mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pimpinan dan para Anggota DPR atas berbagai pandangan dan masukan yang sangat konstruktif serta persetujuannya dalam menyepakati hal-hal yang sangat penting dan strategis dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang PPP.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan