Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Peraturan Menteri Perhubungan No. 88 Tahun 2014 dan No. 104 Tahun 2017 – RDPU Komisi 5 dengan DPP GAPASDAP

Ditulis Tanggal: 8 Feb 2019,
Komisi/AKD: Komisi 5 , Mitra Kerja: DPP GAPASDAP

Pada 12 Desember 2018 Komisi 5 mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (DPP GAPASDAP) tentang Peraturan Menteri No. 88/2014 dan Permen Perhubungan No 104/2017. Rapat dibuka dan dipimpin oleh Fary Djemy dari Fraksi Gerindra dapil Nusa Tenggara Timur 2 pada pukul 10.30 WIB dan dinyatakan terbuka oleh umum.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

DPP GAPASDAP
  • DPP GAPASDAP adalah organisasi Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan yang berdiri pada 7 Maret 1976 dan hingga saat ini memiliki anggota sebanyak 67 perusahaan yang mengoperasikan 435 unit kapaltersebar di seluruh Indonesia.
  • Angkutan penyeberangan merupakan angkutan publik super massal yang berfungsi sebagai prasarana infrastruktur jembatan antar pulau sekaligus sebagai sarana angkutan yang beroperasi secara reguler serta terjadwal selama 24jam/hari tepat waktu melalui tol laut.
  • Terkait Peraturan Menteri Perhubungan RI No.88 Tahun 2014 ialah tentang pengaturan ukuran kapal angkutan penyebrangan di lintas Merak-Bakauheni, dasar dari penetapan peraturan tersebut adalah untuk menjaga keseimbangan antara demand and supply yang diprediksi akan mengalami kenaikan pasar sebesar 7-10% per tahunnya.
  • Kondisi lintas Merak-Bakauheni:
    • Jumlah total kapal 71 unit.
    • Data Mei 2018, sejumlah kapal yang berukuran dibawah 5000 GT adalah 21 unit, atau 29.6% dari total jumlah kapal dengan rata-rata ukuran 3578 GT. Jumlah kapal yang berukuran diatas 5000 GT adalah 50 dengan rata-rata ukuran 7286 GT.
    • Data November 2018, Jumlah kapal yang berukuran dibawah 5000 GT adalah 13 unit.
    • Jumlah kapala yang beroperasi setiap hari 30 kapal dengan jumlah dermaga 6 pasang
  • Jumlah hari operasi rata-rata perbulan setiap kapal 10 hari. Akibat
    yang terjadi setelaha diberlakukannya PM 88 Tahun 2014, kesiapan fasilitas prasarana pelabuhan:
    • Kebijakan pengaturan ukuran kapal minimal 5000 GT di lintas Merak-Bakauheuni ini tidak diiringi dengan kemampuan prasarana dermaga yang ada saat ini.
    • Tidak semua dermaga di lintas Merak-Bakauheuni memiliki kemampuan beban di atas 5000 GT. Dermaga I dengan tahun pembuatan 1981 serta kemampuan dermaga 3000 GT; Dermaga II dengan tahun pembuatan 1985 serta kemampuan dermaga 2500 GT; Dermaga III dengan tahun pembuatan 2000 serta kemampuan dermaga 5000 GT; Dermaga IV dengan tahun pembuatan 1996 serta kemampuan 3500 GT, Dermaga V dengan tahun pembuatan 2009 serta kemampuan 6000 GT; Dermaga VI dengan tahun pembuatan 2017 serta kemampuan
      10000 GT.
  • Kebutuhan biaya
    • Biaya yang dibutuhkan untuk membangun satu pasang dermaga kurang lebih sama dengan biaya yang dibutuhkan untuk membeli dua unit kapal.
    • Apalagi kapal yang digantikan tersebut nantinya tidak akan terpakai, karena pada saat pembangunan kapal-kapal tersebut telah disesuaikan dengan spesifikasi lintas Merak-Bakauheuni.
    • Untuk menjadikan periksa saat ini lintasan penyebrangan di Indonesia yang terbesar setelah lintas Merak-Bakauheuni, yaitu Padangbar-Lembar hanya memiliki kapasitas dermaga maksimal 2000 GT dan lintas Ketapang-Gilimanuk memiliki kapasitas dermaga maksimal 2000 GT.
  • Penambahan kapasitas angkut/kapasitas muat
    • Menurut penapat kami penambahan kapasitas angkut dengan menambah jumlah dermaga akan lebih efektif dibandingkan
      dengan mengganti kapal kecil (dibawah 5000 GT) dengan kapal ukuran minimal 5000 GT, sebenarnya penambahan GT kapal tidak berbanding lurus dengan penambahan kapasitas angkut.
    • Merubah ukuran kapal, jika diasumsikan jumlah kapal kecil perhari yang beroperasi adalah sama dengan presentase kapal kecil yang ada di Merak-Bakauheuni, maka jumlahnya adalah 29,6% x 30 = 8,8 unit (pendekatan 9 unit).
    • Jika diadakan perubahan ukuran kapal, dalam sehari akan ada penambahan kapasitas sebesar (5000-3578) x 9 =12.798 GT
  • Terjadi pemborosan anggaran APBN dalam hal penggunaan BBM bersubsidi
    • Lintasan Merak – Bakauheuni tiap hari terdapat waktu puncak (Peak time) dimana pada jam-jam tersebut jumlah muatan banyak. Pada jam-jam lain juga terdapat waktu sepi (off peak time) dimana pada jam-jam tersebut jumlah muatan sedikit.
    • Seyogyanya dalam sebuah lintas terdapat kapal besar dan kapal kecil yang operasinya disesuaikan dengan kondisi deman. Jika kondisi ramai dapat dioperasikan kapal berukuran besar, sedangkan jika kondisi sepi dapat dioperasikan kapal dengan ukuran kecil, sehingga tidak ada kapasitas yang terbuang dan ini akan lebih mengefisiensikan penggunaan BBM.
    • Di lintas Merak-Bakauheuni, lama periode saat muatan sepi (off peak time) dalam setiap hari rata-rata adalah 75% (pukul 04.00 s.d pukul 22.00)
    • BBM yang digunakan adalah jenis BBM bersubsidi.
    • Jika kapal kecil sudah tidak ada lagi akan terjadi pemborosan penggunaan BBM yang berakibat akan terjadinya pemborosan
      subsidi BBM yang berasal dari APBN
  • Jika tidak dilakukan penambahan tarif maka yang akan dirugikan adalah pengusaha dan masyarakat karena pelayanan berkurang dan mengurangi faktor keselamatan.
  • Agenda yang kedua mengenai Peraturan Menteri Perhubungan RI No.104 Tahun 2017, adalah tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyebrangan yang berlaku mulai 6 Oktober 2017, adanya Peraturan Menteri ini sebenarnya merupakan jawaban dari permohonan DPP GAPASDAP agar dilakukan pembatasan perizinan kapal yang sebelumnya dibuka tanpa pembatasan, hanya saja masih terdapat pasal yang menyebabkan izin operasi angkutan penyeberangan masih bisa bertambah (pasal aturan peralihan).
  • Kapal yang membedakan kami dengan transportasi lain, kapal adalah satu-satunya moda transportasi dana bila tidak beroperasi maka mesinnya harus nyala 24 jam.
  • Akibat pemberlakukan PM 104 Tahun 2017, secara tata urutan peraturan perundangan berpotensi bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya yaitu PP No. 20 tahun 2010 tentang angkutan di perairan, kapasitas angkut terjadi karena adanya kapal dan dermaga sehingga menghasilkan trip tambahan -> sering salah dalam mempersepsikan bertambahnya kapasitas angkut, jumlah ijin operasi yang selama ini sudah berlebih, akan terus bertambah tanpa memperhatikan kondisi infrastuktur dermaga yang ada, baik secara kuantitas maupun kualitas (ukuran) -> ada ketidakseimbangan antara jumlah kapal dengan jumlah dermaga -> giliran operasi semakin lama -> idle capacity. Jumlah hari operasi kapal setiap bulan rata-rata kurang dari 50%. Dengan komposisi fix cost sekitar 60% dari total cost maka kondisi tersebut semakin mempersulit kondisi usaha angkutan
    penyebrangan, kompensasi yang kesulitan menutup biaya operasi tersebut,dibutuhkan tarif angkutan yang lebih tinggi -> menjadi beban masyarakat, sebagai contoh, di lintas Merak-Bakauheuni, setiap terjadi penambahan 1 unit kapal, akan membutuhkan kenaikan tarif sebesar 1,03%, jika pengusaha kesulitan dalam menutup biaya operasional maka yang terkurangi pertama kali adalah kenyamanan selanjutnya akan dapat mempengaruhi faktor keselamatan pelayanan.
  • Pada saat kapal tidak beroperasi tingkat kerusakan akan tinggi. Kerusakan bisa berasal dari alam, kerusakan mental sumber daya manusia. Beberapa anggota ada yang sudah menjual usahanya.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan