Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

Laporan Komisi 8 DPR-RI Atas Hasil Uji Kelayakan Calon Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dari Unsur Masyarakat Periode 2022-2027 dan Lain-Lain — Rapat Paripurna DPR-RI ke-5

Tanggal Rapat: 20 Sep 2022, Ditulis Tanggal: 31 Mar 2023,
Komisi/AKD: Komisi 8 , Mitra Kerja: Menteri Komunikasi dan Informatika RI

Pada 20 September 2022, DPR-RI mengadakan Rapat Paripurna mengenai Laporan Komisi 8 DPR-RI Atas Hasil Uji Kelayakan Calon Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dari Unsur Masyarakat Periode 2022-2027 dan Lain-Lain. Rapat Paripurna ini dipimpin dan dibuka oleh Lodewijk F. Paulus dari Fraksi Partai Golongan Karya (F-Golkar) dapil Lampung 1 pada pukul 10.03 WIB. (Ilustrasi: Nasional.kompas.com)

Berdasarkan catatan Setjen DPR-RI, daftar hadir pada permulaan Rapat Paripurna DPR-RI hari ini telah ditandatangani oleh 73 Anggota secara fisik, 206 Anggota secara virtual, dan 16 Anggota izin.

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Menteri Komunikasi dan Informatika RI

Ashabul Kahfi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dapil Sulawesi Selatan 1 membacakan Laporan Komisi 8 DPR-RI terhadap Hasil FPT Dewan Pengawas BPKH dari Unsur Masyarakat Periode 2022-2027.

  • Komisi 8 DPR RI menyelenggarakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 (sepuluh) orang Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji dariunsur masyarakat berdasarkan:
    • Surat Presiden RI Nomor R-17/Pres/04/2022 tertanggal 11 April 2022 yang ditujukan kepadaPimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Perihal Penyampaian Nama-nama Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji.
    • Surat Pimpinan DPR RI Nomor T/924/PW.01/08/2022 tertanggal 25 Agustus 2022 kepada Komisi VIII DPR RI Perihal Penugasan untuk Membahas Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji dari Unsur Masyarakat Periode Tahun 2022 — 2027.
  • Pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji dari unsur masyarakat pada tanggal 29 - 30 Agustus 2022. Dengan dilakukan pemaparan visi dan misi calon serta dialog Pimpinan dan anggota Komisi 8 DPR RI.
  • Pelaksanan uji kelayakan dan kepatutan Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji dari unsur masyarakat oleh Komisi 8 DPR RI selaras dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Pasal 38 Ayat (3) Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Pasal 31 Ayat (3) Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengusulan, dan Penetapan Anggota Badan Pelaksana dan Anggota Dewan Pengawas serta Calon Anggota Pengganti Antar waktu Anggota Badan Pelaksana dan Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji yang mengamanatkan bahwa, “DPR memilih anggota dewan pengawas yang berasal dari unsur masyarakat”.
  • Komisi VIII DPR RI melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji dengan mengedepankan prinsip meritokrasi yaitu memberikan kesempatan kepada seseorang yang memimpin berdasarkan kemampuan dan prestasi.
  • Komisi 8 DPR Rl menyeleksi calon yang memiliki kompetensi dan integritas melakukan pengawasan pengelolaan keuangan haji.
  • Hal ini mengingat Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji, berdasarkan Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan haji, mempunyai kewenangan strategis, yaitu memberikan persetujuan atas rencana strategis, rencana kerja, dan anggaran tahunan pengelolaan keuangan haji, serta penempatan dan/atau investasi keuangan haji.
  • Oleh karena itu, Dewan pengawas harus bersinergi dengan Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji untuk mencapai tujuan pengelolaan keuangan haji, yaitu meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji, dan manfaat bagi kemaslahatan umat lslam.
  • Berdasarkan ketentuan Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota yang berasal dari profesional, 2 (dua) orang dari unsur pemerintah dan 5 (lima) orang dari unsur masyarakat.
  • Oleh karena itu, mengacu kepada hasil uji kelayakan dan kepatutan terhadap 10 (sepuluh) orang calon yang diajukan Presiden, Komisi 8 DPR-RI melalui musyawarah untuk mufakat telah memilih dan menetapkan 5 (lima) orang Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji dari unsur masyarakat pada tanggal 30 Agustus 2022. Mereka adalah:
    • Deni Suardini, Dr.,S.E,Akt, M.M, CFrA, CA, QIA, CGCAE.
    • Heru Muara Sidik, Ak, CA, CMA, MM, QIA.
    • M. Dawud Arif Khan, Dr.
    • Mulyadi, Dr.,S.E,M.M,M.Si,Akt., CA., CPMA.,SAS.
    • Rojikin, Dr., S.H, M.Si., QIA.
  • Demikianlah laporan pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Calon Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan haji serta 5 (lima) orang yang terpilih dan ditetapkan.
  • Kami berharap, 5 (lima) orang yang terpilih dapat disetujui oleh Rapat Paripurna dan selanjutnya diproses oleh Pimpinan DPR-RI untuk disampaikan kepada Presiden Rl. Atas perhatiannya, Kami mengucapkan terima kasih.

Abdul Kharis dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dapil Jawa Tengah 5 membacakan Hasil Pembicaraan Tingkat 1 atas Pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP)

  • Presiden melalui Surat Nomor: R-05/Pres/01/2020 tanggal 24 Januari 2020 telah mengirimkan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi kepada DPR RI dan menugaskan Menkominfo, Mendagri, dan Menkumham untuk membahas bersama-sama dengan DPR RI.
  • Selanjutnya Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus DPR RI tanggal 3 Februari 2020 memutuskan menugaskan Komisi I1DPR RI membahas RUU tentang Pelindungan Data Pribadi bersama-sama dengan Pemerintah.
  • Menindaklanjuti penugasan tersebut, Komisi 1 DPR RI telah melaksanakan RDPU dengan Pakar/Akademisi/LSM dalam rangka mendapatkan masukan terhadap RUU tersebut untuk memperkaya dasar-dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis terhadap materi muatan yang terkandung di dalam RUU tentang Pelindungan Data Pribadi.
  • Selanjutnya Komisi 1 DPR RI mulai melakukan pembahasan terhadap RUU tentang Pelindungan Data Pribadi bersama-sama dengan Pemerintah dalam Rapat Kerja yang mulai dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2020, dilanjutkan dengan pembahasan pada tingkat Panja, Tim Perumus, dan Tim Sinkronisasi.
  • Pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi berlangsung secara kritis, mendalam, dan menyeluruh, dimana Fraksi-Fraksi menyampaikan pandangan dan pendapatnya terhadap materi RUU tersebut.
  • Akhirnya pada tanggal 7 September 2022, setelah mendengarkan pandangan Fraksi-Fraksi dan Pemerintah, Komisi 1 DPR RI bersama dengan Pemerintah dalam Raker Pembicaraan Tingkat 1 untuk Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pelindungan Data Pribadi memutuskan menyetujui RUU tentang Pelindungan Data Pribadi untuk selanjutnya dibahas dalam Pembicaraan Tingkat II dalam rangka Pengambilan Keputusan pada Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
  • Komisi 1 DPR RI dalam proses pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi proaktif dan responsif dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan terkait.
  • Setelah melalui proses pembahasan yang sangat dinamis, telah terjadi perubahan sistematika RUU dari draf awal RUU yang disampaikan oleh Pemerintah, yang semula Sistematika RUU tentang Pelindungan Data Pribadi terdiri dari 15 (lima belas) BAB dan 72 (tujuh puluh dua) Pasal menjadi 16 (enam belas) BAB dan 76 (tujuh puluh enam) Pasal.
  • Secara terperinci sistematika dari RUU tentang Pelindungan Data Pribadi adalah sebagai berikut:
    • BAB 1 KETENTUAN UMUM.
    • BAB 2 ASAS.
    • BAB 3 JENIS DATA PRIBADI.
    • BAB 4 HAK SUBJEK DATA PRIBADI.
    • BAB 5 PEMROSESAN DATA PRIBADI.
    • BAB 6 KEWAJIBAN PENGENDALI DATA PRIBADI DAN PROSESOR DATA PRIBADI DALAM PEMROSESAN DATA PRIBADI:
      • Bagian Kesatu: Umum.
      • Bagian Kedua: Kewajiban Pengendali Data Pribadi.
      • Bagian Ketiga: Kewajiban Prosesor Data Pribadi.
      • Bagian Keempat: Pejabat atau Petugas yang Melaksanakan Fungsi Pelindungan Data Pribadi.
    • BAB 7 TRANSFER DATA PRIBADI:
      • Bagian Kesatu: Transfer Data Pribadi Dalam Wilayah Hukum Negara Republik Indonesia.
      • Bagian Kedua: Transfer Data Pribadi ke Luar Wilayah Hukum Negara Republik Indonesia.
    • BAB 8 SANKSI ADMINISTRATIF.
    • BAB 9 KELEMBAGAAN.
    • BAB 10 KERJA SAMA INTERNASIONAL.
    • BAB 11 PARTISIPASI MASYARAKAT.
    • BAB 12 PENYELESAIAN SENGKETA DAN HUKUM ACARA.
    • BAB 13 LARANGAN DALAM PENGGUNAAN DATA PRIBADI.
    • BAB 14 KETENTUAN PIDANA.
    • BAB 15 KETENTUAN PERALIHAN.
    • BAB 16 KETENTUAN PENUTUP.
  • Selama dua tahun lebih Komisi 1 DPR-RI berusaha keras melakukan pembahasan intensif dan berhasil menyepakati aspek-aspek substantif atas "RUU tentang Pelindungan Data Pribadi", dan setelah mencermati kondisi faktual dalam proses pembahasan, maka RUU tentang Pelindungan Data Pribadi ini menjadi tonggak sejarah baru bagi Pelindungan Data Pribadi.
  • Adapun beberapa hal pokok dalam RUU tentang Pelindungan Data Pribadi, antara lain:
    • Pengertian Data Pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.
    • Pelindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data Pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi.
    • Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik maupun nonelektronik.
    • Pengendali Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi.
    • Prosesor Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam melakukan pemrosesan Data Pribadi atas nama Pengendali Data Pribadi.
    • Subjek Data Pribadi adalah orang perseorangan yang pada dirinya melekat Data Pribadi.
    • Rumusan terkait JENIS DATA PRIBADI terdiri atas Data Pribadi yang bersifat spesifik dan Data Pribadi yang bersifat umum.
    • Kewajiban Pengendali Data dan Prosesor Data Pribadi mencakup menyampaikan Informasi mengenai legalitas dari pemrosesan Data Pribadi, tujuan pemrosesan Data Pribadi, jenis dan relevansi Data Pribadi yang akan diproses, jangka waktu retensi dokumen yang memuat Data Pribadi, rincian mengenai Informasi yang dikumpulkan, jangka waktu pemrosesan Data Pribadi dan hak Subyek Data Pribadi.
    • RUU ini memberikan affirmative dalam pemrosesan data pribadi kepada anak dimana pengendali dan prosesor wajib mendapat persetujuan dari orangtua dan/atau wali anak, selanjutnya kepada penyandang disabilitas dilakukan melalui komunikasi dengan menggunakan cara tertentu dan wajib mendapat persetujuan dari penyandang disabilitas dan/atau wali penyandang disabilitas.
    • Berkaitan dengan Transfer Data Pribadi, yakni menyangkut transfer Data Dalam dan Ke Wilayah Hukum Negara Republik Indonesia. Pengendali Data Pribadi dapat melakukan transfer Data Pribadi kepada Pengendali Data Pribadi dan/atau Prosesor Data Pribadi di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia sesai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam melakukan transfer Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib memastikan negara tempat kedudukan Pengendali Data Pribadi dan/atau Prosesor Data Pribadi yang menerima transfer Data Pribadi memiliki tingkat Pelindungan Data Pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam hal ketentuan tidak terpenuhi, Pengendali Data Pribadi wajib memastikan terdapat Pelindungan Data Pribadi yang memadai dan bersifat mengikat. Dalam hal ketentuan di atas tidak terpenuhi, Pengendali Data Pribadi wajb mendapatkan persetujuan Subjek Data Pribadi. Ketentuan lebih lanjut mengenai transfer Data Pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
    • Berkaitan dengan Lembaga sebagai pelaksana penyelenggaraan Pelindungan Data adalah Lembaga yang ditetapkan oleh Presiden, yang bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga melaksanakan melaksanakan perumusan dan penetapan kebijakan dan strategi Pelindungan Data Pribadi yang menjadi panduan bagi Subjek Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi, dan Prosesor Data Pribadi, pengawasan terhadap penyelenggaraan Pelindungan Data Pribadi, penegakan hukum administratif terhadap pelanggaran Undang-Undang ini, dan fasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan
    • RUU Pelindungan Data Pribadi ini juga memuat sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan Data Pribadi, penghapusan atau pemusnahan Data Pribadi, dan/atau denda administratif. Selanjutnya sanksi administratif berupa denda administratif paling tinggi 2 (dua) persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.
    • Berkaitan dengan kerja sama internasional dilakukan oleh Pemerintah dengan pemerintah negara lain atau Organisasi Internasional terkait dengan Pelindungan Data Pribadi.
    • Partisipasi Masyarakat dalam Pelindungan Data dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, advokasi, sosialisasi, dan/atau pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • Penyelesaian sengketa Pelindungan Data Pribadi dilakukan melalui arbitrase, pengadilan, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya untuk Hukum acara yang berlaku dalam penyelesaian sengketa dan/atau proses peradilan Pelindungan Data Pribadi dilaksanakan berdasarkan hukum acara yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • RUU PDP juga memuat terkait Larangan Dalam Penggunaan Data Pribadi dan Ketentuan Pidana.
    • RUU ini juga mengamanatkan Pembentukan Peraturan Pemerintah sebagai pengaturan teknis RUU ini.
  • Demikianlah laporan disampaikan, baik proses dan materi substansi RUU yang menjadi perhatian semua pihak, sehingga RUU tentang Pelindungan Data Pribadi in benar-benar menjadi landasan hukum yang kuat dan memastikan bahwa negara menjamin dan memastikan pelindungan Data Pribadi warganya.
  • Sebelum mengakhiri laporan ini, kami selaku Pimpinan Komisi 1 DPR RI menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pimpinan DPR RI, Anggota Komisi 1 DPR RI, Pimpinan Fraksi, dan Pemerintah yang diwakili oleh Menkominfo, Mendagri, dan Menkumham, beserta jajarannya atas kerja keras dan kerja samanya dalam pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi.
  • Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Pakar/Akademisi/LSM dan Kalangan Pers atas seluruh perhatian, masukan, dan publikasi yang diberikan selama proses pembahasan berlangsung. Kepada Sekretariat Komisi I DPR RI beserta Tim Asistensi Setien DPR RI kami sampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan kinerja yang sangat produktif dalam proses pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi.
  • Demikianlah Laporan Komisi 1 DPR RI terhadap hasil Pembahasan RUU tentang Pelindungan Data Pribadi. Selanjutnya kami mengharapkan persetujuan Rapat Paripurna DPR RI hari ini agar RUU tentang Pelindungan Data Pribadi dapat disahkan menjadi Undang-Undang.
  • Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita semua, sehingga dapat menjalankan tugas-tugas konstitusional kita dengan sebaik-baiknya. Amin.

Dony Maryadi Oekon dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapil Jawa Barat 11 membacakan Laporan Komisi 7 DPR-RI terhadap Persetujuan Penjualan Barang Milik Negara (BMN) Kapal FSO Ardjuna Sakti

  • Pada kesempatan yang membahagiakan ini, marilah senantiasa kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat-Nya kita dapat bertemu baik secara fisik maupun virtual dalam Rapat Paripurna DPR RI dengan keadaan sehat wal afiat.
  • Selanjutnya, perkenankanlah saya mewakili Komisi 7 DPR RI melaporkan terkait hasil pembahasan persetujuan penjualan BMN berupa Kapal FSO Ardjuna Sakti yang telah dibahas oleh Komisi 7 DPR RI.
  • Mengawali laporan ini, kami sampaikan dasar acuan Komisi 7 melaksanakan proses kegiatan ini secara ringkas sebagai berikut:
    • Komisi 7 DPR RI menerima dan telah menindaklanjuti Surat Menteri ESDM RI Nomor: T-161/BN.07/MEM.S/2022 tanggal 2 Juni 2022, Perihal: Tindak Lanjut atas Permohonan Persetujuan Penjualan BMN berupa Kapal FSO Arjuna Sakti, sebagai kelanjutan dari Surat Presiden RI Nomor: R-29/Pres/05/2016 tanggal 9 Mei 2016 hal Permohonan Persetujuan Penjualan Barang Milik Negara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
    • Rapat Kerja Komisi 7 DPR RI dengan Menteri ESDM RI pada tanggal 24 Agustus 2022, memutuskan menyetujui Penjualan Barang Milik Negara (BMN) berupa Kapal Floating Storage Offloading (FSO) Arjuna Sakti yang berasal dari eks kontraktor kegiatan KKKS PT BP Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:
      • BMN FSO Ardjuna Sakti saat ini dalam kondisi rusak berat dan tidak ekonomis untuk diperbaiki.
      • Kementerian ESDM RI tetap memiliki kewajiban untuk membayar biaya sandar BMN dimaksud setiap tahunnya sampai dengan proses pemindahtanganan disetujui, sehingga dapat membebani keuangan negara.
      • Terkait biaya sandar Kapal FSO Ardjuna Sakti telah menjadi temuan audit BPK RI pada Pemeriksaan Laporan Keuangan KESDM RI TA. 2019 dan direkomendasikan untuk mempercepat persetujuan penjualan BMN Kapal SO Ardjuna Sakti.
    • Pada tanggal 12 September 2022. Komisi 7 DPR RI telah mengirim kepada Pimpinan DPR RI terkait Persetujuan Penjualan Barang Milik Negara (BMN) dengan Surat Nomor: B/14978/PW.01/9/2022.
    • Sesuai dengan ketentuan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Pasal 232 dan Pasal 233, Komisi 7 DPR RI meminta pembahasan terkait hal diatas untuk dapat disetujui pada Rapat Paripurna DPR RI hari ini.
  • Demikian Laporan Komisi VII DPR RI mengenai hasil pembahasan persetujuan penjualan BMN berupa Kapal FSO Ardjuna Sakti, dengan harapan mendapat persetujuan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada hari ini, untuk selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan