Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan

RUU Kebudayaan — Komisi 10 DPR RI Rapat Panja dengan Tim Pemerintah dan Ahli Bahasa

Tanggal Rapat: 11 Apr 2017, Ditulis Tanggal: 18 Dec 2020,
Komisi/AKD: Komisi 10 , Mitra Kerja: Tim Pemerintah dan Ahli Bahasa

Pada 11 April 2017, Komisi 10 DPR RI mengadakan Rapat Panja dengan Tim Pemerintah dan Ahli Bahasa tentang RUU Kebudayaan. Rapat dipimpin dan dibuka oleh Ferdiansyah dari fraksi Golongan Karya (Golkar) dapil Jawa Barat 11 pukul 17:25 WIB. (ilustrasi: tribunnews.com)

Pemaparan Mitra

Berikut merupakan pemaparan mitra:

Tim Pemerintah dan Ahli Bahasa

Tim Pemerintah

  • Poin J sudah cukup baik jadi tidak perlu diubah dan untuk menambah contoh dengan tradisi lisan, maksudnya adalah kebiasaan bertutur oleh masyarakat Indonesia. Sejarah lisan adalah dongeng, pantun, cerita rakyat, dan ekspresi lisan lainnya. Hal itu tidak bisa disamakan ekspresi lisan dan dongeng. Oleh karenanya, ekspresi lisan dihapus karena sudah mewakili contohnya.
  • Tambahan di butir b adalah contoh dari manuskrip yaitu "serat, babad, dan hikayat". Hal yang dimaksud bahasa adalah sarana komunikasi antar manusia, baik berbentuk lisan, tulisan, maupun isyarat antara lain bahasa Indonesia; bahasa daerah; dan komunikasi nonverbal. Maka sudah tepat untuk poin A, B, dan H.
  • Secara keseluruhan, butir 4 dari pasal 15 disetujui. Mengenai menyebut ‘bidang’, cukup menambahkan ‘di bidang terkait’. Lalu di depan kata ‘bidang terkait’, ditambahkan ‘ahli di bidang terkait’ dan merujuk pada bidangnya.
  • "Pengayaan" kata dasarnya adalah "kaya" yang artinya memperkaya keberagaman, bukan meningkatkan. Maka tidak dipilih kata "peningkatan" karena budaya itu bukan ditingkatkan, budaya kan sifatnya alamiah, maka dari itu dipilih kata "pengayaan".
  • Dalam rumusan ini, hal terpenting adalah internalisasi diwujudkan oleh sikap dan perilaku.
  • Dalam pasal 34, perlu ada penjelasan soal internalisasi nilai budaya.
  • Pasal 37 ayat 2 terkait mengenai ketentuan mengenai mekanisme hasil pengolahan objek pemajuan kebudayaan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  • Pasal 38 ayat 1 terkait industri besar dan/atau pihak asing yang akan melakukan pemanfaatan objek kebudayaan yang ingin kepentingan komersial, wajib memiliki izin dari menteri. Prinsipnya adalah soal kepentingan untuk penggunaan komersialnya, itu untuk pasal 38 ayat 1 dan persetujuan atas dasar informasi awal sudah dirasa cukup.
  • Pasal 38 ayat 2 menyebut apabila melanggar pasal 38, baik industri swasta dan/atau asing akan dikenakan sanksi administratif.
  • Pasal 38 ayat 3 menyatakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, sanksi administratif, penghentian kegiatan, dan pencabutan izin.
  • Pasal 38 ayat 4 menyebut tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan peraturan menteri.
  • Kata 'dari masyarakat pengemban' dihapus. Lalu, sistem pendataan akan diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri.
  • Penjelasan terkait istilah 'orang asing' sudah sama dengan ketentuan umum.
  • Pasal 38 ayat 1-3, ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan menteri dimana sanksi ditentukan oleh menteri. Apabila ingin diatur menjadi peraturan pemerintah, mohon arahannya.
  • Selanjutnya, perlu ada kejelasan soal pasal 32-38. Pasal 32-38 masuk dalam peraturan pemerintah dan pasal 38A diatur di peraturan menteri.
  • Frasa 'Pemerintah Pusat harus membentuk dana perwalian kebudayaan' bermaksud memfasilitasi dana bukan membentuk, contohnya hibah. Hal ini merupakan mekanisme keuangan.
  • Legal standing kata 'memfasilitasi, menghimpun, dan membentuk sama' berada di Kementerian Pariwisata RI.
  • Kata 'membentuk' bukan bahasa yang baik karena dananya tidak dibentuk.
  • Pemerintah mengusulkan agar ada fleksibilitas antara pemerintah dengan lembaga lainnya.
  • Kata 'perkumpulan' yang dimaksud asalah ormas (hukum/tidak). Ormas diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM RI dan tidak berbadan hukum didaftar Kementerian Dalam Negeri RI.

Ferdiansyah (fraksi Golkar, dapil Jawa Barat 11) membacakan keputusan panja

  • Internalisasi adalah penghayatan yang menimbulkan keyakinan dan kesadaran yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi adalah memasukkan, menerima, dan menguatkan nilai kebudayaan dalam diri setiap orang.
  • Pasal 34 menjadi 'internalisasi nilai budaya' disetujui.
  • Selanjutnya, perlu penjelasan terkait pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 2 huruf c dapat dilakukan melalui pengolahan objek pemajuan kebudayaan menjadi produk.
  • Pengolahan objek pemajuan kebudayaan menjadi produk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan tetap menjaga nilai keluhuran dan kearifan objek pemajuan kebudayaan: disetujui.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai pengolahan objek kebudayaan menjadi produk perdagangan, perindustrian, dan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah: disetujui.
  • Pasal 46 menjadi 47 ayat e disetujui.
  • Kata 'harus' pada frasa 'Pemerintah Pusat harus membentuk dana perwalian kebudayaan' dihapuskan.
  • Dari Kementerian Keuangan, kata 'harus' diubah menjadi 'dapat'. Hal ini bukan merupakan pembentukan tetapi penyediaan dana.
  • Frasa 'budaya bangsa' dihapus. Lalu, perlu ada penjelasan soal kata 'berdikari' dan 'berdiri di kaki sendiri'.
  • Poin 7-10 disepakati. Lalu, pasal 12, 13, 14, 21, 22, dan 25 disepakati.
  • Pasal 26 memiliki tiga metode yakni revitalisasi, repatriasi, dan restorasi. Konservasi dihapus karena sudah masuk dalam pemeliharaan.
  • Pasal 27 disetujui. Lalu, pasal 28 dan 29 hanya mengatur publikasi. Pasal 29-32 disetujui dan pasal 33 sepakat dihapus.

Ahli Bahasa

  • Dalam KBBI, penghayatan adalah pengalaman batin.
  • Kata 'berdikari' merupakan akronim dan belum banyak yang mengenalnya. Bila diberi kepanjangan, maka tidak lazim dalam konsideran.

Pemantauan Rapat

Berikut merupakan respon anggota terhadap pemaparan mitra:

Rangkuman Terkait

Komisi / Alat Kelengkapan Dewan